“Aku kemarin puasa, tapi lemes banget, Aisy jadi rewel dan diare,” seorang ibu muda mengungkap alasannya tidak berpuasa di bulan Ramadhan.
“Aku juga begitu. Aku suka iri melihat suami berpuasa. Kadang tiba-tiba amanah membesarkan anak ini jadi beban yang berat,” sambung ibu di sebelahnya. Ia mengaku bayinya berusia 2 bulan saat ini.
Ilustrasi dialog di atas biasa terjadi di kalangan ibu muda. Muslimah yang telah menikah dan dikaruniai anak akan merasakan kedua ibu muda tersebut.
Hamil dan menyusui adalah dua kondisi yang kerap dihadapi oleh kalangan ibu-ibu. Sebuah kewajiban satu paket yang sulit ditinggalkan oleh seorang ibu Muslimah dalam menjalankan berbagai ibadah.
Termasuk ibadah puasa di bulan Ramadhan, tak sedikit yang terbentur dengan kewajiban di atas. Mereka berbuka bukan karena enggan berpuasa, tapi keadaan fisik saat hamil terlebih lagi di trimester pertama menyebabkan mereka harus berbuka.
Begitu pula saat menyusui, jika anaknya masih harus mendapatkan ASI eksklusif,biasanya bawaan sang ibu merasa lapar terus menerus, karena sumber asupan anak hanya berasal dari ibunya.
Berbeda jika anaknya telah masuk usia mendapatkan Makanan Pendamping ASI (MPASI).
Allah berfirman:
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” [QS; Luqman: 14]
Dalam ayat di atas, kehamilan dan menyusui yang digambarkan sebagai kepayahan di atas kepayahan. Keduanya bukanlah keadaan yang dibuat-buat atau sekadar kemanjaan wanita.
Terkait hukum fiqh, para ulama menerangkan secara detail soal hukum puasa untuk wanita hamil dan atau menyusui. Berikut penjelasan secara ringkasnya:
Pertama, mereka berbuka, memberi makan (membayar fidyah), dan mengqadha. Hal ini sesuai pendapat Imam Malik, Asysyafi’I, Ahmad dan Sufyan.
Kedua, mereka berbuka, memberi makan (membayar fidyah), dan tidak mengqadha, kecuali jika mereka ingin tetap menggantinya. Ini dikatakan Ishaq.
Ketiga, mereka berbuka dan mengqadha tanpa membayar fidyah. Imam Al-Auza’i menyamakan kondisi mereka dengan houkum musafir dan orang sakit.
Keempat, mereka berbuka tanpa kewajiban mengqadha ataupun fidyah. Pendapat ini dipegang oleh Ibnu Hazm yang berdalih tidak ada dalil khusus yang menjelaskan tentang keadaan mereka.
Kelima, mereka berbuka dan membayar fidyah. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Ibnu Umar, Ibnu Abbas.
Demikian ringkasan yang diambil dari buku Ahkaam an-Nisaa fi Suaal wa Jawaab, Al-Mausuu’ah al-Fiqhiyyah al-Muyassarah fi Fiqh al-Kitab wa as-Sunnah al-Muthahharah, www.ahlalhdeeth.com.
Kemudahan Syariat
Jika boleh memilih, seorang ibu Muslimah jamak memilih berpuasa daripada tidak berpuasa di bulan Ramadhan.
Bagi seorang mukmin, dapat menjalankan puasa Ramadhan adalah kenikmatan yang tiada duanya. Sebuah kesempatan langka yang hanya datang sekali dalam satu tahun.
Tapi, bagi seorang wanita yang diberi amanah untuk mengandung dan menyusui, mereka mendapat keringanan tidak berpuasa.
Dikhawatirkan fisik mereka tidak kuat jika harus berpuasa, atau mereka kuat tapi berdampak buruk pada janin dan bayi yang disusuinya.
Selanjutnya mereka bisa mengqadha puasa di hari lain. Mereka juga dapat berpuasa jika usia kehamilan memasuki trimester kedua atau ketiga, saat dimana seorang wanita hamil tidak terlalu merasa payah lagi.
Begitu juga wanita menyusui, jika anaknya sudah mendapatkan asupan selain ASI dan memungkinkannya untuk berpuasa, maka dia wajib berpuasa.
Jika tidak memungkinkan berpuasa sebulan penuh, dan mengqadha di hari lain dirasa berat, karena berturut-turutnya masa kehamilan dan menyusui, cukup baginya membayar fidyah.
Karena syariat Islam bukan suatu yang memberatkan. Sebaliknya Islam adalah ajaran yang mudah bagi penganutnya.
Sekali lagi bukan karena tak mau wanita hamil dan menyusui menjalankan puasa, tapi karena janin dan bayinya mengharuskannya berbuka.*/Sarah Zakiyah, ibu rumah tangga di Depok, Jawa Barat