Lewat program ini Pertamina memberikan bantuan pinjaman modal berupa uang dengan biaya rendah, memberi pelatihan, membuka akses pasar lokal hingga internasional atau yang paling utama yaitu, mengembangkan UMKM agar naik kelas
Hidayatullah.com — Jarum jam sudah menunjukkan pukul 5 sore, tapi karyawan di rumah produksi Keripik “Momchips” di Kota Batu, Jawa Timur itu, masih terlihat sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.
“Biasanya, jam 4 sore mereka (karyawan) sudah pulang. Tapi karena panjenengan (kamu) datang ingin meliput, jadi pulangnya mundur,” kata Hari Mastutik, sang pemilik rumah produksi tersebut kepada media ini, Sabtu (23/10/2021).
Setelah mempersilakan mencicipi aneka keripik buah serta secangkir teh hangat di ruang tamu, tak lama berselang, Tutik, sapaan akrabnya, lalu mengajak awak media ini keliling rumah produksi yang menyatu dengan toko dan rumahnya itu.
Di ruang pengupasan dan pemotongan, tampak seorang karyawan sedang mengupas nanas, lalu tiga orang lainnya memotong nanas yang sudah dikupas. Di sudut lain seorang lagi mengupas ubi rambat ungu.
Di belakang mereka, berjejer rapi tumpukan box kayu berisi buah mangga, pisang, dan butternut yang belum dikupas.
“Buah nanas yang sudah dikupas dan dipotong ini kemudian disortir berdasarkan ukuran sesuai dengan permintaan buyer. Setelah itu, dipindah ke ruangan sebelah untuk dicuci dan ditiriskan,” jelas Tutik sambil memindah potongan-potongan nanas itu ke baskom besar berbahan stainless.
Di ruang pencucian dan penirisan, ternyata juga terdapat box-box plastik berisi buah nanas yang juga belum dikupas.
“Karena tempatnya nggak cukup, jadi sementara saya taruh sini,” jelas Tutik seraya menyodorkan satu keranjang berisi potongan nanas yang telah dicuci serta ditiriskan lewat sebuah jendela yang menyerupai loket kepada seorang karyawan.
Proses berikutnya, keranjang-keranjang berisi potongan nanas yang sudah dicuci bersih dan ditiriskan, kemudian disimpan ke dalam freezer dengan suhu minus 10 sampai 15 derajat celcius. Untuk waktunya kurang lebih selama 20 jam.
“Supaya beku sehingga hasilnya maksimal ketika digoreng,” ujar Tutik.
Setelah dari ruang penyimpanan, kami bergeser ke ruang penggorengan. Di ruang tersebut, ada seorang karyawan sedang menggoreng keripik butternut menggunakan vaccum frying dengan kapasitas produksi sebanyak 50 kilogram.
Tak lama kemudian, karyawan itu membuka kran di atas tabung penggorengan, sebuah pertanda bahwa keripik butternut telah matang.
“Untuk proses vaccum frying itu tergantung dari bahan baku. Selain bawang merah dan bawang putih, rata-rata waktunya 2,5 jam,” ucap wanita asli Sidomulyo, Kota Batu ini.
Keripik butternut yang sudah matang pun siap dikemas ke dalam kantong aluminium foil untuk ditimbang berat bersihnya.
Namun sore itu, di ruang pengemasan, seorang karyawan masih mengemas serta menimbang keripik brokoli hasil produksi siang harinya. Dan seorang karyawan lain tampak tengah menyegel kemasan-kemasan berisi keripik brokoli dengan menggunakan mesin sealing.
Kemasan berisi keripik brokoli yang telah disegel selanjutnya dibawa ke ruang pengepakan untuk dipacking ke dalam kardus berkelir coklat. “Satu kardus isinya 20 bungkus,” jelas karyawan yang bertugas mengepak kemasan-kemasan keripik bersegel tersebut.
Ya, begitulah rangkaian proses produksi Keripik Momchips di bawah naungan CV Arjuna 999 ini.
CV Arjuna 999 sendiri termasuk salah satu Mitra Binaan (MB) Program Pendanaan Usaha Mikro dan Kecil (PUMK) dari PT Pertamina Marketing Operation Region (MOR) V Wilayah Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara (Jatimbalinus) yang “naik kelas” selama tiga tahun terakhir.
Kalau dihitung total keseluruhan, tercatat sudah ada sekitar 8.621 UMK Lokal Binaan Pertamina MOR V Wilayah Jatimbalinus yang naik kelas dari tahun 1993 hingga Oktober 2021. Khusus di Jawa Timur ada 6.288 UMK atau sekitar 72 persen dari total tersebut.
Modal Rp 10 Juta dari Buyer
Sebenarnya tak pernah terpikir di dalam benak Tutik untuk memproduksi keripik buah, sayuran, serta ubi-ubian. Mulanya, dia hanya bikin keripik tempe dan rempeyek kacang.
“Saya itu ibu rumah tangga yang sehari-harinya mengurus keluarga. Setelah suami meninggal di tahun 2010, saya harus mencari kesibukan untuk mengisi waktu agar bisa bermanfaat buat orang lain, karena saya banyak waktu luang di rumah. Anak-anak semuanya sudah berumah tangga,” ungkap ibu dari tiga anak ini membuka kisah.
Akhir tahun 2011, Tutik mulai bikin keripik tempe dan rempeyek kacang. Ia coba untuk menitipkan ke toko oleh-oleh di sekitar rumahnya tapi selalu ditolak.
“Saat itulah saya sangat sedih. Tetapi penolakan itu jadi cambuk buat saya,” aku Tutik.
Tanpa sepengetahuan Tutik, salah satu anaknya kemudian membuat akun facebook untuk media pemasaran rempeyek kacang dan keripik tempe tersebut.
“Saya nggak tahu kalau rempeyek itu difoto lalu diposting ke facebook. Ternyata ada hikmahnya. Ada buyer dari Hongkong yang lihat rempeyek itu dari facebook lalu menelepon saya. Awalnya saya nggak percaya. Saya kira dikerjain teman atau adik. Tapi ternyata benar, buyer itu membeli rempeyek saya. Karena harganya cocok selang 3 jam langsung ditransfer uangnya,” kenang Tutik.
Tutik seolah ketiban durian runtuh. Nominal pre order (PO) buyer dari Hongkong bikin dia kaget. Namun kejadian itu justru menjadi titik balik bagi Tutik setelah sekalian kali ditolak di sana sini.
“Saat ambil uang transferan itu saya agak takut karena lumayan banyak. Nilainya sebesar 10 juta hanya buat rempeyek. Saat itu tahun 2012. Jadi saya dimodali dulu sama buyer itu,” terang Tutik.
Setelah uang di tangan, ia baru menyadari kalau ternyata tidak mudah memproduksi rempeyek kacang dalam jumlah besar, yang mencapai dua kwintal.
Apalagi menurutnya memproduksi rempeyek kacang lebih sulit dan ribet dibandingkan keripik tempe. Kendati begitu, walaupun tanpa senjata yang memadai, Tutik tidak mau kalah sebelum perang.
“Saya harus menghitung bahannya, bagaimana tenaganya, karena tidak seperti sekarang sudah mengerti ilmunya. Waktu itu saya bener-bener masih memulai. Belum banyak karyawan. Baru ada dua orang. Jadi, saya harus cari tambahan,” jelasnya.
Dengan penuh perjuangan, pantang menyerah, dan segala upaya disertai doa, Tutik pun mampu menyelesaikan PO dalam waktu dua pekan saja.
“Mungkin Allah telah memberikan jalan sehingga saya harus bekerja supaya punya usaha sampai sekarang. Itu yang membuat saya berani untuk mengambil keputusan sebab saat itu saya nggak ada rasa takut. Jadi, kalau memang Allah sudah mengizinkan, pasti ada jalan,” paparnya.
Namun ternyata tantangan tidak hanya berhenti pasca produksi rempeyek kacang usai. Masalah berikutnya adalah, bagaimana cara mengemas agar rempeyek kacang itu tidak hancur tatkala sampai di tangan buyer di Hongkong?
“Tetapi alhamdulillah ada jalan, saya pakai kertas kertas cacahan warna putih. Saya coba packing dulu satu karton. Saya lempar seperti perlakuan ekspedisi biasanya. Setelah itu, saya buka lagi, ternyata masih bagus. Itu yang membuat saya berani untuk kirim ke Hongkong. Akhirnya, kami pun menyelesaikan sampai sekitar 300 karton,” jelas Tutik dengan mata berkaca-kaca.
Dari peristiwa itu, Tutik merasa sangat bersyukur karena dapat belajar langsung dari pengalaman, khususnya mengenai produksi rempeyek kacang dalam jumlah besar, pengepakan, dan ekspor ke luar negeri.
“Dari buyer Hongkong selama beberapa tahun itu saya kumpulkan dan bisa untuk modal usaha sampai sekarang,” ungkapnya.
Semangat untuk Menolong Sesama
Bagi Tutik, menjadi pelaku UMKM tidak seringan membalikkan telapak tangan. Untuk bisa menjadi seperti sekarang, dia harus merasakan beratnya perjuangan dan pengorbanan.
Dia pun paham betul, bahwa dalam menjalankan usahanya, tak lepas dari rintangan, ujian maupun cobaan. “Apalagi saat pandemi seperti kemarin. Kita harus berpikir kreatif,” katanya berbagi tips.
Salah satu kreatifitas Tutik selama pandemi yaitu menciptakan varian baru seperti keripik brokoli, bawang merah, bawang putih, kacang panjang, wortel, cabai merah besar, baby buncis, bunga kol, bombai, dan lain sebagainya. Saat ini jumlah totalnya ada lebih dari 40 varian.
“Keripik brokoli sekarang ini jadi produk andalan, karena disukai semua kalangan, mulai dari anak kecil hingga orang dewasa. Bahkan sampai bisa ekspor ke beberapa negara,” ujarnya bahagia.
Ide untuk menambah varian baru sebetulnya tak muncul begitu saja. Tetapi karena ada dorongan dari keprihatinan ingin membantu petani lokal di sekitar kediamannya. Sebab, pandemi waktu itu membuat mereka sangat terpuruk.
“Selain itu, ada teman kesulitan menjual daging. Sebelum pandemi biasanya laku banyak. Beliau akhirnya minta tolong untuk dibuatkan dendeng krispi. Seolah nyambung, saat saya bikin keripik dari sayuran. Lalu muncul dendeng dari daging,” kata Tutik.
Gayung bersambut. Momen-momen lockdown selama pandemi, selain kesempatan menolong sesama, ternyata menjadi berkah untuk meraup pundi-pundi rupiah dengan menelurkan ide-ide yang out of the box.
“Produk saya juga dapat memenuhi kebutuhan lauk yang bergizi untuk masyarakat, khususnya para pelanggan. Sebab, keripik saya tidak pakai tambahan pemanis ataupun pengawet. Semua murni dari kandungan buah dan sayur,” ucapnya.
Tutik juga bersyukur, sebelum adanya lockdown, dia mendapat bantuan modal dari PT Pertamina berupa uang, yang kemudian dia gunakan untuk membeli bahan baku secara tunai kepada petani lokal di sekitar rumahnya.
Selain itu, Tutik juga memperoleh kesempatan untuk mengikuti dua pameran virtual atau online yang diselenggarakan oleh PT Pertamina, yaitu SMEXPO dan Trade Expo Indonesia selama dua tahun berturut-turut (2020 dan 2021).
“Saat pembukaan SMEXPO maupun Trade Expo tahun 2021 banyak buyer dan visitor yang suka. Karena mereka sudah tahu produk “Momchips” dari pameran tahun sebelumnya. Jadi tinggal klik saja di website atau bisa lihat media sosial,” jelas Tutik.
Ikut Program Pertamina UMKM Naik Kelas
Dihubungi terpisah, Senior Supervisor CSR dan SMEPP Pertamina MOR V Wilayah Jatimbalinus, Rusminto Wahyudi mengatakan, bahwa sebagai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL), Pertamina membuat program Pendanaan Usaha Mikro dan Kecil (PUMK).
“Kalau dulu namanya program kemitraan,” kata Rusminto kepada Hidayatullah.com, belum lama ini.
PUMK, kata Rusminto, sasaran utamanya adalah para pelaku UMKM. Lewat program ini Pertamina memberikan bantuan pinjaman modal berupa uang dengan biaya rendah, memberi pelatihan, membuka akses pasar lokal hingga internasional atau yang paling utama yaitu, mengembangkan UMKM agar naik kelas.
“Salah satu yang menyampaikan proposal untuk program kemitraan atau PUMK ini adalah Bu Hari Mastutik. Kalau tidak salah waktu pandemi. Awal tahun 2020,” ujar Rusminto.
Rusminto menegaskan bahwa Pertamina melalui program PUMK ini berkomitmen untuk berupaya maksimal mengangkat UMKM-UMKM lokal agar naik kelas.
“Pertamina akan melakukan seleksi terlebih dulu untuk menentukan UMKM mitra binaan mana saja yang siap naik kelas. Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi UMKM untuk dikatakan naik kelas, yaitu peningkatan jumlah pegawai, omset, produksi, serta pemasaran. Lalu sudah memiliki sertifikat baik terkait izin usahanya maupun izin ekspor impor,” terang Rusminto.
Ada sembilan program yang akan dilakukan oleh Pertamina untuk mewujudkan UMKM naik kelas. Pertama, pendampingan untuk sertifikasi halal, haki, serta BPOM.
Kedua, display produk UMKM mitra binaan untuk membantu memanjang produk-produk mereka di area publik seperti hotel, stasiun, bandahara, dan lainnya. Ketiga, e-learning, yaitu pelatihan secara online. Keempat, publikasi UMKM mitra binaan dengan membuat semacam artikel media sosial, broadcast berita, siaran pers, dan lainnya.
“Mungkin Anugerah Jurnalistik Pertamina ini bisa jadi salah satu media untuk mempublikasi UMKM mitra binaan Pertamina,” seloroh Rusminto.
Kelima, penjualan produk UMKM via e-commers. Pertamina akan bekerjasama dengan e commers untuk meningkatkan jumlah penjualan. Keenam, katalog SME 1.000, semacam buku yang berisi seribu UMKM mitra binaan pertamina terbaik dan sudah bekerjasama dengan Kadin.
Ketujuh, exibition atau pameran baik itu virtual maupun offline. Kedelapan hibah teknologi tepat guna untuk meningkatkan jumlah produksi dan biasanya Pertamina akan bekerjasama dengan universitas ataupun institusi yang berkompeten. Dan terakhir, yaitu UMKM Akademi.
“Setelah kita survei, ternyata usaha Bu Tutik ini punya prospek untuk dikembangkan, sehingga kita ikutkan UMKM Akademi,” ungkap Rusminto.
UMKM Akademi, kata Rusminto, termasuk salah satu program unggulan Pertamina, yaitu sebuah akselerasi untuk UMKM-UMKM berprestasi yang selanjutnya akan dibina untuk naik kelas. Salah satu agendanya yaitu mengikuti pameran virtual semacam SMEXPO yang mampu menjangkau pasar internasional.
“Dari situ, kita bisa membuka akses pasar untuk mengenalkan UMKM mitra binaan kepada buyer dari luar negeri. Bicara soal UMKM, tak sekadar bikin produk. Tapi juga harus bisa memasarkan. Jangan sampai bisa memproduksi dalam jumlah besar tapi tidak bisa memasarkan, itu percuma,” papar Rusminto.
Lebih jauh, Rusminto menjelaskan, dalam UMKM Akademi terdiri dari beberapa program, yakni go modern, go online, go digital, dan go global.
“Nah, UMKM mitra binaan akan kami klusterisasi berdasarkan program itu. Mana yang baru siap go modern, mana yang baru siap go online, atau tahapan yang paling tinggi, yaitu go global untuk UMKM-UMKM yang sudah siap ekspor. Usaha Bu Tutik masuk keempatnya,” pungkas Rusminto.*