Penjelajah Italia Angiolello mencatat ketika Syah Ismail memasuki Tibriz, lebih dua puluh ribu orang dibantai termasuk pemuka agama, wanita dan anak-anak, itu pula yang terjadi di Isfahan, Qazwin, Herat dan kawasan Sunni lainnya saat Syiah masuk
Hidayatullah.com | BUKU karya Mehmet ÇELENK yang berjudul “16-17 Yüzyılda Iran’da Şiiliğin Seyri” (Perjalanan Syiah di Iran Abad ke- 16 hingga 17) ini, mengupas tuntas bagaimana perjalanan tarikat Safawiyah yang awalnya Sunni berubah menjadi gerakan Syiah. Tarikat ini kemudian menjadi negara dan kekuatan politik regional yang mampu mensyi’ahkan atau melakukan Syiahisasi di hampir seluruh kawasan Persia yang dahulunya Sunni.
Dinasti Safawi -yang menjadi dasar keberadaan Iran modern secara geo-politik dan sosio-kultural- merupakan metamorfosa dari tarikat asuhan Syeikh Safiyuddin Ishak (w. 1334), di Erdebil, kawasan selatan Azerbaijan, yang sebenarnya merupakan tarikat Sunni. Safawi, dalah nisbah kepada nama beliau ini.
Pada perjalanannya, tarikat ini kemudian memiliki kekuatan politik dan secara tegas menganut faham Syiah pada masa Syeikh Juneid (w. 1460), dan mulai memiliki kecenderungan menjadi kekuatan militer di bawah asuhan Syeikh Haydar (w. 1488). Gonjang-ganjing politik, perebutan kekuasaan dan dendam kesumat yang bergulir di kawasan, menjadi faktor yang di kemudian melahirkan sosok pimpinan dan penguasa tiran dan bengis semacam Syah Ismail.
Sejak runtuhnya imperium Persia, kawasan Iran tidak pernah memiliki pemerintahan lokal yang bisa mereka anggap milik sendiri (nasional); tanah Persia selalu diperintah oleh kekuatan luar silih berganti. Dengan demikian, kehadiran pemerintahan Syiah Safawi yang berbeda dari pemerintahan Islam lain di sekitarnya saat itu mendapat sambutan untuk dianggap “milli” (nasional), sebagai milik mereka sendiri, meski para syah (raja) adalah keturunan keluarga Safawi yang bukan Persia.
Setelah berdirinya negara Safawi, sebuah silsilah pun dibuat-buat, dimana nasab Syeikh Safiyyuddin dikait-kaitkan dengan nasab Ahlul Bait. Sedangkan sebelumnya, tidak ada stambuk silsilah yang merekam hubungan tersebut.
Unsur lain yang memberi nafas, membantu pengkondisian lingkungan bagi perkembangan dan menguatnya dinasti Safawi dan ajaran Syi’ah di Iran adalah corak pemahaman Islam lokal berbagai etnis di kawasan; Dimana keislaman banyak kabilah disana, termasuk Kurdi dan Turkmen masa itu masih belum murni, masih bercampur dengan banyak keyakinan agama lama berupa penyembahan (pengkultusan) sosok, yang kemudian mendapat aktualisasinya dalam ajaran Syiah berupa pengkultusan (cinta terhadap) sosok Ali radhiallahu anhu.
Sebelum kedatangan Safawi, mayoritas penduduk Iran adalah Sunni, seperti yang dicatat sejarawan Hamdulah Mustawfi al-Qazwini. Ketika Safawi hadir, banyak ulama Syi’ah justru didatangkan dari luar untuk menjadi tanaga pengajar di madrasah maupun menjadi ahli negara.
Kebanyakan dari kawasan yang saat ini kita kenal dengan nama Lebanon, Suriah, dan Bahrain. Begitu pun unsur kekerasan berupa pembantaian, penyiksaan, tekanan dan eksodus sangat lekat dalam proses pensyi’ahan atau Syiahisasi Iran.
Penduduk Sunni Isfahan, Fars, Yezd, Kirman, Rustamdar dan kawasan Sunni lain yang melakukan perlawanan, dibantai tanpa belas kasihan akibat gerakan Syiahisasi ini. Penjelajah Italia Angiolello mencatat bahwa ketika Syah Ismail memasuki Tibriz, lebih dari dua puluh ribu orang dibantai termasuk pemuka agama, wanita dan anak-anak. Begitu juga yang terjadi di Isfahan, Qazwin, Herat dan kawasan Sunni lainnya, sepertimana tertoreh dalam lembar catatan para sejarawan semisal Kemalpasazade, Arjomand, Momen, dan Simnani.*/buku ini diresensi oleh Andika Rahman Nasution