lanjutan dari ARTIKEL Pertama
Oleh: Kholili Hasib
Gerakan Menghadang Syiah
Karena itu, kita bisa lihat kekisruhan Syiah di Jawa Timur semuanya berada di wilayah yang basis tradisionalnya cukup kuat.
KH. As’ad Syamsul ‘Arifin (alm), kiai kharismatik dari PP. Salafiyyah Syafi’iyyah Situbondo Jawa Timur pada tahun 1985. Kiai As’ad merupakan Kiai yang sangat disegani, tidak hanya di Jawa Timur tapi juga warga NU secara umumnya. Saat itu Kyai As’ad diwawancarai Koran Surabaya Pos tentang faham Syi’ah di Jawa Timur. Kiai As’ad menampakkan sikap tegas. Menurutnya kelompok Syi’ah ekstrem harus dihentikan di Indonesia. Agar tidak meluas gerakannya, Kiai As’ad juga mengimbau umat Islam Indonesia diminta meningkatkan kewaspadaannya (dikutip dari Majalah AULA no I/Tahun XVII/Januari 1996 halaman 23).
Akibat ketegangan antara Ahlus Sunnah (Aswaja) dan Syiah beberapa pihak mendesak solusi hukum, sebelum secara luas mengancam keamanan nasional. Mengantisipasi ancaman nasional itu, MUI Pusat pada tahun 1984 menerbitkan fatwa kewaspadaan terhadap Syiah. Fatwa ini diturunkan dalam konteks kekhawatiran ulama terhadap politik Revolusi Syiah yang pengaruhnya sudah mulai terasa di masyarakat, apalagi Ayatullah Khomeini sudah bilang mengekspor revolusinya ke Negara-negara Islam.
Puncaknya, Januari 2012 MUI Jawa Timur menerbitkan fatwa bahwa faham Syiah sesat dan menyesatkan.
Berdasarkan fatwa MUI Jawa Timur, Pemerintah Provinsi Jawa Timur menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Jatim No. 55 tahun 2012 tentang “Pembinaan Kegiatan Kegiatan Keagamaan dan Pengawasan Aliran Sesat di Jawa Timur”.
Diputuskan dalam Pergub pasal 4: (1) Setiap kegiatan keagamaan dilarang berisi hasutan, penodaan, penghinaan dan/atau penafsiran yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama yang dianut di Indonesia, sehingga dapat menimbulkan gangguang ketentraman dan ketertiban masyarakat. (2) Setiap orang dilarang untuk menyebarluaskan dan/atau ikut membantu menyebarluaskan aliran sesat.
Penutup
Masalah Syiah ini sebenarnya bukan saja karena perbedaannya prinsipil (karena menyangkut fondasi akidah). Namun juga lantaran ketika keyakinan Syiah ini harus diekspresikan dalam bentuk-bentuk ritual melalui buku dan ceramah yang bermuatan pelaknatan terhadap para sahabat dan isteri Nabi Muhammad, maka sudah pasti cepat atau lambat akan selalu menimbulkan benturan bagi umat lain, yakni Sunni yang mayoritas di negeri ini. Jika tanpa ada kepastian hukumm cita-cita untuk menciptakan toleransi yang harmonis (tanpada ada penghinaan), hanya akan jadi semacam ilusi.*
Penulis adalah Peneliti InPAS Surabaya