Banyak kalangan menilai pemerintahan Anwar sangat riskan, jika ia mampu menyeimbangkan pemerintahan dan peningkatan dukungan dari kelompok-kelompok Melayu yang sebelumnya berseberangan dengannya
Oleh: Pizaro Gozali Idrus
Hidayatullah.com | KAMIS, 24 November 2022 menjadi hari bersejarah bagi tokoh oposisi Malaysia, Anwar Irahim. Raja Malaysia, atau Yang di-Pertuan Agong, Al-Sultan Abdullah Ri’ayatuddin Al-Mustafa Billah Shah, melantiknya sebagai perdana menteri ke-10 Malaysia.
Keputusan Raja Malaysia itu diambil usai Pakatan Harapan mendapatkan dukungan dari Barisan Nasional, blok politik pimpinan UMNO yang dulunya menjadi seteru politik Anwar Ibrahim. Sokongan dari Barisan Nasional ini telah membuat Anwar Ibrahim mendapatkan kursi mayoritas parlemen untuk menjadi penguasa baru Malaysia.
Dalam sistem parlementer Malaysia, minimal setiap blok politik memerlukan 112 kursi parlemen atau 50% +1 dari total 222 kursi. Pakatan Harapan sendiri meraih 82 suara. Sedangkan Barisan Nasional mendapatkan 30 suara. Jika ditotal, kursi kedua faksi politik itu mencapai 112. Angka minimal yang dapat membentuk pemerintahan.
Terakhir Gabungan Partai Serawak (GPS) yang sebelumnya mendukung Perikatan Nasional, kini memutuskan berkoalisi dengan Anwar. GPS sendiri memiliki 23 kursi parlemen. GPS sendiri dinilai berbalik mendukung Anwar karena aliansi politik di Sarawak itu selama ini lebih mendekat kepada kekuasaan.
Karena itu, meski awalnya menolak Anwar, GPS setuju berkoalisi setelah Raja Malaysia memutuskan melantik Anwar sebagai perdana menteri. GPS juga telah menerima permintaan maaf Partai Aksi Demokratik (DAP) –mitra utama Pakatan Harapan dan partai beretnis China terbesar di Malaysia.
DAP dan GPS telah berselisih sejak pemimpin DAP Lim Guan Eng pada 2019 mengatakan Sarawak berada di ambang kebangkrutan di bawah kepimpinan GPS.
Menstabilkan pemerintahan
Salah satu tantangan Anwar kini adalah membangun pemerintahan yang stabil. Anwar memang menjadi Perdana Menteri Malaysia, tapi Pakatan Harapan dinilai memimpin kelompok mayoritas yang tidak stabil.
Pilihan Barisan Nasional untuk berkoalisi dengan Pakatan Harapan sebenarnya lebih karena dua alasan: pertama, kedekatan personal Presiden UMNO Ahmad Zahidi dengan Anwar. Kedua, karena UMNO tidak punya pilihan. UMNO dianggap tidak begitu siap untuk menjadi oposisi.
Banyak kalangan menilai pemerintahan Anwar sangat riskan dan keberlangsungannya dapat ditentukan saat sidang umum UMNO pada 21 hingga 24 Desember mendatang. Jika UMNO tetap dipimpin Zahid, Anwar masih bisa bernapas lega.
Tapi jika kursi kekuasaan UMNO berpindah ke Ismail Sabri atau Hishamuddin Hussein, situasinya bisa menyulitkan bagi Anwar. Sebab dua petinggi UMNO itu merupakan pihak yang menolak gabungnya Barisan Nasional ke Pakatan Harapan.
Ketidakstabilian koalisi inilah yang membuat Malaysia selama beberapa tahun belakangan bergonta-ganti Perdana Menteri. Karena mitra koalisi memisahkan diri dari pemerintahan dan berpindah partai, akhirnya tampuk kekuasaan di Malaysia terus berganti dari Mahathir Mohammad, Muhyiddin Yassin, lalu terakhir Ismail Sabri.
Untuk mengatasi ini, parlemen Malaysia telah mengesahkan Undang-Undang Anti Lompat Partai pada Agustus 2022. Aturan ini bertujuan untuk membuat sistem parlementer Malaysia lebih stabil.
Menyatukan Barisan Melayu
Tantangan Anwar lainnya adalah menyatukan barisan kelompok Melayu yang sebagian mengalami gesekan politik akibat Pemilu 2022. Kita ketahui, Perikatan Nasional adalah faksi politik Melayu yang terdiri dari Partai Pribumi Bersatu Malaysia (PPBM) dan Partai Islam se-Malaysia (PAS).
Sedangkan Pemerintahan Pakatan Harapan sebelumnya mendapat persepsi didominasi oleh non-Melayu. PAS kerap mengkritik Pakatan Harapan karena adanya dominasi DAP yang dianggap PAS mengkampanyekan Islamofobia. Meski sematan itu ditolak oleh petinggi DAP.
Karena itu, Anwar harus berusaha meyakinkan orang Melayu sebagai etnik mayoritas Malaysia dan tidak meminggirkan kepekaan mereka dalam pemerintahan.
Bagaimanapun penting bagi Anwar Ibrahim untuk memberikan jaminan bahwa hak-hak Melayu dan posisi Islam tetap dilindungi di bawah pemerintahannya. Di sinilah, Anwar perlu tetap merangkul oposisi untuk mengakhiri perselisihan (polarisasi?) politik di Malaysia.
Anwar Ibrahim sendiri menegaskan pemerintahan koalisinya akan menjunjung tinggi prinsip Konstitusi Federal, yaitu status Bumiputera, bahasa Melayu, agama Islam, dan penguasa Melayu.
Anwar mengatakan ini bukan hanya “slogan kampanye”, tapi dia berjanji mengambil tindakan nyata terkait masalah tersebut. Anwar tidak menampik ada suara-suara kecemasan yang didorong oleh pihak-pihak tertentu, namun dia berkomitmen untuk menjunjung tinggi Konstitusi Federal.
Secara garis besar, mayoritas penduduk Malaysia berasal dari etnis Melayu, Cina, serta India. Mayoritas penduduk Malaysia berasal dari kelompok Melayu, yang berjumlah penduduknya sekitar 61,8 persen dari total penduduk Malaysia.
Anwar juga berjanji warga Malaysia, khususnya yang berada di Sarawak dan Sabah, tidak akan terpinggirkan di bawah pemerintahannya. “Saya ingin menekankan bahwa saya adalah perdana menteri Malaysia dari semua ras sehingga kita bisa menyatukan negara menjadi satu,” ucap Anwar.
Jika Anwar mampu menyeimbangkan pemerintahannya, maka dia akan mendapatkan peningkatan dukungan dari kelompok-kelompok Melayu yang sebelumnya berseberangan dengannya.*
Dosen HI Universitas Al Azhar Indonesia, mahasiswa S3 HI Universiti Sains Malaysia