Sungguh mengenaskan. Setidaknya dalam setengah tahun terakhir banyak terjadi kasus pelecehan simbol-simbol Islam. Ada kasus peredaran sandal merek Nike dan Glacio dengan motif hiasan lafal Allah, bahkan kaligrafi surat al-Ikhlas. Setelah itu ada sampul al-Quran dijadikan terompet. Lembaran al-Quran dijadikan kertas petasan.
Masih ada lagi, celana bermotifkan kaligrafi surat al-Ikhlas. Loyang kue bertuliskan ayat al-Quran. Azan mengiringi nyanyian Natal dalam perayaan Natal yang dihadiri oleh Presiden Jokowi.
Juga ada karpet sajadah dijadikan alas penari yang menarikan Tari Saman lalu dilanjutkan para penari yang menarikan Tari Bali dalam sebuah acara Kemenag DKI.
Yang paling akhir adalah kasus sepatu merek La Koka bertuliskan kaligrafi Arab berupa penggalan QS Yusuf ayat 64.
Dalam sebagian besar kasus penghinaan simbol Islam selalu muncul alasan: tidak sengaja atau tidak tahu.
Alasan ini sungguh tidak logis. Sebabnya, desain motif hiasan sandal, sepatu, atau fesyen lainnya perlu proses panjang dan persetujuan untuk sampai ke proses produksi.
Sama halnya dengan alasan tidak tahu. Sungguh aneh jika masih ada yang tidak tahu tulisan lafal Allah dalam huruf Arab atau tulisan al-Quran. Semua orang pun paham, sajadah tak pantas dijadikan alas menari. Jadi, alasan tidak sengaja atau tidak tahu, dalam banyak kasus pelecehan simbol Islam, jelas sulit bisa diterima nalar.
Apa yang terjadi itu jelas menunjukkan adanya ketidakpedulian dan menggampangkan masalah. Karena itu, terlepas dari apakah ada rekayasa atau terpisah satu sama lain, kasus yang terus berulang ini jelas menunjukkan adanya masalah besar.
Upaya penanganan kasus juga hampir tidak pernah tuntas. Tidak ada pula hukuman yang bisa membuat efek jera.
Sekadar contoh, dalam kasus sandal bertuliskan lafal Allah, produsennya PT Pradipta Perkasa Makmur berjanji akan menghentikan produksi; sisa sandal yang belum dipasarkan akan dimusnahkan; sandal yang sudah terlanjur beredar di pasaran dan yang sampai ke tangan konsumen akan ditarik; dan Perusahaan akan menggantinya dengan desain sandal yang baru. [Baca: MUI: Tindak Tegas dan Pidanakan Pelaku Pelecehan Lafadz Allah]
Pemiliknya, Low Hwa, seorang warga keturunan China, juga meminta maaf kepada seluruh umat Islam. Setelah itu, meski dikatakan proses hukumnya akan terus berlanjut, hingga kini tidak jelas bagaimana kesudahannya.
Simbol-simbol Islam akan terus mengalami penghinaan selama sekularisme terus dijalankan dan hokum tidak ditegakan.
Semoga, semua peristiwa itu menjadikan pelajaran bersama.*
Rini S
Penulis tinggal di Kediri – Jawa Timur