Oleh: Muhaimin Iqbal
SEJAK Allah menciptakan Anak cucu Adam tidak ada fitnah (cobaan) yang lebih dahsyat dari fitnah Dajjal, sehingga tidak ada satu nabi-pun yang diutus Allah melainkan telah mengingatkan umatnya atas fitnah yang satu ini. Bahkan secara lebih detil, berbagai bentuk fitnah Dajjal itupun sudah sampai ke kita kabarnya melalui hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘ Alaihi Wasallam agar kita bisa mewaspadainya. Di antara fitnahnya itu adalah yang menyangkut kebutuhan pokok kita sehari-hari yaitu khususnya fitnah pangan dan air.
Tiga tahun sebelum kemunculan Dajjal, bumi mengalamai kelaparan yang sangat. Pada tahun pertama, Allah memerintahkan langit untuk menahan 1/3 airnya (agar tidak turun) dan memerintahkan bumi untuk menahan 1/3 hasilnya. Pada tahun kedua, Allah memerintahkan langit untuk menahan 2/3 airnya dan memerintahkan bumi untuk menahan 2/3 hasilnya. Pada tahun ketiga, Allah memerintahkan langit untuk menahan seluruh airnya sehingga tidak turun setetes air hujan-pun dan memerintahkan bumi untuk menahan produksinya sehingga tidak ada satu tanaman-pun yang tumbuh.
Dalam puncak kelaparan dan kehausan inilah Dajjal datang untuk mengguncang iman siapapun. Situasi ini tergambar melalui penuturan Mughirah bin Syu’bah dia berkata: “Tidak ada orang yang lebih banyak bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘ Alaihi Wasallam tentang Dajjal daripadaku, dan beliau bersabda kepadaku: “Hai anakku! Engkau tidak usah terlalu risau memikirkannya. Dia tidak akan mencelakakanmu!“ Kataku: “Orang-orang menganggap bahwa Dajjal itu mempunyai sungai mengalir dan bukit roti”. Beliau bersabda : “Itu sangat mudah bagi Allah Ta’ala untuk menciptakannya.” (Shahih Muslim no 4005 dan Shahih Bukhari no 6589 dengan teks yang sedikit berbeda).
Situasi ekstrim ini untuk menggambarkan betapa mudahnya saat itu orang terkena fitnah Dajjal ini. Di puncak kelaparan ada yang bisa memberi makan dan minum dari bukit roti dan sungai yang dimilikinya.
Tetapi mengapa sebelum kemunculan Dajjal tersebut Allah menciptakan kekeringan yang sangat ? Jawabannya ada di ayat berikut:
وَأَرْسَلْنَا السَّمَاء عَلَيْهِم مِّدْرَاراً وَجَعَلْنَا الأَنْهَارَ تَجْرِي مِن تَحْتِهِمْ
“…dan Kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian Kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri…” (QS al-an’am [6]:6).
Jadi turun tidaknya hujan, itu terkait langsung dengan dosa-dosa kita sendiri.
Hal senada juga dijelaskan melalui ayat lain yaitu:
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّاراً
يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَاراً
وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَاراً
“Maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai’.” (QS: Nuh [71]: 10-12)
Dari hadits dan ayat-ayat tersebut kini tergambar jelas hubungannya antara urusan ketersediaan kebutuhan pokok kita yaitu pangan dan air, dengan keimanan dan dosa-dosa kita. Makanan dan air bisa menghilang dari permukaan bumi karena dosa-dosa kita.
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS ar-Rum [30]: 41)
Ketika Allah mengerem ketersediaan pangan dan air, makanan dan minuman yang tersisa adalah fitnah atau cobaan dari Dajjal yang menguasai gudang (bukit) makanan dan stok air (sungai).
Bagaimana relevansinya dengan kondisi yang kita hadapi saat ini?
Dajjal yang sesungguhnya memang belum muncul karena hari-hari inipun masih turun hujan. Tetapi ‘Dajjal-Dajjal’ kecil atau ‘pasukan’ Dajjal bisa jadi sudah bergerak mem-‘prakondisikan’ dunia untuk kemunculan Dajjal besar.
Persiapan atau prakondisi tersebut misalnya bisa kita lihat dari konsentrasi penguasaan sumber makanan – dalam bentuk patent benih/bibit oleh segelintir konglomerasi dunia. Demikian pula sumber-sumber air minum yang kini diburu oleh ‘pasukan Dajjal’ – berupa perusahaan-perusahaan global yang menguasai air dunia – untuk dikuasai dan disedot sampai habis!
Setelah sumber-sumber pangan dan air dikuasai mereka, kita tidak lagi kini mengetahui dengan persis apa isi yang kita makan dan kita minum – itulah fitnahnya saat ini. Wajar bila saja berbagai penyakit degenerative yang dahulu tidak (banyak) ada, kini menjadi mewabah – lha wong makan minumnya yang menguasai ‘Dajjal’!
Lantas apa yang bisa kita lakukan untuk melawan ‘Dajjal-Dajjal’ kecil yang kini mulai menguasai dunia dengan penguasaan makanan (perdagangan kebutuhan pokok) dan air (sumber kehidupan) ini?
Jawabannya satu yaitu kembali mengikuti segala petunjukNya langsung melalui Al-Qur’an maupun melalui sunnah-sunnah nabiNya.
Membaca surat Al-Kahfi dari Jum’at ke Jum’at akan membuat kita diterangi cahaya sepanjang pekan. Kalau tidak sempat membaca seluruh surat, 10 ayat pertama-pun sudah akan melindungi kita dari fitnah Dajjal sebagaimana disebutkan dalam hadits:
“Barangsiapa menghafal sepuluh ayat pertama surat Al-Kahfi, ia terlindungi dari fitnah Ad-Dajjal.” (HR. Muslim).
Ada apa di sepuluh ayat pertama surat Al-Kahfi ? Bagaimana bisa menjadi jalan untuk perlindungan kita dari ‘Dajjal-Dajjal’ kecil jaman ini?
Ayat-ayat awal surat Al-Kahfi berisi berita tentang adanya petunjuk yang lurus, balasan untuk yang beriman dan beramal shaleh, peringatan bagi yang mensekutukan Allah – yang menggap Allah punya anak, dan berita tentang gua perlindungan tempat menyempurnakan petunjuk dan menyerahkan segala urusan kepadaNya.
Maka kurang lebih ini pulalah solusi kita untuk saat ini dalam melawan “Dajjal-Dajjal” kecil jaman ini. Kita kembali pada petunjuk yang telah sampai ke kita, petunjukNya untuk seluruh urusan kehidupan kita dari yang kecil maupun yang besar – pastinya juga petunjuk untuk menyelesaikan urusan pangan dan air yang menjadi kebutuhan pokok manusia di jaman ini.
Solusi ini juga menuntut kita untuk beramal shaleh yang nyata, bekerja keras untuk diri kita dan keluarga kita, untuk umat ini secara keseluruhan agar bisa mandiri mencukupi kebutuhan pokok makan minumnya sendiri. Mandiri dalam ‘gua’ swasembada pangan dan air sehingga kita tahu persis apa yang kita makan dan yang kita minum, sampai tidak ada fitnah dalam makanan dan minuman kita.
Pasti bukan kebetulan kalau Allah memilih Nabi Isa ‘Alaihi Salam sebagai orang yang akan bisa mengalahkan Dajjal, untuk ini di dalam rangkain surat Al-Kahfi tersebut juga tersirat agar kita mengimani Isa putra Maryam ini sebagai nabi – bukan Anak Allah.
Isa adalah nabi yang pernah dikabulkan do’anya untuk diturunkanNya langsung hidangan dari langit untuk memenuhi permintaan kaumnya (QS 5 : 112-114). Bisa jadi tugas spesifik melawan fitnah Dajjal ini memang melekat pada diri Isa, termasuk fitnah di bidang makanan dan minuman ini.
Maka inipula yang dikabarkan dalam suatu hadits tentang kondisi pasca terbunuhnya Dajjal oleh Isa ‘Alaihi Salam. Hujan lebat akan membersihkan bumi sampai seperti cermin, bumi akan kembali menghadirkan buah-buahan dan keberkahannya, satu buah delima akan cukup dimakan oleh sejumlah orang, satu sapi perah akan menghasilkan susu yang cukup untuk suguhan sekelompok orang yang berpesta, satu unta akan menghasilkan susu yang cukup untuk satu suku, satu kambing akan menghasilkan susu yang cukup untuk satu keluarga!
Ayat-ayat dan hadits-hadits tersebut di atas jelas memberi pelajaran ke kita bagaimana menghadapi fitnah Dajjal itu. Maka ‘Dajjal-Dajjal’ kecil yang kini berusaha mengusai dunia melalui penguasaan kebutuhan pokoknya yaitu pangan dan air, juga harus dilawan dengan cara yang sama.
Dengan petunjukNya, kita harus bisa menghadirkan ‘solusi dari langit’ itu. Solusi dari langit untuk jaman ini ya yang kini sudah ada di depan mata kita untuk dielaborasi – yaitu petunjuk-petunjukNya dalam al-Qur’an yang diperjelas dengan sunnah-sunnah nabiNya.
Karena ternyata dalam urusan makan dan minum-pun kita bisa terjebak dalam fitnah Dajjal – baik yang kecil maupun yang besar, maka seluruh aspek kebutuhan makan dan minum kita harus merujuk pada dua petunjuk baku tersebut di atas.
Maka setelah mengembangkan teknik berkebun dengan petunjuk al-Qur’an, langkah berikutnya yang kami sedang kembangkan dengan team multi-discipline kami adalah membumikan urusan makan dan minum ini atau yang kita sebut kuliner yang sesuai dengan al-Qur’an dan Sunnah.
Saat ini yang sudah ada adalah ahli tafsir al-Qur’annya, ada ahli makanan/obat, ada tempat untuk mulai merealisasikannya, ada hampir seratusan menu dari luar negeri yang ditulis oleh saudara-saudara kita chef muslim berdasarkan petunjuk al-Qur’an dan hadits, dan kita telah hampir lengkap dengan segala resources untuk bener-bener membumikan kuliner al-Qur’an dan Sunnah ini.
Hanya satu yang belum ada dan siapa tahu itu adalah Anda, yaitu chef lokal yang sangat menguasai cita rasa kuliner lokal kita yang hidup di negeri tropis ini. Kuliner al-Qur’an tidak harus identik dengan makanan Arab, bisa saja ini nanti menyangkut masakan lokal kita – yang sangat enak di lidah kita – tetapi resepnya ditulis mengikuti petunjuk al-Qur’an dan Sunnah.
Bahkan bukan hanya terbatas pada cita rasanya, tetapi termasuk ukuran porsinya, urutan penyajiannya dan jam-jam pelayanan masing-masing menu-pun semua ada aturannya di al-Qur’an ataupun hadits.
Bila Anda chef atau calon chef yang memiliki passion untuk belajar membangun konsep kuliner yang mengkiuti petunjuk ini, silahkan menghubungi kami di nemu kontak ini. Agar secara bersama-sama kita bisa melawan fitnah ‘Dajjal-Dajjal’ kecil yang kini sudah terlalu jauh menguasai menu makanan dan minuman kita. InsyaAllah.*
Penulis adalah Direktur Gerai Dinar