Hidayatullah.com– Jauh sebelum kasus penembakan mati terhadap 6 anggota Front Pembela Islam, Senin (07/12/2020), Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab telah diintai oleh sebanyak 30 orang sejak tiba dari Arab Saudi. Demikian diungkapkan Juru Bicara FPI Munarman dalam konferensi pers pada Senin (07/12/2020) pasca kasus penembakan itu.
Munarman menjelaskan, sebelum mendengar pernyataan dari pihak Polda Metro Jaya yang menyebut tewasnya 6 anggota FPI, pihak FPI menganggap keenam korban itu hilang.
“Sebelum mendengar pernyataan dari pihak Polda, kita menganggap keenam statusnya dalam status hilang.
Pernyataan itu kami buat (Senin) pagi hari, sebelum mendengar keenamnya syahid,” ujar Munarman.
Baca: Mengaku Tak Diperbolehkan Punya Pistol, FPI: Kami Malah Diserang dan Ditembaki Orang Tidak Dikenal
Kenapa FPI mengatakan keenam laskarnya itu hilang? “Begitu mendengar ada laskar ditembak, kami mengecek di lapangan di tempat, tidak ada jenazah dan tidak ada keramaian. Mobil laskar tidak ada, laskar tidak ada. Kalau ada tembak-menembak, pasti ada mayatnya,” ujarnya.
Sebelumnya, tambah Munarman, ada laskar yang sempat mengirim rintihan melalui voice note. “Artinya mereka dibantai. Kami masih menganggap orang hilang, sampai ada pengumuman ada tembak menembak,” ujar Munarman.
Ia lantas menuturkan kronologi kasus tersebut, yang diawali dari pengintaian oleh sejumlah orang terhadap HRS. “Beberapa hari lalu (hari Jumat), ada beberapa pengintai yang ditugaskan oleh institusi resmi Negara, yang mengintai 24 jam, menggunakan drone dan alat canggih lain,” ujarnya.
Kemudian, katanya, ada komunikasi dari laskar FPI penjaga Markaz Syariah FPI di Megamendung, Bogor, Jawa Barat, dengan pengintai. “Dan kita semua dapat semua data-datanya,” ujarnya.
Pengantaian itu katanya bukan terjadi di Megamendung saja, tapi juga di Markaz Syariah FPI di Petamburan dan di Sentul.
“HRS sejak kepulangannya (dari Arab Saudi) diintai 30 orang,” ujar Munarman dalam konferensi pers didampingi Ketua Umum DPP FPI KH Shabri Lubis dan Panglima Laskar Pembela Islam (LPI) Maman Suryadi itu.
Selanjutnya, setelah proses pada hari Jumat itu, HRS meninggalkan tempat pemulihan yang tadinya di Megamendung lalu pindah ke Sentul.
Pada Ahad (06/12/2020) malam, pukul 22.30 WIB, HRS meninggalkan Sentul, untuk mengisi pengajian subuh keluarga inti, dengan 4 mobil keluarga. “Di mobil ada anak, istri, dan cucu masih bayi, dan 3 balita,” sebutnya.
Ini adalah perjalanan biasa, mau mengisi pengajian keluarga, tambahnya.
Dalam perjalanan itu, HRS dikawal oleh para laskar. Rombongan HRS itu pun diikuti oleh orang-orang tidak dikenal (OTK) yang tidak menggunakan seragam. Para penguntit kemudian mencoba mengadang kendaraan rombongan HRS.
“Beliau dikuntit orang-orang tidak berseragam sejak dari rumah, dan berusaha memotong dengan berbagai cara di perjalanan,” ujarnya.
Karena kejadian itulah itu, kata Munarman, pihak laskar melakukan upaya perlindungan terhadap HRS. “Para pengawal melakukan reaksi normal, yaitu melindungi,” ujarnya, seraya menegaskan bahwa para laskar FPI tidak ada yang membawa senjata. “Fitnah besar laskar kita membawa senjata,” ujarnya.
Munarman menambahkan, saat ini HRS dan cucunya dalam keadaan sehat. “Saat ini dalam pemulihan,” ujarnya.
Hingga berita ini dimuat belum diperoleh tanggapan otoritas terkait soal penyampaian Munarman mengenai pengintaian terhadap HRS tersebut. Sebelumnya, Deputi VII BIN Wawan Hari Purwanto membantah jika petugas Badan Intelijen Negara (BIN) membuntuti HRS. “Hoax,” kata Wawan saat dikonfirmasi pada Ahad (06/12/2020) malam WIB dikutip ROL.*