وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجاً لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS: Ar Ruum: 21)
Ketika seorang isteri mau tinggal bersama suaminya yang berkorban demi anak dan dirinya, terik matahari, deras guyuran hujan, kesakitan demi kesakitan, tak jarang berujung kematian.Iatelahdipilih dari sekian banyak perempuan, kemudian ia balik berjuang berbakti, maka wajib bagi suami terus menaunginya. Namun jika sebaliknya maka tidak perlu dipertahankan, hal ini sangat berbahaya.
Seorang lelaki harus berprinsip, jika tidak ingindiremehkan isteri dan mertuanya, ketika dihormati maka balas hormat, dihina maka tinggalkan kemudian bertawakkal, usah menghinakan diri di hadapan para perempuan yang tidak bisa menjadi pendamping, apalagi memelas kepada manusia lemah yang membencinya atau musuh yang menguasainya.
Nabi mengajarkan umatnya hidup mulia, Allah Ta’ala pun mengharamkan hambaNya menggadaikan kehormatan di hadapan makhluk.
Ketika martabat suamisebagai kepala rumah tangga tidak dihargai dan didengar, maka tiada wibawa baginya, tak pantas para lelaki frustasi apalagi menangisi segala ujian duniawi, jika hendak menangis, maka menangislah ketika tertinggal shalat subuh berjamaah, tidak jadi berjihad, mengingat perjuangan Rasulullah dan para sahabat, tidak lancar membaca Al Qur’an, tidak khusu’ dalam shalat, tidak bisa menghilangkan kesulitan orang lain,jauh dari keberkahan maupunketaatan dan sejenisnya.
Ketika seorang Muslim sudah memiliki prinsip dan wibawa, maka ia akan mudah melangkah, ringan hidupnya, ingat! Bahwa cinta adalah pengorbanan dan kasih sayang, bukan ketika mampu disayang, namun ketika dalam kesulitan ditinggal. Ketahuilah! Allah maha adil, maka berhati-hatilah bersikap.
Ketika seorang perempuan menerima ikatan nikah seorang lelaki, maka suaminya menjadi lebih dihormati dari kedua orang tuanya, bukan berarti orang tua tidak dihormati, orang tua tetap harus dimuliakan, namun suami lebih dihormati.Ketika orang tua menyuruh kepada kedurhakaan, maka tidak wajib ditaati dan orang tua tetap diperlakukan secara ma’ruf.Kendati suami lebih dihormati, mereka hendaknya tidak melarang para isteri untuk tetap berkomunuikasi dengan orang tuanya.
Belajar dari Abu Bakar yang senatiasa meminta izin kepada menantunya yaitu Rasulullah untuk berbicara dengan putrinya Aisyah tatkala ada permasalahan rumah tangga, jika tidak diijinkan maka ia tak boleh berbicara sampai Rasulullah mengijinkannya. Hal demikian seyogyanya difahami setiap insan, karena siapa lagi yang pantas kita tauladani selain manusia terbaik yang pernah menghiasi bumi.
Ingat!
Memang benar orang tua berjasa membesarkan anaknya, namun sebagai Muslim wajib percaya dengan takdiryang sudah ada 50 ribu tahun sebelum langit dan bumi diciptakan, setiap pasangan suami isterisejatinya sudah tercatat jauh sebelum para orang tua melahirkan dan mengurusi anak-anaknya.Inilah takdir yang digariskan Tuhan.Hal ini yang kurang difahami banyak orang.Dengan demikian para orang tua tidak perlu umbar jasa untuk sebuah pembenaran, cukup memahami takdir dengan benar.
Para isteri tidak dibetulkan secara agama lebih memilih orang tuanya dari suaminya, ketika ia sudah menerima akad seorang lelaki, maka dialah yang harus dinomor satukan dari kedua orang tuanya. Beginilah Islam mengatur kehidupan berumah tangga, bahkan begitu mudahnya seorang isteri masuk surga jika ia berbakti kepada suaminya, sampai kapanpun seorang isteri wajib taat kepada perintah suami selama bukan dalam kemaksiatan.
Belajarlah dari bakti dan ketakwaan Asiyah binti Muzahim yang dipersiapkan rumah di surga yang bersuamikan manusia paling bejat di muka bumi yaitu Fir’aun, saking bejatnya kepergiannya tidak ditangisi oleh langit dan bumi. Ketahuilah! Hampir saja para perempuan diperintahkan bersujud kepada suami.
Rumah tangga adalah hubungan sakral antara dua sejoli yang terikat di dunia namun jalinannya menembus langit, saking sakralnya ikatannya disamakan dengan ikatan yang terjalin antara Allah Ta’ala dan para Nabi, begitupun antara Allah Ta’ala dan Bani Israil.
Ketika ia sudah banyak tercampuri, maka kesakralannya sudah tak bernilai, rumah tangga seperti ini lebih layak disebut rumah makan atau jajanan kaki lima di emperan perempatan, setiap orang boleh keluar masuk sesuai dengan selera dan hawa nafsunya.
Menikah diniatkan untuk terus bersatu, sampai tua kemudian mati, bukan untuk berpisah, menikah bukan hal main-main layaknya orang jual gorengan atau tahu bulat yang mudah dibolak balik. Anehnya ada saja orang tua secara tidak sadar telah mempersiapkan anaknya untuk berpisah dengan mengkadernya menjadi perempuan karir jika kelak bercerai,loh! Menikah saja belum tapi sudah berpikir ke arah sana, bahkan dengan terang-terangan menyuruh anaknya untuk menceraikan suaminya lantarantuntutan materi,belum dikarunia momongan, dengki, berbeda kepentingan dan masalah yang bersifat dunia lainnya. Alamak, hal ini sungguh tidak dibenarkan.
Ketahuilah para isteri! Suami Anda lebih berhak dari orang tua Anda, jika hal ini benar-benar terjadi, maka para suami hendaknya segera beritahukan keluarga terdekat atau laporkan kepada pihak berwenang karena hal ini sangat bertentangan dengan hukum positif yang berlaku di negeri ini, terkecuali jika sang isteri tidak memperjuangkan usaha suaminya dan lebih memilih keluarganya, maka para suami usah ragu untuk melepaskannya dan melangkah memulai kehidupan baru.
Al Qur’an dengan tegas membahas, bahwa setiap rencana buruk seseorang pasti akan kembali kepada yang merencanakannya, bahkan Allah Ta’ala akan memasukkannya ke dalam kehinaan di dunia maupun di akherat sebagaimana kaum Nabi Ibrahim yang telah membakarnya. Ingatlah para perencana buruk! Allah Ta’ala adalah sebaik-baik perencana, maka berencanalah yang baik-baik.
Seorang Muslim jangan terlalu mencintai dunia, karena hal itu pangkal segala kebinasaan, bukan berarti kita tidak butuh dunia, namun cerdaslah memahami dengan jangan menjadikan dunia sebagai orientasi terbesar mengalahkan akherat.
Ketika seseorang sudah menautkan segala urusannya hanya kepada AllahTa’ala, meyakini tiada kekuatan selainNya, maka Allah Ta’ala akan bukakan jalan kemudahan sebagai kompensasi dari ketakwaannya. Jika setiap langkah dilakukan karena Allah, maka tidak ada istilah rugi, hilang,dan menyesal ketika seseorang teguh dengan prinsipnya.
Rumah tangga sakinah, mawaddah dan penuh rahmat membangunnya bukan dengan berhayal seperti kebanyakan kehidupan kaum alay yang pandai berkata-kata dan menyihir jutaan pasang mata, namun denganperubahan sikap,ketulusan berdoa, perjuangan dan memahami fiqih pernikahan maka hal itu dapat terwujud, adapun kehidupan yang jauh dari ilmu pengetahuan dan redho Allah Ta’ala, maka mustahil rumah tangga samara terwujud, sekali lagi mustahil!
Kehidupan suami isteri sering disebut “rumah tangga”, karena memang dalam menaikinya ada naik turun, pasang surut,gesekan, tantangan, pelbagai ujian,dan sekelumit permasalahan lainnya yang disebut sebagai bumbu penyedap. Bukan rumah tangga namanya jika tidak ada masalah.Ketika matipun masalah tetap datang.Maka bersyukurlah dalam setiap keadaan dan usah banyak berkeluh kesah.
Masalah sebesar apapun dalam rumah tangga sebaiknya dicarikan solusi, bukan dibesar-besarkan, kemudian saling menyalahkan, merasa paling benar.Mencintai isteri karena AllahTa’ala, begitupun mencitai suami karenaNya. Jika landasannya bukan karenaNya, maka masalah akan bertambah besar tanpa ada jalan keluar dan berujung pada penyesalan.
Saat seseorang mengalami masalah keluarga, kadang kala kita dapati ada saja pihak yang mendukungnya untuk segera menuju meja hijau padahal belum ada dialog antar kedua belah pihak.Alangkah sayangnya jika kejadian seperti ini banyak terjadi di masyarakat atau bahkan di lingkungan terdekat.
Yang harus kita lakukan bukan mendukung apalagi mengompori agar segera berpisah tanpa mengetahui sebabnya terlebih dahulu, tapi sebagai seorang Muslim seyogyanya untuk bisa menjadi juru damai sesuai dengan petunjuk Al Qur’an di Surat An Nisaa ayat 35.
وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُواْ حَكَماً مِّنْ أَهْلِهِ وَحَكَماً مِّنْ أَهْلِهَا إِن يُرِيدَا إِصْلاَحاً يُوَفِّقِ اللّهُ بَيْنَهُمَا إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلِيماً خَبِيراً
“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam[juru damai] dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan.jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”*/Guntara Nugraha Adiana Poetra, dosen Komunikasi & Penyiaran Islam Fakultas Dakwah Universitas Islam Bandung (UNISBA)