Oleh: Muhaimin Iqbal
KETIKA Thomas Malthus mengeluarkan teorinya (1798) bahwa populasi dunia tumbuh secara deret ukur (1,2,4, 8 dst…) sedangkan sumber daya kehidupan tumbuh secara deret hitung (1,2,3,4 dst…), saat itu penduduk dunia belum mencapai 1 Milyar. Gara-gara teori tersebut, timbul pemikiran yang ganjil dari Thomas Malthus ini – bahwa tidak ada gunanya mengentaskan kemiskinan – karena bila si miskin tambah makmur, dia akan menambah anak dan problem kekurangan sumber daya kehidupan akan semakin serius.
Pemikiran Thomas Malthus yang ganjil tersebut kemudian menjadi justifikasi bagi Karl Marx, Lenin dan teman-temannya – untuk menentang kapitalisme. Menurut mereka ini justru itu perlunya sumber daya-sumber daya kehidupan yang terbatas tersebut untuk dibagi sama rata dan sama rasa agar cukup bagi semua.
Separuh saja dari teorinya Thomas Malthus yang mendekati kebenaran , yaitu bahwa penduduk bumi tumbuh secara deret ukur. Dua tahun setelah teori tersebut penduduk bumi mencapai 1 Milyar pertama (1800), ini adalah hampir 12,000 tahun sejak peradaban manusia mengenal pertanian menetap. Sejak saat itu jumlah penduduk bumi melesat dengan cepat seiring dengan peningkatan kemakmurannya.
130 tahun kemudian penduduk bumi mencapai 2 milyar (1930), 30 tahun kemudian mencapai 3 milyar (1960), 15 tahun kemudian mencapai 4 milyar (1975), 12 tahun kemudian mencapai 5 milyar (1987), 12 tahun kemudian mencapai 6 milyar (1999) dan 12 tahun kemudian mencapai 7 milyar (2011). Lihat kelipatan ini, 12.000 tahun untuk mencapai jumlah 1 milyar dan hanya perlu sekitar 200 tahun kemudian untuk mencapai 7 Milyar! Dengan pertumbuhan seperti ini penduduk bumi akan mencapai 8 Milyar sebelum tahun 2023!
Sisi pertumbuhan populasi bumi secara deret ukur tersebut nampaknya akan terbukti tetapi sisi sumber daya kehidupan ternyata juga tetap cukup untuk menopang kehidupan penduduk bumi yang kini sudah lebih dari 7 Milyar dan akan segera mencapai 8 milyar ini. Artinya sisi lain teori Thomas Malthus bahwa penopang kehidupan yang tumbuh secara deret hitung terbukti tidak benar, penduduk bumi secara kumulatif ternyata tidak berkurang kemakmurannya kini dibandingkan dengan ketika teori Malthus tersebut dikeluarkan lebih dari dua abad lalu – ketika penduduk bumi belum mencapai 1 Milyar pertamanya.
Tetapi kecukupan penopang kehidupan bukan berarti tanpa masalah. Dengan pola ekonomi yang dikendalikan kapitalisme sekarang, rata-rata penduduk negara maju seperti Amerika menyerap sumber daya kehidupan di bumi 32 kali lebih banyak dari yang diserap rata-rata penduduk negeri miskin seperti Kenya misalnya . Sumber daya kehidupan yang disedot mereka ini meliputi pangan, air, energi, mineral, hasil tambang dlsb.
Jadi masalahnya jelas, bukan sumber daya kehidupan di bumi yang tumbuh secara deret hitung sehingga tidak bisa mengejar pertumbuhan populasi yang tumbuh secara deret ukur – tetapi lebih pada masalah distribusi sumber daya tersebut yang tidak dilakukan secara adil.
Berbagai sistem mulai dari keuangan, perdagangan, standar industri, teknologi dlsb. diciptakan untuk mengunggulkan segelintir orang atau kelompok terhadap mayoritas penduduk bumi. Negeri-negeri yang memiliki sumber daya alam melimpah, tidak jaminan bahwa mereka yang paling makmur dan paling cepat pertumbuhannya – mereka justru menjadi target penjajahan jenis baru – penjajahan ekonomi, keuangan, politik dan pemikiran.
Lantas apakah yang benar Marxism dan Leininism yang membagi sumber daya kehidupan yang terbatas secara sama rasa dan sama rata? Tidak juga! Karena pembagian yang demikian juga tidak mendorong orang untuk berkinerja optimal meng-eksplorasi kekayaan alam di bumi ini.
Maka solusinya tinggal umat ini yang seharusnya bisa menghadirkan kemakmuran di bumi itu. Umat inilah yang dikabarkan oleh hadits Nabi berikut yang akan memakmurkan bumi sekali lagi sebelum kiamat datang di bumi ini:
“Tidak akan terjadi hari kiamat, sebelum harta kekayaan telah tertumpuk dan melimpah ruah, hingga seorang laki-laki pergi ke mana-mana sambil membawa harta zakatnya tetapi dia idak mendapatkan seorangpun yang bersedia menerima zakatnya itu. Dan sehingga tanah Arab menjadi subur makmur kembali dengan padang-padang rumput dan sungai-sungai .” (HR. Muslim).
Kita bisa optimis bahwa kemakmuran di bumi masih akan datang sekali lagi – berapapun jumlah penduduk bumi saat itu, karena selain hadits tersebut di atas juga adanya janji Allah langsung di sejumlah ayat yang bunyinya senada :
وَإِن مِّن شَيْءٍ إِلاَّ عِندَنَا خَزَائِنُهُ وَمَا نُنَزِّلُهُ إِلاَّ بِقَدَرٍ مَّعْلُومٍ
“Dan tidak ada sesuatu pun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.” (QS al Hjr [15]:21).
Allah tidak mungkin menciptakan sesuatu yang tidak seimbang seperti ketidak seimbangan antara jumlah penduduk bumi dengan sumber daya kehidupannya – yang diteorikan oleh Thomas Malthus tersebut di atas :
الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ طِبَاقاً مَّا تَرَى فِي خَلْقِ الرَّحْمَنِ مِن تَفَاوُتٍ فَارْجِعِ الْبَصَرَ هَلْ تَرَى مِن فُطُورٍ
“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?.” (QS: al Mulk [67]:3)
Bahwa belum semuanya sumber daya kehidupan tersebut kita temukan dan kita kuasai saat ini, karena ke-Maha Tahu-an Allah juga – yang tidak menghendaki kita berlebih-lebihan dalam menggunakannya :
وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الْأَرْضِ وَلَكِن يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَّا يَشَاءُ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ
“Dan jika Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (QS: Asy Syuura [42]:27)
Jadi sumber daya di bumi itu cukup untuk semuanya, tidak berlebih dan tidak kurang – tetapi harus terus digali dan dikelola secara adil. Untuk bisa terus menggali dan mengelola sumber daya yang ada di bumi ini secara adil itulah kita diciptakan oleh Allah sebagai khalifahNya – yang memakmurkan bumi ini (QS 11 :61).
Bila kapitalisme itu memperebutkan sesuatu yang dianggapnya sedikit atau terbatas (scarcity), Marxism membagi yang sedikit itu sama rata sama rasa dan berharap cukup dengan yang sedikit itu. Kita bukan keduanya, kita yakin bahwa sumber-sumber kehidupan itu cukup, hanya perlu terus digali dan dikelola secara adil mengikuti petunjuk-petunjukNya. InsyaAllah.*
Penulis adalah Direktur Gerai Dinar, kolumnis hidayatullah.com