BAGI sebagian kaum Muslimin, tentu sangat akrab dengan sosok Muhammad al-Fatih. Beliaulah penakluk Konstantinopel. Karena begitu fenomenal serta monumentalnya, tidak sedikit orang bermimpi ingin mengikuti jejak beliau. Untuk mereka yang menghendaki dirinya demikian, atau mereka yang berharap mampu melahirkan sosok ‘al-Fatih baru’, buku ini bisa menjadi panduan atau rujukan untuk melangkah ke sana.
Mengapa bisa demikian?
Di antara alasannya, karena di buku yang dikarang oleh Syeikh Ramzi al-Munawi ini, tergambar dengan begitu jelas bagaimana tahapan demi tahapan Muhammad II (Nama asli al’Fatih) dibina oleh keluarga dan guru-gurunya hingga pada akhirnya beliau terobsesi untuk tampil menjadi sosok yang telah disabdakan oleh Rosulullah, sebagai pemilik pasukan dan panglima terbaik kaum muslimin, sebagaimana yang tertera dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad.
Ayahnya, misalnya, begitu gigih mencarikan beliau guru-guru yang kapabel dalam segi kognisi maupun spiritual. Besar harapan si-buah hati akan dibina kognisi dan rohaninya dengan baik oleh sang guru, sehingga tumbuh kedepannya sebagai pemimpin yang cerdas secara intelektualitas sekaligus kuat spiritualitasnya.
Guna mewujudkannya, karena mengetahui akan kebandelan sang anak, sang ayahandapun menyediakan sebuah cambuk kepada sang-syaikh untuk digunakan mencambuk Muhammad kecil, apa bila ia membangkang (Hal: 52).
Begitu pula sang guru, sangat ikhlas dalam membina Muhammad II. Selain serius mengajari dan membina Muhammad II, sang guru tidak henti-hentinya membangun obsesi dalam diri Muhammad II, bahwa ialah sosok yang tersebut dalam hadits Nabi yang akan mampu menaklukkan Konstantinopel. Tidak jarang, guna lebih merangsang jiwa Muhammad kecil, sang syeikh langsung menunjukkan letak kota Konstatinopel.
“Apakah engkau melihat kota yang nampak di sana itu? Itulah Konstantinopel. Rosulullah pernah menjelaskan, bahwa salah seorang dari ummatnya kelak akan menaklukkan Konstantinopel dan kemudian menggabungkannya dalam kalimat tauhid.”
“……Mimpi-mimpi tersebut akan terwujud bila engkau membayangkan, mendengarkan dan merasakannya…… Lihatlah bagaimana ketika pasukanmu menggedor-gedor gerbang Konstantinopel……. Dengarkanlah pekikan-pekikan takbir itu…. Bayangkanlah betapa bahagianya perasaanmu saat itu” (Hal: 69).
Karena terus ‘dibius’ demikian oleh sang-guru, Muhammad II pun akhirnya terobsesi untuk tampil sebagai sosok al-Fatih (sang penakluk) sebagaimana yang disabdakan Rosulullah. Hingga beliau berucap dengan perkataan yang sangat menggelendaris, ketika hendak mengepun Konstantinopel, “Baiklah! Tidak lama lagi aku akan memiliki singgasana di Konstantinopel atau aku akan mempunyai kuburan di sana!” (hal: 84)
Untuk itu, iapun menyiapkan diri dengan sungguh-sungguh, sebelum masa itu tiba. Berbagai disiplin ilmu ia lahab. Tidak hanya seputar ilmu syari’ah, ilmu matematika, falak, mekanik, kemeliteran, perang, dll, juga ia kuasai. Buahnya, penemuan demi penemuan dihasilkannya. Termasuk penemuan senjata perang sejenis meriam, untuk pertama kalinya dalam sejarah dunia. Meriam-meriam itu pulalah yang kemudian meluluh-lantakkan benteng-benteng kokoh Konstantinopel (hal: 200).
Pada initinya, buku ini sangat layak dimiliki untuk mereka yang terobsesi mengikuti jejak al-Fatih, atau bagi mereka yang memiliki mimpi ‘melahirkan’ ‘al-Fatih-al-Fatih’ baru di muka bumi ini. Selamat membaca!.*/Khairul Hibri, Anggota Asosiasi Penulis Islam (API)
Resensi:
Judul Buku: Muhammad Al-Fatih Penakluk Konstantinopel
Pengarang: Syaikh Ramzi Al-Munyawi
Terbitan: Pustaka Al-Kautsar
Tebal: 274 hal