Partai Islam jangan Ego
Sejak pasca Pileg, melihat perolehan suara parpol Islam yang meningkat, para ulama dan tokoh Islam sangat aktif menyerukan parpol Islam untuk bersatu agar bisa mengusung Calon Presiden sendiri. Bahkan, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Din Syamsuddin juga ikut menyeru elit-elit parpol Islam agar berkoalisi mengusung Capres sendiri sehingga umat Islam memiliki pilihan alternatif di luar nama-nama Capres yang digadang-gadang media massa, pengamat, pihak asing dan lembaga survey. Din berharap agar PKB memimpin koalisi parpol Islam. (Detik.com, 19/04/2014).
Namun demikian, meski kepercayaan ummat cukup tinggi, hal ini tidak disertai dengan kepercayaan diri para elit-elit parpol Islam yang sepertinya sedang menderita penyakit ego dan perasaan rendah diri yang amat sangat (inferioriy complex). Mereka justru malu dengan identitas keIslamannya. Tidak sedikit muncul suara penolakan koalisi parpol Islam dari elit parpol Islam sendiri.
Bahkan, dalam pertemuan tokoh-tokoh Islam di Cikini (17/04/2014) yang menyampaikan aspirasi mereka akan pentingnya koalisi parpol Islam dalam Pilpres, hanya Anis Matta satu-satunya pimpinan parpol Islam yang hadir yang menandakan bahwa hanya PKS yang paling serius ingin membangun koalisi parpol Islam.
Meskipun tidak sedikit tokoh-tokoh Islam yang memiliki kapasitas yang mumpuni, namun realitasnya elit-elit Parpol Islam masih belum percaya diri dengan identitas Islam mereka. Padahal, para pemilih mendukung mereka atas target ideologis. Alasannya, jika bukan karena faktor ideologi Islam atau jika ideologi Islam sama saja dengan ideologi nasionalis, tentu para ulama tidak akan menyeru ummat untuk mendukung caleg-caleg dari parpol Islam.
Ini menandakan bahwa suara yang diraih oleh Parpol Islam adalah suara ummat yang menghendaki agar parpol Islam ikut terlibat dalam memperjuangkan kebangkitan Islam di lembaga legislatif maupun eksekutif. Namun elit parpol Islam tidak mampu menangkap suara zaman yang menghendaki kebangkitan Islam. Parpol Islam justru merasa lebih nyaman menjadi bawahan parpol nasionalis ketimbang membangun bargaining kekuatan sendiri. Seolah ideologi nasionalisme yang diusung parpol nasionalis lebih hebat dari visi ideologi Islam. Padahal ideologi Islam melebihi dari sekedar ideologi nasionalisme karena ideologi Islam melewati batas zaman dan teritorial. Ideologi Islam bukan hanya mengarahkan umat untuk mencintai negerinya, tapi juga mencintai kemanusiaan secara universal melebihi sekat-sekat demarkasi teritorial dan zaman.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Dengan realitas seperti ini, di mana parpol Islam nyatanya tidak aspiratif dan akomodatif atas aspirasi umat Islam dan ulama, kita tidak akan heran jika seandainya Pemilu ke depan ummat akan kembali menghilangkan kepercayaannya pada parpol Islam.
Kendati demikian, kita tentu berharap agar elit-elit parpol Islam segera menyadari hal ini. Belum terlambat tentunya. Konstalasi politik nasional terkini dan prediksi beberapa waktu ke depan mungkin akan mengarahkan parpol Islam untuk bersatu. Maka janganlah egois wahai elit parpol Islam.
Penulis adalah peneliti pada Litbang Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA). Alumnus Pascasarjana IAIN Ar-Raniry, Banda Aceh