Oleh: Imam Nawawi (Ketua Umum PP Pemuda Hidayatullah)
DUNIA kini dalam duka luar biasa. Beragam berita beredar yang nyaris semua berkenaan dengan virus corona jenis baru (Covid-19). Makhluk super kecil yang tak terlihat kasat mata itu telah menghilangkan nyawa manusia di berbagai negara di lima benua.
Bahkan di Italia, para penderita corona harus dipilah, tak semua bisa diatasi, sehingga lebih didahulukan mereka yang memiliki potensi umur panjang (potential years of life). Sebuah dilema hebat, bagaimana wabah ini memaksa manusia masuk dalam kegamangan moral.
Sementara itu Jakarta kini menjadi kota yang menjadi sasaran ganas Covid-19. Tercatat hingga Kamis (19/03/2020) sejumlah 15 orang telah meninggal dunia akibat Covid-19. Jumlah kasus menunggu hasil sebesar 357, kasus positif di kelurahan 118, kasus positif 42, dan total kasus positif 160, serta secara keseluruhan mencapai angka 517.
Namun di Indonesia Covid-19 bukan semata soal kesehatan masyarakat yang dapat dikatakan membuat gagap dan gugup pemerintah. Tetapi, juga menunjukkan tidak adanya koordinasi yang utuh di internal pemerintah, serta melemahnya nilai-nilai nasionalisme yang seharusnya menguat dalam situasi seperti sekarang.
Hal ini ditandai dengan masih saja Warga Negara Asing (WNA) terutama dari negara yang positif terserang Covid-19 bebas keluar masuk ke Indonesia. Terang saja ini menambah ganjalan yang sulit rasio publik tidak memberikan respons.
Beruntung hal itu ditemukan seorang warga yang merekam dan sesaat kemudian viral di media sosial. Kapolda Sulawesi Tenggara Brigjen Pol Merdisyam sempat memungkiri fakta itu dengan mengatakan WNA yang datang itu adalah pekerja lama, meski kemudian disusul dengan permintaan maaf karena sadar penolakan atas kebenaran informasi itu memang salah. WNA yang datang itu benar-benar dari negaranya.
Menyadari hal tesebut Ketua MPR, Bambang Soesatyo memberi tanggapan bahwa semestinya pemerintah tegas. Ia menjelaskan seharusnya dalam situasi seperti sekarang tidak ada perlakuan istimewa terhadap WNA manapun (termasuk China, red).
Beruntung, kini Presiden RI Bapak Joko Widodo mulai tampil dan memberikan arahan atau tepatnya kebijakan yang dibutuhkan warga. Mulai dari meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyiapkan insentif bagi tenaga medis yang merawat Covid-19.
Meski sudah barang tentu itu belum cukup, sebab biaya periksa untuk pasien suspect Corona tidak mudah dijangkau oleh kebanyakan orang. Dikabarkan biaya tes Covid-19 harus membayar sebesar Rp 700 ribu.
Situasi ini memang akan menjadi pembuktian bagi pemerintah sendiri, termasuk para pengusaha, bahkan seluruh elemen bangsa.
Akankah nasionalisme yang selama ini digembar-gemborkan, setidaknya lewat ungkapan “Saya Indonesia Saya Pancasila” kian terbukti atau justru sebaliknya.
Rizal Ramli dalam satu kesempatan di sebuah acara talkshow di televisi swasta mengatakan agar berhentilah sesaat mencari keuntungan dalam situasi negara seperti ini.
Kini situasi semakin memburuk karena Indonesia tidak saja harus berjibaku melawan Covid-19 dan aspirasi publik yang kian kritis terhadap kesiapan dan kesigapan pemerintah. Secara ekonomi nilai tukar Rupiah terhadap dolar telah menembus angka 16 Ribu (16.099,50 Rupiah) yang berarti sisi ekonomi Indonesia benar-benar terpukul.
Fadli Zon dalam kicauannya di twitter pada 19 Maret 2020 pukul 12:45 berbunyi, “Ayo P @jokowi segera bicara di televisi n media. Bicara pd rakyat apa yg sdg terjadi, rupiah rontok, IHSG ambruk, korban virus corona terus bertambah. Kita sbg bangsa mau kemana? Apa strategi n langkah2. Jgn ngeles, jgn diam seribu bahasa. Ini waktunya bicara n bertanggung jawab!”
Jika melihat keberpihakan pemerintahan Jokowi di periode kedua ini, memang sekaranglah saat dimana nasionalisme itu benar-benar menantang keseriusan, menuntut bukti dan ini tidak mungkin lagi dijawab dengan narasi, tapi kerja nyata.
Seperti kita ketahui, nasionalisme adalah kondisi seseorang yang berusaha untuk mempertahankan kemerdekaan, membela rakyat, Tanah Air dan kepentingan bangsa serta negara. Akankah ini berhasil dilakukan oleh rezim sekarang ini?
Beruntung rakyat masih ada yang setia, dengan kemampuan mereka masing-masing bergerak membantu penyebaran Covid-19.
Ada yang kemampuannya di bidang medis tetap membantu para pasien yang positif dan terduga Covid-19. Ada kelompok masyarakat yang menyediakan layanan gratis penyemprotan disinfektan di tempat-tempat umum. Ada pula ulama yang tak kenal lelah mengedukasi umat dan rakyat perihal duduk perkara fatwa serta tindakan yang tepat dalam konteks ibadah dalam situasi seperti sekarang.
Bayangkan, jika masyarakat atau rakyat secara keseluruhan menuntut pemerintahan, sudah barang tentu tidak mungkin teratasi dengan baik. Alih-alih semakin baik, keributan yang akan terjadi dan semakin hari akan semakin riuh.
Baca: Teguran Bernama Corona
Akan tetapi, situasi ini tidak perlu terjadi jika seluruh elemen tinggi negara berfungsi dengan baik. DPR harus menjalankan fungsi pengawasan, panggil dan dorong eksekutif bekerja lebih giat dalam melindungi segenap rakyat Indonesia.
Pada saat yang sama, yudikatif harus bertindak tegas, terutama kepada mereka yang secara sengaja mengerdilkan nalar publik dengan membela ketidakbenaran secara terbuka. Jika tidak, kepercayaan publik akan terus tergerus dan ini akan menjadi bola liar yang sangat membahayakan semua pihak.
Setidaknya, kalau Covid-19 masih berproses, tunjukkanlah ketegasan semua pihak terhadap TKA yang bikin heboh warga Indonesia. Deportasi segera dan beri sanksi siapapun yang telah secara sengaja membiarkan bahkan membela hal itu terjadi. DPR, Kepolisian dan unsur pemerintah harus bersatu. Ini bukan lagi sisi politis lebih utama dibanding nyawa, harkat dan martabat rakyat Indonesia.
Jika tidak, maka sungguh kita bisa melihat ke dalam bahwa sebenarnya nasionalisme kita telah melemah atau bahkan terkoyak. Kalah oleh kepentingan salah. Sehingga, rakyat bukan lagi prioritas yang diperjuangkan dan dilindungi, tetapi diri sendiri, jabatan, dan kekuasaan, yang sebenarnya cepat atau lambat pasti akan ditinggalkan.
Inilah saat yang menentukan bagaimana sebenarnya pembelaan kita kepada rakyat sendiri.*