MAYOR Jenderal Siswondo Parman tampak berlumuran darah. Ia duduk di atas sebuah kursi di balik meja. Sang mayjen dikelilingi sekelompok prajurit yang tampak beringas.
Seorang di antaranya, dengan pakaian sobek-sobek, mengangkat celurit di tangan kanannya tinggi-tinggi, seperti hendak menebas. Seorang lainnya, berseragam lengkap, terlihat hendak menghantamkan popor senjatanya ke arah sang mayjen.
Sementara itu, para prajurit lain bersiaga. Ada yang mengacungkan kepalan tangan dan senjatanya ke arah S Parman.
Pemandangan itu terhidang dalam diorama di Rumah Penyiksaan. Rumah ini merupakan salah satu situs di Monumen Kesaktian Pancasila, Kelurahan Lubang Buaya, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur.
Pada Kamis (1/10/2015) lalu, saat gambar ini diambil hidayatullah.com, di kompleks ini digelar acara tabligh akbar sekaligus Ziarah dan Doa Memperingati Hari Pengkhianatan PKI terhadap NKRI.
Di sela-sela kegiatan itu, sebagian peserta aksi menyempatkan diri mengunjungi situs-situs yang ada di kompleks ini, termasuk Rumah Penyiksaan.
Para pelaku penyiksaan tersebut diyakini sebagai anggota Pasukan Cakrabirawa dan Partai Komunis Indonesia (PKI). Mereka diceritakan sedang menyiksa empat perwira TNI.
Selain S Parman, perwira TNI lainnya, seperti tertulis pada keterangan di situs itu, adalah Mayjen TNI R Soeprapto, Brigjen TNI Sutoyo S, dan Lettu Pierre Andreas Tendean. Ketiga perwira itu digambarkan berlumuran darah.
Cukup dekat dari Rumah Penyiksaan terdapat situs lain yaitu Lubang Buaya. Ini adalah sumur tua yang dijadikan tempat pembuangan tujuh Pahlawan Revolusi setelah mereka disiksa oleh PKI.