HARI-hari bagi seorang anak penuh dengan pencermatan dan meniru apa saja yang dilakukan orang lain, terutama kalangan dewasa termasuk orangtuanya.
Seperti bocah laki pada gambar ini. Dalam suatu proses pemakaman seorang Muslim di TPU Pondok Ranggon, Jakarta Timur, para pelayat mendoakan almarhum yang baru saja dikuburkan.
Anak tersebut pun mengangkat tangannya, mungkin turut berdoa mengikuti orang-orang di sekelilingnya. Gambar dijepret hidayatullah.com pada Senin pagi, 22 Ramadhan 1437 H (27/06/2016).
Dari raut wajah dan tatapannya ke papan nisan, anak ini sepertinya sudah merasakan kesedihan atas kepergian almarhum yang tak lain keluarga dekatnya. Suatu perilaku yang pastinya ia tiru dari orang-orang di lingkaran kehidupannya.
Suatu keyakinan bagi banyak orangtua, mengajak buah hati ke tempat-tempat seperti pemakaman merupakan proses pendidikan untuk melatih empati dan kejiwaan anak.
Di Balikpapan, Kalimantan Timur, seorang anak terlihat “bersusah payah” memasukkan uang ke kotak infaq di sela-sela khutbah Idul Fitri 1437 gelaran Masjid ar-Riyadh, Teritip (06/07/2016).
Sementara di belahan wilayah lainnya, banyak disaksikan anak-anak yang merokok, mencabul, maupun bertindak anarkistis, dan lain sebagainya.
Fenomena itu, diyakini banyak pihak, dilakukan oleh anak-anak karena meniru apa yang telah mereka saksikan. Baik secara langsung dari orangtua, maupun lewat berbagai media seperti televisi.
Di Indonesia, setiap tanggal 23 Juli disebut sebagai Hari Anak Nasional. Sementara setiap tanggal merupakan hari dimana anak-anak harus selalu diperhatikan.
Ada yang bilang, anak adalah peniru terbaik. Kepada mereka, mari memberi contoh yang benar dan baik!*