Oleh: Henny (Ummu Ghiyas Faris)
MINGGU lalu, masyarakat Indonesia disodori sebuah acara tak beradab dari sebuah program acara Super Trap di statiun Trans TV. Acara pada hari Ahad malam, tepat jam 20.00 WIB (25/11/12) bertema tentang “WC Umum”. Bayangkan, jika Anda termasuk salah seorang di yang ‘dikerjain’ di tayangan itu. Di mana ketika Anda menggunakan toilet untuk urusan sangat ‘pribadi’ buang hajat, misalnya, lalu dengan tiba-tiba, toilet terangkat ke atas. Sontak, pasti langsung kelabakan. Apalagi jika direkam kamera dan dilihat orang yang melintas.
Apapun alasannya, meski kru mengatakan, saat penayangan masih disensor –bahkan dalam tayangan para “korban” menyatakan senang di akhir acara– kegiatan ini tetap tidaklah beradab. Hiburan dengan merekam aktivitas pribadi itu sungguh sebuah kebobrokan moral.
Sungguh perbuatan pelecehan, apalagi adalah salah satu korbannya pengguna jilbab.
Alih-alih membuat penonton tertawa, tayangan Super Trap edisi Minggu kemarin mendapat banyak hujatan itu dan dikecam masyarakat.
Keresahan Masyarakat
Tayangan Super Trap yang memasang kamera di toilet memang melanggar norma. Tayangan ini menimbulkan keresahan di masyarakat. Hal ini terlihat dari banyaknya pengaduan masyarakat ke kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Keresahan masyarakat adalah dampak bahwa ada trauma publik dengan tayangan Super Trap lalu. Ada dua hal trauma yang dialami masyarakat atas tayangan ini;
Pertama, publik akan trauma menggunakan fasilitas umum karena akan merasa tidak nyaman saat sedang menggunakan toilet umum akan mengalami kejadian serupa yang terjadi di tayangan Super Trap.
Kedua, membuat publik mendapat contoh dan inspirasi untuk melakukan kejahilan serupa terhadap orang lain. Bisa saja terjadi ada oknum-oknum tertentu melakukan kejahilan dengan meniru tayangan Super Trap.
Trauma ini akan menjadikan masyarakat merasa tidak nyaman apabila berada di ranah publik, terutama bagi kaum perempuan yang seringkali menjadi korban pelecehan seksual.
Akar Masalah
Tayangan Super Trap yang tidak beradab adalah dampak dari merebaknya sistem ‘kebebasan yang kebablasan’ yaitu sekuler-liberal yang semakin merajalela di negeri ini. Logika kaum liberal yang mendikotomikan antara wilayah private dan wilayah publik itu sebenarnya logika primitif, yang di negara-negara Barat sendiri sudah kadaluwarsa.
Sejak lama manusia sudah paham, bahwa kebebasan individu selalu akan berbenturan dengan kebebasan publik. Karena itulah, di negara-negara Barat yang memuja sekuler-liberal, ada peraturan yang membatasi kebebasan manusia yang memasuki dan mengatur wilayah private, baik dalam tayangan TV, pakaian, minuman keras, dan lain sebagainya.
Ada kode etik dalam setiap jenis aktivitas manusia. Tidak bisa atas nama kebebasan, orang berbuat semaunya sendiri. Masalahnya, karena peradaban Barat adalah peradaban tanpa wahyu Allah Subhanahu Wa Ta’aala, maka peraturan yang mereka hasilkan tidak berlandaskan pada wahyu, tetapi pada kesepakatan akal manusia. Karena itu, sifatnya menjadi nisbi, relatif, dan fleksibel. Bisa berubah setiap saat, tergantung kesepakatan dan kemauan manusia.
Contohnya dalam satu tayangan Super Trap ini, tayangan itu dianggap satu bentuk kreatifitas, dan bukan pornografi. Padahal, tayangan yang dipamerkan untuk umum itu jelas-jelas mempertontonkan aurat si korban kejahilan tersebut.
Apakah si pembuat acara itu tidak berpikir, jika yang menjadi korban itu diganti oleh dirinya sendiri atau keluarganya. Apakah itu juga kreatifitas? Jika memang masih dianggap satu bentuk kreatifitas, mestinya tidak ada bagian tertentu yang ditutup dengan camera emoticon.
Dalam tradisi Yunani, yang menjadi akar liberalisme seni di Barat, patung-patung para dewa pun ditampilkan telanjang bulat dengan alat vital terbuka. Kenapa si pembuat acara itu masih tanggung dalam memuja liberalisme? Apa landasan yang menyatakan alat vital tidak boleh dipertontonkan di muka umum ? Jika alasannya adalah tidak etis, maka suatu ketika dan di satu tempat tertentu, misalnya di klub-klub, alat vital manusia pun wajib dipertontonkan, karena mengikuti kehendak dan selera umum.
Dalam Islam, nilai etika/syakhsiyyah bersifat permanen dan tidak berubah. Batas aurat wanita dan laki-laki jelas batasannya. Mana dan kapan boleh diperlihatkan juga diatur dengan jelas oleh syara’, baik melalui ayat-ayat Al-Quran maupun hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Pornografi dan pornoaksi adalah aktivitas yang terkait erat dengan promosi perzinahan yang secara keras dilarang oleh al-Quran. Kecuali, seorang dokter yang memeriksa bagian aurat tertentu dari pasien atau mayat manusia, dengan tujuan medis, tidak masuk dalam kategori pornografi atau pornoaksi. Ini tentu berbeda dengan yang secara sengaja mempublikasikan tayangan-tayangan erotis dalam berbagai acara televisi.
Paham kebebasan sekuler-liberalis dalam berbagai bidang, memang semakin gencar dicekokkan kepada masyarakat Indonesia. Kaum Muslim Indonesia kini dapat melihat, bagaimana destruktif dan jahatnya paham ini.
Jika kreativitas suatu tayangan televisi dijadikan sebagai standar nilai, maka akan terjadi kekacauan hidup. Siapa yang menentukan kreativitas itu baik atau buruk? Apakah semua kreativitas tayangan televisi adalah baik? Tentu saja tidak. Inilah saat ini yang sedang gencar masuk alam pikiran keluarga dan anak-anak kita semua.
Kreativitas tayangan televisi memang penting tapi harus yang edukatif, dan kebenaran nilai-nilai Islam adalah sesuatu yang pasti yang harus ditunaikan oleh seluruh ummat manusia. Sudah saatnya kaum muslim memerangi hal-hal yang tidak beradab yang hanya membawa dampak keburukan pada manusia.Wallahu A’lam Bis-Shawaab!
Penulis adalah pemerhati masalah keluarga, www.ummughiyas.blogspot.com