Hidayatullah.com–Cita-citanya jauh menerawang tinggi. Dalam proses pendidikannya untuk mengejar cita-cita itu, lelaki kelahiran Garut, 17 Oktober 1984 ternyata harus kehilangan orangtuanya saat ia duduk di bangku kelas 1 SMU. Shofwan Munawar atau biasa dipanggil Bob Shofwan ini tidak lantas menyerah begitu saja. Untuk Membiayai sekolahnya ia lalu mengadu nasib dengan berjualan sembako untuk membiayai sekolahnya hingga lulus.
Tak cukup sampai di situ. Pada tahun 2004, ia ikut kakaknya, hijrah ke Jakarta. Di Ibu Kota yang padat ini, ia tetap ingin melanjutkan pendidikannya. Akhirnya ia memilih kuliah Sabtu-Ahad dan bekerja menjadi marbot Masjid Istiqlal. Honornya kala itu Rp 150.000 per bulan. Semua itu ia jalani sambil berdagang bahan-bahan kerajinan kulit.
Hidupnya terus bergulir hingga naik pangkat menjadi sopir takmir (pengurus mesjid) dan meningkat lagi menjadi staf di Masjid Istiqlal.
Semua dilalui, hingga akhirnya dia diterima bekerja di sebuah bank swasta di Indonesia.
Namun bagi seorang Shofwan, sukses dunia kerja tidak lepas dari fitnah. Sikut menyikut sesama teman kantor, godaan korupsi dan sebagainya membuat dia bosan dan ingin menjauh dari dunia kerja. Padahal, kala itu, gajinya di atas standar kebutuhannya.
“Saya melihat bahwa jalan memperoleh kesejahteraan yang anti fitnah biasanya dari wirausaha, kalau karyawan memiliki kekayaan di luar pendapatannya kan biasanya penuh dengan fitnah, saya ingin mengejar kesejahteraan lebih untuk keluarga saya, maka saya mulai berpikir untuk entrepreuner,” jelasnya kepada hidayatullah.com, Ahad (29/07/2012) kemarin.
Shofwan pun akhirnya mengundurkan diri dari kantornya yang bergengsi tersebut. Terlebih dari itu, ada cita-cita lain yang tidak umum bagi banyak orang di tengah susahnya mencari pekerjaan. Ia justru keluar dan ingin mensejahterakan orang lain (baca: membuka lapangan pekerjaan).
Setelah mengikuti berbagai training motivasi kewirausahaan akhir tahun 2008 ia memutuskan merintis usaha dagang produk-produk kerajinan kulit, khususnya jaket kulit dari kulit domba Garut yang telah memikat hatinya.
Usaha yang dimulai dari sebuah ruko di daerah Jatiwaringin Pondok Gede Bekasi ini tidak berjalan selancar gambaran cita-citanya. Saat ia membuka cabang di daerah Tangerang, toko Jaket Kulitnya dirampok orang. Hampir 90% aset perusahaannya hilang. Bahkan perusahaannya hampir bangkrut. Kerugiannya kala itu mencapai angka di atas Rp 100 juta.
“Saya pikir ini adalah sebuah ujian dari Allah, secara manusia perasaan kehilangan dan kecewa pasti ada. Namun seketika saya mencoba mengembalikan semua kepada Allah, dan saya yakin saat itu Allah akan memberikan solusi yang terbaik,” jelas lelaki yang suka potongan rambut semi plontos ini.
Namun, kegigihannya untuk terus merintis bisnisnya membuahkan hasil. Kesabarannnya mulai berbuah. Pelan-pelan ia mulai mendapatkan banyak order. Mulai dari pesanan perusahaan, perbankan hingga perorangan. Dari cabang di Tangerang, ia lalu membuka cabang baru di daerah Jagakarsa Jakarta.
Ramadhan tahun ini menjadi suatu yang berbeda. Selain bisnisnya yang terus berkembang, Shofwan merasakan amanah hidupnya semakin besar. Mengingat ini adalah Ramadhan keduanya menjadi seorang ayah. Bob berharap, perusahaannya bisa terus berkembang bahkan menembus pasar international.
Baginya, semakin besar perusahaannya ia harus bisa bersyukur dan membantu banyak Muslim dalam hal mendapatkan lapangan pekerjaan.
Kini, anggota Majelis Dinamika Organisasi dari Youth Islamic Study Club (YISC) Al Azhar ini sedang mempersiapkan cabang baru di Bali.
Sikap tenang dan tangan dinginnya dalam managemen perusahaan membuat ia dikenal orang yang kuat dalam melakukan analisa bisnis.
Sebelum menutup perjumpaan saya, Shofwan sedikit berbagi nasehat bagi para pembaca media tercinta ini.
“Jangan pernah kalah dengan rasa putus asa,” ujarnya.
Baginya, tak ada yang tidak mungkin dalam mengejar impian dengan kekuatan iman dan kejujuran, maka percayalah tak ada yang sia-sia dalam jiwa orang-orang yang istiqomah.*