Hidayatullah.com–Macro Center for Political Economics, sebuah organisasi Yahudi Israel, mengeluarkan laporan yang memperingatkan Israel bahwa pada masa 20 tahun yang akan datang orang Palestina akan menjadi mayoritas di Yerusalem.
Anggota Knesset telah mendapatkan salinan laporan Macro itu beberapa hari lalu.
“Walaupun ada kebijakan perampasan tanah dan pendudukan lahan milik orang Arab sejak tahun 1976, populasi Arab akan terus bertambah.” Laporan itu menambahkan, “Dalam waktu 20 tahun orang Arab bisa menjadi mayoritas.”
Pertumbuhan warga Palestina akan terus menjadi masalah yang mengancam mayoritas Yahudi. Dan jika tidak diatasi, maka Yerusalem akan menjadi kota bagi dua negara. Demikian dikatakan oleh Macro dalam laporannya.
Sejak tahun 1976, Israel telah merampas lahan sekitar 6.000 acre atau 35% dari total luas wilayah Yerusalem.
Dituliskan dalam laporan itu, “Sebagian besar tanah yang dicaplok dari orang Palestina, digunakan untuk membangun rumah-rumah bagi warga Israel. Namun, masih diperlukan lebih banyak lagi guna mencegah kota itu (Yerusalem) menjadi milik dua negara.”
“Israel telah mencaplok sebagian besar wilayah Yerusalem, memperlebar batas wilayah kota, mengambil banyak lahan di sebelah timur kota, dan membangun lebih dari 50.000 unit rumah di tanah-tanah tersebut, yang khusus diperuntukkan bagi kaum Yahudi,” kata Dr. Roby Nathanson, Direktur Macro Center for Political Economics yang juga editor laporan.
Menteri Luar Negeri Israel sekarang, Avigdor Lieberman, mantan anggota Kach –sebuah organisasi yang dilarang Israel karena dianggap teroris, berulang kali menyatakan bahwa orang Arab adalah “ancaman demografi.”
Sebelum menjabat Menlu, ketika masih di Knesset, Lieberman menyerukan agar orang-orang Arab dan Palestina diusir keluar negeri, karena dianggapnya sebagai ancaman bagi negara Yahudi, Israel. Pernyataan tersebut berhasil membawa Lieberman, yang merupakan imigran dari Uni Sovyet, menduduki kursi Menteri Luar Negeri.
Setelah Yerusalem Timur ditaklukkan Israel tahun 1976, orang Palestina yang bertahan di sana sebanyak seperempat dari total populasi. “Namun sekarang, 35% populasi adalah orang Arab,” demikian bunyi laporan itu.
Nathanson menilai, tembok pembatas yang didirikan Israel justru menambah jumlah orang Palestina di Yerusalem. “Paradoks, sebagai konsekuensi dari pagar pembatas, Israel harus memasukkan wilayah-wilayah sekitar Yerusalem Timur ke dalam batas wilayah kota, sehingga membuat jumlah populasi orang Palestina semakin banyak.”
Laporan hasil kerja sama dengan Friedrich Ebert Foundation–sebuah yayasan di Washington–itu tidak malu-malu menyebutkan, meskipun Yahudi berusaha terus untuk menjadi mayoritas di Yerusalem, “Ada keraguan bahwa tujuan ini akan bisa dicapai.”
Menurut Danny Seidman, jika melihat proyeksi demografi, Palestina akan bisa menjadi mayoritas dalam waktu satu generasi. Dan jika dilihat sebenarnya, sekarang mereka telah hidup dalam kota yang dimiliki dua negara.
“Kami memiliki fakta sebagai berikut: tahun 1976 populasi Israel adalah 74% dari total populasi kota. Sekarang jumlahnya 65%, meskipun pemerintah berusaha keras mempercepat angka pertumbuhan orang Israel dan menghambat pertumbuhan orang Palestina. Kami gagal,” kata Seidman, jaksa yang membuat laporan itu kepada Media Line (28/10).
“Bahkan jika Anda membawa satu juta orang Yahudi, Anda tidak bisa mengubahnya… dengan segenap tenaga yang telah dikeluarkan setelah Perang Enam Hari, kita tidak bisa mengubah fakta bahwa kita tidak akan bisa melakukannya hari ini,” tegas Seidman.
Nathanson berkata, “Anda tidak bisa menciptakan mayoritas dalam demografi secara buatan, dan inilah yang coba dilakukan oleh pemerintah Israel. Anda tidak bisa memaksakan sebuah jalan keluar–Anda tidak bisa memaksa orang Palestina untuk meninggalkan kota. Dan Anda tidak bisa memaksa untuk membawa satu juta Yahudi untuk menetap di kota itu.”
Lucunya, meskipun mereka tahu bahwa mereka akan gagal, Nathanson menyarankan kepada Israel, “Anda harus melihat kenyataan dan berbuat yang terbaik untuk mengatasinya.”
Dalam laporan Macro yang dibuatnya, tertulis, “Kebijakan Israel di Yerusalem diarahkan untuk memelihara komunitas Yahudi sebagai mayoritas di kota itu, dengan berbagai cara.” [di/im/ml/hidayatullah.com]