Hidayatullah.com– Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menolak untuk bergabung lagi dengan Program Organisasi Penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan, Muhammadiyah mengapresiasi silaturrahim Mendikbud Nadiem Abdul Makarim ke PP Muhammadiyah serta keputusan mengevaluasi program POP.
Sebelumnya Mendikbud memang sempat menyampaikan permintaan agar Muhammadiyah bisa bergabung dengan program POP.
“Terkait dengan permintaan tersebut, sesuai hasil rapat bersama PP Muhammadiyah dengan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) dan Majelis Pendidikan Tinggi dan Litbang (Dikti Litbang), Muhammadiyah memutuskan untuk tetap tidak berperan serta dalam program POP,” ujar Abdul Mu’ti dalam keterangan tertulisnya diterima hidayatullah.com, Senin (03/08/2020).
Abdul Mu’ti mengatakan, saat ini sekolah/madrasah dan perguruan tinggi sedang fokus penerimaan peserta didik baru dan menangani berbagai masalah akibat pandemi Covid-19.
Mendikbud Nadiem baru-baru ini meminta maaf dan mengajak kembali NU, Muhammadiyah, dan PB PGRI bergabung dalam POP Kemendikbud.
“Dengan penuh rendah hati, saya memohon maaf atas segala ketidaknyamanan yang timbul dan berharap agar ketiga organisasi besar ini bersedia terus memberikan bimbingan dalam proses pelaksanaan program, yang kami sadari betul masih jauh dari sempurna,” kata Nadiem Makarim dalam unggahan video di akun Youtube resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Selasa Sore (28/07/2020).
Mendikbud secara terbuka berharap organisasi penggerak seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang selama ini sudah menjadi mitra strategis pemerintah dan berjasa besar di dunia pendidikan bahkan jauh sebelum negara ini berdiri, dapat kembali bergabung dalam POP.
Sebelumnya, NU, Muhammadiyah dan PGRI menyatakan mundur dari POP. Muhammadiyah menyampaikan alasan mereka keluar dari program itu yakni kriteria pemilihan ormas dan Lembaga Pendidikan yang ditetapkan lolos evaluasi proposal sangat tidak jelas dan tidak transparan.
Begitu juga dengan Ketua Lembaga Pendidikan Ma’arif NU KH Arifin Junaidi yang menilai konsep POP yang diluncurkan oleh Kemendikbud tidak matang. Setidaknya ada tiga hal yang, menurutnya berpotensi menjadi masalah besar dan menjadikan POP ini patut untuk dievaluasi.
Adapun PB PGRI mengatakan alasan mundur karena berbagai pertimbangan di tengah pandemi Covid-19, dana POP seharusnya bisa digunakan untuk menunjang kebutuhan infrastruktur sekolah, guru, dan murid.
PGRI juga melihat perlunya kehati-hatian dalam penggunaan anggaran POP yang harus dipertanggungjawabkan secara baik dan benar. Mengingat waktu pelaksanaan yang singkat, mereka menilai tidak bisa dilaksanakan secara efektif dan efisien sehingga bisa timbul akibat yang tidak diinginkan di kemudian hari.*