Hidayatullah.com — Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menyesalkan tindakan represif yang dilakukan oleh aparat gabungan pada Selasa (8/2/2022) terhadap warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.
Seperti diketahui, aksi represif aparat dilakukan kepada warga Wadas yang menolak tambang batu andesit proyek Bendungan Bener.
Anwar mengungkapkan, kini negara telah berubah menjadi monster. Padahal, semestinya menampakkan sosok lembut dan mengayomi masyarakat.
“Hal ini tentu jelas sangat kita sesalkan dan sangat tidak kita inginkan,” ungkap Anwar, dalam keterangan tertulis, Kamis (10/2/2022).
“Karena dalam hal ini negara yang semestinya menampakkan sosok yang lembut dan mengayomi, tapi wajahnya malah sudah berubah menjadi monster,” ungkapnya.
Menurut Anwar, tindakan represif yang dilakukan pihak kepolisian terhadap warga Wadas tak bisa diterima. Dia mengungkap tindakan itu sudah keluar dan bertentangan dengan nilai-nilai yang ada dalam pancasila dan Undang-undang Dasar (UUD) 1945.
Anwar juga menyampaikan sepatutnya polisi dapat bertugas menciptakan rasa aman, tentram, dan damai di tengah masyarakat. Bukan sebaliknya, yakni mengambil tindakan represif, seperti apa yang terjadi di Desa Wadas baru-baru ini.
“Sehingga tindakan yang seperti ini dalam bahasa buku bisa dimasukkan ke dalam kategori teror by the state, di mana yang melakukan dan menciptakan teror dan ketakutan di tengah masyarakat itu bukanlah individu dan/atau jaringan teroris, tapi adalah negara, tempat di mana mereka sendiri tinggal,” ujarnya.
Sebelumnya, proses pengukuran lahan di Desa Wadas oleh Badan Pertanahan Nasional pada Selasa (8/2/2022), memicu ketegangan. Proses pengukuran tersebut dalam rangka proyek penambangan batu andesit yang akan digunakan untuk pembuatan Waduk Bener.
Ribuan petugas gabungan, TNI, Polri dan Satpol PP Kabupaten Purworejo yang dikerahkan untuk mengamankan jalannya proyek dilaporkan melakukan tindakan represif terhadap warga. Aparat disebut sempat menahan beberapa warga, mematikan listrik dan internet, dan upaya menghalangi pemberitaan kejadian dilaporkan terjadi.*