Oleh: Muhaimin Iqbal
KONON umat ini punya dana abadi, namanya Dana Abadi Umat (DAU). Dana ini utamanya dikumpulkan dari seluruh jamaah haji Indonesia, jadi bila Anda sudah berhaji – Andapun telah berkontribusi di dalamnya. Sayangnya yang sering kita dengar dari DAU ini bukan manfaatnya tetapi malah kasusnya. Mungkinkah kita bisa membangun ‘dana’ atau ‘investasi’ yang benar-benar abadi? jawabannya sangat mungkin! Berikut adalah landasan teori dan implementasinya.
Adanya bentuk ‘investasi’ yang abadi itu disebutkan di Al-Qur’an dalam ayat berikut :
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِندَ رَبِّكَ ثَوَاباً وَخَيْرٌ أَمَلاً
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shaleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (QS al_Kahfi [18] :46).
Ulama tafsir At-Tabari dan juga Ibnu Katsir menjelaskan Al-Baaqiyaatushshaaliqaat atau amal shaleh yang kekal itu adalah shalat wajib lima waktu, dzikir kepada Allah dengan tasbih, tahmid dan takbir, dan juga seluruh amal kebajikan lainnya.
Selain shalat , dzikir dan doa yang tidak boleh ditinggalkan, umat dijaman ini perlu banyak sekali beramal nyata dalam mengatasi berbagai persoalan yang ada di tengah umat.
Persoalan kwalitas pendidikan yang rendah, penguasaan ekonomi yang lemah, kekuatan politik yang termarginalkan, ketinggalan ilmu dan teknologi, peradaban yang mengekor umat lain dlsb, perlu amal shaleh yang konkrit dan berkelanjutan atau sustainable.
Tapi bagaimana bentuknya? Kalau umat disuruh waqaf dalam jumlah besar agar cukup untuk membuat pasar yang luas dan terbuka untuk membangun kekuatan ekonomi umat – mestinya ini bisa, tetapi kurang insentif yang dekat (di dunia) sehingga tidak banyak terjadi di jaman kini.
Demikian pula untuk bersatu menggalang kekuatan politik, mendanai penelitian dan pengembangan teknologi agar kita unggul, membangun sekolah-sekolah unggulan dalam jumlah banyak sehingga bisa mengalahkan sekolah unggulan umat lain. Umat punya dana, tetapi mengapa tidak terjadi? Jawabannya sama , yaitu kurang insentif yang dekat.
Lantas apa solusinya? Solusinya ada di ayat tersebut di atas dan juga di ayat berikut:
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِن كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS Al Qashash [28] :77)
Proyek-proyek keumatan yang besar insyaallah akan lebih mudah digerakkan bila didalamnya juga memperhatikan ‘…bagianmu dari kenikmatan duniawi…’ sebagaimana dalam ayat tersebut di atas.
Tetapi agar hal ini tidak ditafsirkan seperti terjun berpolitik untuk membangun kekayaan pribadi dengan mengatas namakan rakyat, tidak membangun sekolah Islam unggulan kemudian biaya pendaftaran dan SPP dibuat selangit sehingga hanya yang kaya yang mampu mendaftar, dan sejenisnya – perlu contoh-contoh lain yang lebih bisa diterima dan doable!
Misalnya bagaimana kita bisa membangun sekolah unggulan yang murah, syukur-syukur bisa gratis dalam jumlah yang banyak. Ini kita perlukan karena di negeri yang mayoritas Muslim ini, jumlah sekolah unggulannya masih belum sepadan dengan apa yang dimiliki umat lain – relatif terhadap jumlah penduduknya.
Bila sekolah ini didanai khusus dengan dana infaq atau waqaf, kondisinya adalah seperti sekarang – tidak banyak yang bisa dibangun karena umat belum menaruh infaq dan waqaf sekolahan sebagai prioritasnya. Bila didanai oleh orang tua murid dalam bentuk biaya pendaftaran dan SPP yang mahal, maka hanya yang kaya yang bisa bersekolah di sekolah unggulan. Lantas apa pilihannya?
Sekolah unggulan tersebut bisa dibangun dengan menempel proyek-proyek investasi yang didanai oleh umat secara sukarela. Sebagai contoh masyarakat muslim professional yang bekerja di Jakarta dan selama ini waktunya habis pulang pergi kantor dan kurang bisa berinteraksi dengan keluarganya secara optimal, mereka bisa membeli atau membangun bersama apartemen di pusat kota yang tidak jauh dari tempat kerjanya.
Bila apartemen tersebut dibiayai oleh investasi umat muslim, maka secara bersama-sama mereka bisa ‘menginfaqkan’ misalnya 10% s/d 20% ruangan apartemen untuk masjid, sekolah, perpustakaan dlsb. ‘Infaq’ 10% s/d 20% ini bernilai besar tetapi tidak akan terasa bila dimasukkan dalam harga apartemen yang bersangkutan.
Masjid, sekolah dan perpustakaan unggulan di apartmen tersebut kemudian bisa dipakai oleh umum – bukan hanya yang tinggal di apartemen. Masyarakat umum yang ikut menyekolahkan anak di apartemen tersebut tidak perlu lagi membayar biaya gedung yang mahal, karena biaya gedungnya telah dibayar oleh bagian dari umat ini yang mampu membeli apartemen.
Dengan cara ini umat akan memiliki masjid yang bagus, sekolah yang unggul, perpustakaan yang lengkap semuanya di pusat kota – pusat aktivitas mereka. Sekarang kita kan nggak punya masjid yang bagus di Jalan Thamrin dan Sudirman Jakarta? Nggak punya sekolah Islam unggulan di sekitar tempat kerja Anda di pusat kota? Di Depok saja yang dahulu direncanakan menjadi kota santri, tidak ada masjid di jalan utamanya (Margonda) padahal mal-mal dan apartemen terus bertumbuhan!
Keberadaan masjid-masjid yang ngumpet di sela-sela perkampungan di belakang gedung-gedung pencakar langit, mushola yang diletakkan di tempat parkir dari perkantoran mewah dan hotel, segelintir sekolah unggulan yang hanya bisa hadir di pinggiran kota – seperti yang kita lihat sekarang ini, semua karena kita belum mendaya gunakan ‘investasi’ dana umat yang bejibun jumlahnya secara tepat sasaran.
Melalui pendekatan yang sama dengan pembangunan apartemen berbonus masjid, sekolah unggulan dan perpustakaan tersebut – umat bisa rame-rame mendanai berbagai projek keumatan lainnya seperti pasar, rumah sakit, lembagai riset dan pengembangan teknologi dlsb dengan sumber dana yang berlimpah.
Teorikah ini? InsyaAllah benar-benar bisa dijalankan. Eksperimen skala kecil sudah kami coba lakukan, memang belum besar karena belum banyak umat yang terlibat. Madrasah Al-Qur’an bisa kami tempelkan dalam ‘project Jonggol Farm’ sehingga semua siswanya tidak perlu membayar satu sen-pun. Khuttab Al-Fatih bisa menggunakan ruangan-ruangan dari ‘project Bazaar Madinah’ sehingga biaya pendaftaran siswa hanya sekitar 1/10 dari sekolan Islam unggulan terdekat – karena siswa kita tidak perlu membayar uang gedung dlsb.
Dengan pendekatan yang sama pula, Anda bisa terlibat dalam pembangunan berbagai project keumatan lainnya – manakala project-project tersebut dapat ditempelkan pada project lain yang feasible. Pasar Islam bisa menempel pada project perumahan, pesantren unggulan bisa menempel pada project perkebunan, rumah sakit bisa menempel pada sejumlah project perumahan yang berkongsi membangunnya bersama dlsb.
Andakah yang memiliki project-project keunggulan umat ini? Siapa tahu bisa kita integrasikan dengan puluhan ribu umat yang membaca situs ini. Project Anda tiba-tiba memiliki daya jual tersendiri karena memperhatikan kebutuhan umat akan ‘investasi’ yang abadi. InsyaAllah.*
Penulis adalah Direktur Gerai Dinar, kolumnis hidayatullah.com