Hidayatullah.com | SAAT ini kita menghadapi ujian wabah yang tentunya bagi seorang muslim dalam menghadapi kondisi yang demikian memiliki sikap yang jelas.
Sikap seorang mukmin dalam menghadapi kondisi ini tentu mendahulukan perasangka baik terhadap Allah, bahwa semua yang terjadi adalah ketentuan Allah yang harus diterima. Sebagai konsekwensi ketundukan dan kepatuhan.
Maka bagi mukmin tidak ada ungkapan terbaik yang dia ucapkan kecuali keridhoan, yaitu;
قدر الله وما شاء فعل
“Ini adalah takdir Allāh, dan apa yang Dia kehendaki, itulah yang Dia lakukan.”
Sembari menyadari bahwa, musibah tentu tidak datang kecuali ada sebab yang melatarinya. Apakah itu dosa, atau memang ujian untuk menambah kadar iman. Hanya Allah yang tau.
Ujian itu kepastian, lambat atau cepat kadar iman pasti akan di uji, kualitas iman hanya bisa bertahan, jika kita ridho terhadap ketentuan Allah tersebut. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوفْ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الأَمَوَالِ وَالأنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ , الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُواْ إِنَّا لِلّهِ وَإِنَّـا إِلَيْهِ رَاجِعونَ . أُولَـئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَـئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun” (segala sesuatu milik Allah dan kembali kepada Allah). Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS: Al-Baqarah: 155-157).
Sikap seorang mukmin adalah menyerahkan segala urusan kepada Allah seluruhnya, karna Allah yang maha mengetahui. Maka Allah pasti telah menetapkan sesuatu yang memiliki hikmah dibaliknya.
Nabi ﷺ bersabda:
عَجَبًا لِلْمُؤْمِنِ !! لَا يَقْضِي اللَّهُ لَهُ شَيْئًا إِلَّا كَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh menakjubkan seorang mukmin. Tidaklah Allah menetapkan kepadanya sesuatu kecuali itu merupakan kebaikan baginya.“ (HR: Ahmad).
Sesuatu yang kita kerjakan mungkin saja baik menurut kita dari sisi proses, tapi tidak baik menurut Allah dari sisi hasil. Karenanya, tugas kita hanya menjalankan prosesnya, tapi Allah jua lah yang menentukan hasilnya.
وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS: Al-Baqarah: 216).
Wabah adalah ujian yang menguatkan jika kita bisa memetik hikmahnya, bahwa ujian dari Allah itu bukan untuk melemahkan, justru merupakan alat penambah daya bagi iman. Orang yang dianugerahkan padanya kenikmatan dunia, bukan berarti Allah menyayanginya. Pun sebaliknya, siapa yang ditimpa musibah bukan berarti Allah menghinakannya. Keduanya hanyalah masa yang dipergilirkan bagi manusia.
فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ (15) وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ
“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata: “Tuhanku menghinakanku.“ (QS: Al-Fajr : 15-16).
Kehidupan ini sangat fana sehingga Allah perlu mengingatkan kita, untuk tidak terlalu bersedih dengan ujian, dan juga tidak terlalu larut dalam kebahagiaan.
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS: Alam Nasyroh: 5)
Allah sampai mengulang ayat ini hingga dua kali untuk memastikan bahwa kondisi ini pasti.
إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS: Alam Nasyroh: 6)
Ujian Ramadhan
Semua kondisi itu amat mudah bagi Allah untuk mengubah putaran rodanya, dan sangat mudah bagi Allah melakukannya. Allah berfirman,
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ (22) لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آَتَاكُمْ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ (23)
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS: Al Hadid: 22-23)
Ujian itu ibarat seorang ayah bagi anak, tugasnya adalah mengingatkan, dan menuntun agar tetap berada pada jalan yang semestinya. Tapi yang pasti, dan harus kita yakini sebagai bagian dari akidah yang sohih, bahwa apapun yang Allah tetapkan tak ada yang mahluk yang bisa merubahnya. Rasulullah ﷺ bersabda;
وَتَعْلَمَ أَنَّ مَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ وَأَنَّ مَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَكَ
“Hendaklah engkau tahu bahwa sesuatu yang ditakdirkan akan menimpamu, tidak mungkin luput darimu. Dan segala sesuatu yang ditakdirkan luput darimu, pasti tidak akan menimpamu.”
Namun Allah itu maha adil, keadilannya senantiasa mampu mengukur beban ujian yang sanggup dihadapi oleh iman setiap orang. Karenanya Allah telah pastikan bahwa takkan ada yang akan dizolimi oleh ketentuan Allah. Sebab itulah Allah pastikan satu hal bahwa, ujian itu,
لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”.
Namun yang lebih penting untuk menjadi perhatian. Selain kita sedang menghadapi ujian wabah, kita juga akan menghadapi ujian Ramadhan. Bahkan bisa jadi kita akan melewati dua kondisi ini dalam waktu yang bersamaan.
Ramadhan pada hakikatnya merupakan ujian kesabaran yang menuntut seorang muslim untuk mensikapi keberadaannya dengan kesungguhan.
Perlu diketahui bahwa sabar itu ada tiga macam yaitu, sabar dalam melakukan ketaatan kepada Allah, sabar dalam meninggalkan yang haram, dan sabar dalam menghadapi takdir yang terasa menyakitkan.
Menariknya bahwa ketiga macam bentuk sabar ini, semuanya terdapat dalam amalan puasa. Dalam puasa tentu saja di dalamnya ada bentuk melakukan ketaatan, menjauhi hal-hal yang diharamkan, juga dalam puasa seseorang berusaha bersabar dari hal-hal yang menyakitkan seperti menahan diri dari rasa lapar, dahaga, dan lemahnya badan. Itulah mengapa amalan puasa bisa meraih pahala tak terhingga sebagaimana sabar. (Lihat Lathoiful Ma’arif karya Ibnu Rajab, hal. 268-269)
Karenanya Ibnu Rajab Al Hambali semoga Allah merahmati beliau yang mengatakan, ”Puasa adalah bagian dari ujian kesabaran”. Oleh karena itu siapa yang bersabar dengan ujian wabah, juga bersabar dalam menjalankan perintah puasa. Menahan diri dari apa yang diharamkan Allah baginya, maka keduanya akan mendapatkan pahala tanpa batas sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS: Az Zumar: 10)
Ujin wabah dan Puasa Ramadhan, keduanya adalah ujian yang mengantar kita untuk senantiasa bersabar. Karenanya, pada keduanya ada pahala yang dijanjikan oleh Allah, sebuah ganjaran pahala yang jumlah bilangannya tak terhingga. Dari Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda;
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ. وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
“Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.” (HR: Muslim no. 1151)
Bertemunya dua ujian, antara wabah dan puasa ramadhan, justru merupakan tantangan tersendiri bagi orang yang beriman untuk lebih bersemangat meraih pahala berlipat ganda yang telah disiapkan bagi orang yang senantiasa bersabar atas ketentuan Allah.*/ Naser Muhammad