SIANG itu, Ummu Abdullah, sebut saja namanya demikian, baru tiba di rumah. Sepagi tadi ia disibukkan dengan urusan mengajar di luar rumah. Sambil menanggung lelah yang masih terasa, ternyata ia mendapati rumahnya seperti bongkaran kapal pecah.
Di mana-mana mainan anak berhambur tak karuan. Teras rumah penuh dengan mainan masak-masakan. Mulai dari pasir, air, daun-daunan, beras, tanah, semuanya terserak begitu saja di lantai.
Beranjak ke dalam, segala jenis buku seperti disulap, kini menjadi bangunan rumah-rumahan.
Di dapur lain lagi persoalannya. Ruang yang terletak di pojok belakang rumah itu kini disesaki dengan piring dan gelas kotor. Belum lagi tumpukan pakaian kotor yang juga berserak menggunung.
Kini, Ummu Abdullah hanya bisa lemas. Baginya tak mudah menjadi ibu rumah tangga dengan lima orang anak yang masih kecil-kecil. Butuh kesabaran dan tenaga ekstra untuk menjalankan fungsi mendidik anak, mengurus, suami, dan tetap beraktifitas mengajar di luar. Terkadang tenaga, fikiran, emosi seperti teraduk dengan pemandangan di atas. Apalagi kalau bukan ia harus bersabar menjalaninya. Toh, mereka semua adalah anak-anakku yang kusayangi selalu. Demikian Ummu Abdullah membatin.
Menjadi wanita sebagai rabbatul bait (manajer rumah tangga), tidaklah semudah membalik telapak tangan. Meski setiap waktunya berganjar pahala, tetap saja hal itu butuh kesabaran dalam menjalaninya.
Lihatlah, menyapu kotoran, mengumpul sampah, merapikan buku, mengelap air yang berceceran di lantai, mencuci piring, menyiapkan pakaian bersih, memasak dan setumpuk pekerjaan rumah yang tak pernah ada habisnya. Semuanya merupakan kebaikan sekaligus tantangan kesabaran dalam menjalaninya. Sedikit saja keliru dalam menyikapinya, alamat perang dunia ketiga terjadi dalam rumah tersebut. Ladang kebaikan itu seketika bisa menjadi prahara yang tak berujung di tengah keluarga.
Abu Musa al-Asy’ari meriwayatkan, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Setiap Muslim hendaknya bersedekah. Para sahabat bertanya: Bagaiamana jika tidak punya sesuatu apapun untuk disedekahkan? Nabi menjawab: Bekerja dengan tangannya, sehingga bermanfaat bagi dirinya dan bersedekah. Sahabat bertanya lagi: Jika tidak mampu? Nabi menjawab: Hendaknya membantu orang lain yang memerlukannya. Sahabat bertanya lagi: Jika tidak mampu? Nabi menjawab: Hendaknya ia menyeru kepada kebaikan. Para sahabat bertanya lagi: Jika tidak mampu? Nabi menjawab: Hendaklah ia menahan diri dari keburukan, karena sesungguhnya itu adalah sedekah.”
Semudah itukah mendulang pahala sedekah? Hanya sekedar menahan diri dari keburukan saja?
Jawabannya, jika hati mampu mengalahkan nafsu amarahnya niscaya ia akan dimudahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk meraih kemuliaan tersebut. Baginya mengalir pahala yang melipat bernama amal jariyah. Sebaliknya, ketika nafsu yang mendominasi akal, maka yang terjadi adalah keburukan dan keburukan selalu. Sebab menghardik anak bahkan mengayunkan tangan memukul itulah yang melenyapkan semua pahala kebaikan yang telah dijanjikan tersebut.
Kuncinya adalah Tersenyum
Tersenyumlah meski mendapati rumah dalam keadaan berantakan. Tersenyumlah meski keletihan seharian telah meremuk tulang dan persendian. Tersenyumlah sambil besuara lembut dan berkata halus dengan mata berbinar kepada anak-anak kita. Tersenyumlah dengan menyambut mereka dengan pelukan. Tersenyumlah sambil menatap mereka dengan riang. Yakinlah segala kelelahan dan kepayahan tersebut akan sirna dengan sendirinya.
Menjadi ibu rumah tangga adalah pekerjaan mulia bagi setiap wanita. Ada bahagia yang membuncah melihat anak-anak bisa bermain dengan bahagia. Terakhir, satu hal yang pasti, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam telah membuka pahala bernilai jihad bagi setiap wanita.
Anas bin Malik mengisahkan, seorang wanita menemui Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam dan berkata: “Wahai Rasulullah, laki-laki memiliki keutamaan dan mereka juga berjihad di jalan Allah.
Apakah bagi kaum wanita bisa mendapatkan amalan jihad di jalan Allah? Rasulullah menjawab: “Barangsiapa di antara kalian yang tinggal di rumahnya maka dia mendapatkan pahala mujahid di jalan Allah.” Subhanaallah.*/Maftuha, pengajar STIS Putri, Balikpapan