Ketegangan India dan Pakistan telah lama, termasuk urusan Kashmir, apalagi sejak 2019 pemerintah nasionalis Hindu membatalkan Pasal 370, yang sebelumnya memberikan otonomi luas mayoritas penduduknya Muslim
Hidayatullah.com | KETEGANGAN antara India dan Pakistan kembali meningkat dengan baku tembak di perbatasan yang disengketakan, menyusul serangan udara India ke wilayah Pakistan dalam “Operasi Sindoor”.
Konflik ini bukan sekadar ketegangan sesaat, melainkan bagian dari sejarah panjang permusuhan antara kedua negara bertetangga ini.
Penyebab Ketegangan Terbaru
Ketegangan ini dimulai dari serangan mematikan di kota Pahalgam, India, pada 22 April, yang menewaskan 26 orang, mayoritas wisatawan Hindu. India menuduh kelompok militan dari wilayah Pakistan sebagai pelaku serangan, yang dibantah Pakistan.
Sebagai respons, India melancarkan serangan udara ke sembilan lokasi yang diklaim “kamp teroris” di Kashmir dan Punjab, termasuk Muzaffarabad dan Bahawalpur.
Serangan bom pintar HAMMER dan rudal SCALP yang diluncurkan India menghancurkan sebuah masjid dan bangunan di kompleks seluas 82 hektare, menewaskan 7 orang.
“Serangan ini adalah tindakan provokatif yang tidak dapat diterima,” tegas Perdana Menteri Pakistan Shehbaz Sharif. Sebaliknya, Perdana Menteri India Narendra Modi menyatakan negaranya tidak akan tinggal diam. “Kami akan memburu para pelaku sampai ke ujung bumi,” katanya.
Sebagai balasan, Pakistan menembak jatuh 5 pesawat tempur India. Jet-jet tempur India yang ditembak jatuh, menurut sumber keamanan Pakistan, terdiri atas tiga jet tempur jenis Rafale, satu jet tempur jenis MiG-29, dan satu jet tempur jenis SU-30.
Kashmir sebagai Titik Api
Kashmir adalah wilayah yang disengketakan sejak pemisahan India dan Pakistan pada tahun 1947. Kedua negara mengklaim wilayah tersebut secara penuh, tetapi hanya menguasai sebagian.
Konflik di Kashmir telah menjadi pemicu perang dan ketegangan berkepanjangan antara kedua negara, dengan insiden kekerasan yang terus berulang.
Ketegangan semakin meningkat sejak India mencabut status semi-otonom Kashmir pada tahun 2019.
Pemerintah Hindu India membatalkan Status Istimewa Kashmir –yang tercakup di dalam Negara Bagian Jammu dan Kashmir, tercantum dalam Pasal 370— dan selama ini memberikan otonomi luas kepada negara bagian yang mayoritas penduduknya adalah Muslim dan mengizinkan memiliki undang-undang sendiri.
Pencaplokan wilayah Kashmi ini telah memicu protes besar-besaran dan peningkatan aktivitas perlawanan. Sementara penduduk Muslim Kashmir sendiri lebih suka masuk ke Pakistan.
Islamabad menuduh New Delhi mencoba mengubah demografi wilayah tersebut, sementara India bersikeras dengan dalih mempertahankan kedaulatan nasionalnya.
Seruan untuk Menahan Diri
Krisis terbaru ini menarik perhatian dunia internasional. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres meminta kedua negara untuk “menahan diri semaksimal mungkin” dan menyelesaikan masalah melalui dialog. Sementara itu, Presiden AS Donald Trump menyatakan harapannya agar konflik ini segera berakhir.
Dengan kedua negara memiliki senjata nuklir, masyarakat internasional khawatir konfrontasi ini bisa memicu konflik yang lebih besar. Namun, sejarah menunjukkan bahwa meskipun ketegangan meningkat, diplomasi biasanya menjadi jalan keluar untuk menghindari perang terbuka.*