PERNAHKAH kita ucapkan terima kasih kepada ayah dan ibu tercinta? Mengapa? Untuk apa?
Dulu sewaktu kecil atau saat beranjak dewasa atau mungkin belum pernah sama sekali mengucapkannya.
Sahabat. Sosok ayah mungkin teralu keras, cuek, dan tidak sehangat seperti ibu. Tetapi dari semua ungkapan itu sosok ayahlah yang paling mengerti. Mengapa?
Karena dia yang akan diam-diam membela kamu untuk memenuhi keinginanmu. Ingatkah kita meminta sesuatu kepada ibu dengan merengek? Saat itu ibu hanya bilang iya, tapi tidak sekarang ya. Setelah itu kamu kembali merengek. Lalu diam-diam ayah mengetahuinya dan dia mulai bekerja keras pulang hingga larut malam. Dia berbisik kepada ibu ini untuk anak kita.
Kian hari kita melihatnya semakin renta dengan uban yang memenuhi kepalanya.Tenaga perkasanya semakin melemah, hanya tersisa keriput yang menandai bahwa ia semakin renta. Lalu kita membiarkannya untuk terus bekerja keras dan menikmati hasilnya. Dia tidak pernah menuntut balasan atas apa usaha yang dialakukan untuk kita.
Berbeda dengan ayah, sosok ibu yang hangat memberikan pengertian dan kenyamanan.Dia selalu memberikan masukan dan motivasi, khawatir terhadap keadaan kita dan mendengarkan segala keluh kesah kita.
Di usianya yang semakin senja, sifat ibu tidak berubah untuk lebih mementingkan anaknya ketimbang dirinya sendiri yang semakin renta.
Di setiap malam dia berdo’a agar anaknya bisa mewujudkan mimpi-mimpi besarnya yang dia selalu utarakan.
Pernahkah kita berkata dan berlaku kasar kepadanya?Berteriak, memaki, bahkan mengancamnya.
Memang mereka tidak menunjukkan sikap kekecewanya, mereka menyembunyikannya dengan sangat rapat.Tetapi Sahabat, sadarlah bahwa kita melukai perasaannya.
Sahabat, memang di dalam Islam kedudukan orang tua, terutama Ibu sangatlah mulia.
Dari Abu Hurairah ra, beliau berkata:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Sosok ayahpun mempunyai peran penting bagi kita.Sering kali kita tidak menyadari peran penting seorang ayah, ya, sosok ayahlah sebagai alasan atau perantara kita terlahir dan menikmati dunia ini, dan ayahlah yang melindungi keluarganya dengan sepenuh hati dan sekuat tenaga.
Sahabat, masih ingatkah saat kita berlatih sepeda? Siapakah yang mengajari kita dengan penuh semangat? Siapa yang menolong kita saat terjatuh menaiki sepeda? Siapa pula yang mengajari kita untuk terus berusaha menaiki sepeda kembali? Ya jawabannya itu semua adalah Ayah.
Yuk. simak bagaimana keutamaan-keutamaan ayah dan ibu di dalam Al-Qur’an:
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيماً
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.”(QS: Al Isra’: 23)
وَاعْبُدُواْ اللّهَ وَلاَ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئاً وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun.Dan berbuatbaiklah kepada dua orang ibu-bapak.” (QS: AnNisa’: 36)
قُلْ تَعَالَوْاْ أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلاَّ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئاً وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً
“Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuatbaiklah terhadap kedua orang ibu bapa.” (QS. Al An’am: 151)
Larangan durhaka kepada orang tua
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:
أكبرُ الكبائرِ : الإشراكُ بالله ، وقتلُ النفسِ ، وعقوقُ الوالدَيْنِ ، وقولُ الزورِ . أو قال : وشهادةُ الزورِ
“Dosa-dosa besar yang paling besar adalah: syirik kepada Allah, membunuh, durhaka kepada orang tua, dan perkataan dusta atau sumpah palsu.” (HR. Bukhari-Muslim dari sahabat Anas bin Malik).
Taukah Sahabat, sikap-sikap kita dapat dikategorikan durhaka apabila kita melakukan:
- Mengucapkan perkataan yang menunjukkan tidak suka, seperti “ah” atau semacamnya, dan demikian juga membentak dan bersuara keras kepada orang tua
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيماً
“Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.“ (QS: Al-Isra’ : 23)
- Mengucapkan perkataan atau melakukan perbuatan yang menyebabkan orang tua bersedih hati, apalagi sampai menangis
‘Umar berkata: “Tangisan kedua orang tua termasuk kedurhakaan yang besar.” (HR. Bukhari)
- Mencela orang tua, baik secara langsung maupun tidak langsung
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مِنَ الْكَبَائِرِ شَتْمُ الرَّجُلِ وَالِدَيْهِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ يَشْتِمُ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ ؟ قَالَ : نَعَمْ يَسُبُّ أَبَا الرَّجُلِ فَيَسُبُّ أَبَاهُ وَيَسُبُّ أُمَّهُ فَيَسُبُّ أُمَّهُ
Dari Abdullâh bin ‘Amr bin al-‘Ash, bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Termasuk dosa besar, (yaitu) seseorang mencela dua orang tuanya,” mereka bertanya, “Wahai Rasûlullâh, adakah orang yang mencela dua orang tuanya ?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya, seseorang mencela bapak orang lain, lalu orang lain itu mencela bapaknya. Seseorang mencela ibu orang lain, lalu orang lain itu mencela ibunya.” [HR al-Bukhâri, no. 5 628; Muslim, no. 90).*/Rita Puspasari (Bersambung)