Oleh: Wandi Bustami
Hidayatullah.com – PEMBAHASAN seputar Imam Mahdi menarik banyak perhatian para cendikiawan dan pemikir muslim sepanjang zaman. Imam Ibnu Hajar al-Haitsami, Yusuf bin Yahya al-Maqdisi, at-Tuwaijiri, Ismail al-Muqoddam dan ulama lainnya telah membahas panjang lebar siapa Imam Mahdi.
Tema al-Mahdi ini ternyata bukan saja banyak menarik minat para ulama membahasnya, akan tetapi orang-orang pun banyak mengaku sebagai pemimpin akhir zaman tersebut. Imam al-Bastawi dalam kitab al-Mahdi al-Muntazhor menukil setidaknya sudah belasan bahkan puluhan orang yang mengaku sebagai Imam Mahdi.
Tujuan pengakuan tersebut menurut beliau adalah untuk mendapat respon dari umat, karena memang tak dinafikan al-Mahdi adalah pemimpin akhir zaman yang semua kaum muslimin wajib membai’atnya.
Rasulullah ﷺ bersabda:
Dari Abu Asma Ar Rahabi dari Tsauban dia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda: Kelak tiga orang akan berperang di dekat perbendaharaan kalian ini (yaitu Ka’bah), dan kesemuanya adalah anak khalifah. Dan tidak ada yang menang melainkan satu orang, lalu muncullah bendera-bendera hitam dari wilayah timur, mereka lantas memerangi kalian dengan peperangan sengit yang sama sekali belum pernah dilakukan kaum manapun. Jika kalian melihatnya, maka berbaiatlah kepadanya walaupun sambil merangkak di atas salju, karena sesungguhnya dia adalah khalifah Allah Al Mahdi.” (HR: Ibnu Majah).
Kemunculan al-Mahdi sebagai pemimpin kaum muslimin suatu keniscayaan, Karena 10 tanda kiamat besar tak akan terjadi sebelum kehadirannya. Namun tahun kemunculannya tidak seorang pun tau, tapi yang jelas ia akan muncul di akhir zaman.
Mengenai kemunculan tersebut, Rasulullah ﷺ hanya menjelaskan tanda-tanda di dalam hadits-haditsnya. Di antara tanda-tanda tersebut ialah terjadinya kezhaliman dan kejahatan di dunia ini selama tujuh tahun.
Rasulullah ﷺ bersabda:
Dari Abu Sa’id Al Khudri ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda: Al Mahdi itu dari keturunanku, dahinya lebar dan hidungnya mancung, ia akan memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana bumi pernah dipenuhi dengan kejahatan dan kezhaliman. Ia akan berkuasa selama tujuh tahun.” (HR: Abu Daud).
Dalam hadits lain, Rasulullah ﷺ bersabda:
Rasulullah ﷺ bersabda bahwasanya al-Mahdi tidak akan keluar hingga jiwa-jiwa yang tak berdosa (suci) terbunuh. Apabila jiwa-jiwa suci itu terbunuh maka penduduk langit dan bumi marah atas kematian mereka. Lalu orang-orang mendatangi al-Mahdi mereka mengaraknya seperti seorang pengantin diarak kepada suaminya pada malam pesta pernikahannya. (Musannif Abu Syaibah).
Dari sekian banyak tanda-tanda kemunculan al-Mahdi, ada satu di antara tanda-tanda tersebut yang harus diperhatikan dan dipahami secara serius oleh seorang cendikiawan muslim agar tidak salah dalam memahami literatur tentang topik ini, tanda itu ialah tegaknya khilafah di Baitul Maqdis.
Rasulullah ﷺ bersabda:
Rasulullah ﷺ bersabda: Wahai anak Hawalah, apabila engkau melihat kekhilafahan telah turun di bumi yang disucikan maka sungguh telah dekat bencana gempa dan berbagai kesedihan serta perkara-perkara besar. Pada saat itu Hari Kiamat lebih dekat kepada orang-orang daripada tanganku ini dari kepalaku.” (HR: Abu Daud)
Hadits di atas dijelaskan oleh hadits lain.
Rasulullah ﷺ bersabda:
Dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda: Aku berikan kabar gembira kepada kalian dengan datangnya al-Mahdi, ia diutus kepada umatku ketika terjadi perselisihan dan keguncangan di antara manusia.” (HR: Ahmad)
Maka pertanda munculnya Imam Mahdi adalah terjadi goncangan (gempa) dan perselisihan (kesedihan) antar manusia terlebih dahulu, maka sebelum terjadi gempa dan perselisihan akan diawali dengan tegaknya khilafah di Baitul Maqdis.
Kenapa khilafah harus di Baitul Maqdis? Karena Baitul Maqdis merupakan benteng terakhir kaum muslimin, selain itu kota Madinah menuju fase kehancuran.
Rasulullah ﷺ bersabda:
Dari Malik bin Yukhamir dari Mu’adz bin Jabal ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda: Ramainya Baitul Maqdis adalah tanda kehancuran kota Madinah, hancurnya kota Madinah adalah tanda terjadinya peperangan besar, terjadinya peperangan besar adalah tanda dari pembukaan kota Konstantinopel, dan pembukaan kota Konstantinopel adalah tanda keluarnya Dajjal.” (HR: Abu Daud).
Syekh Ismail al-Muqaddam dalam Fiqih Asy-Rati as-Sa’ah menggaris-bawahi bahwa Imam al-Mahdi tidak akan muncul bila khilafah belum tegak di Baitul Maqdis. Khilafah tidak akan tegak jika Baitul Maqdis masih terjajah. Maka bagi beliau, kemerdekaan Baitul Maqdis suatu keharusan sebelum fase al-Mahdi.
Lebih jauh beliau menukil perkataan Syekh Sa’id Hawa, “negeri kaum Yuhudi sekarang ini (‘Israel’) akan berakhir, berakhirnya itu bukan setelah Nabi Isa AS turun.”
Jadi, sikap para ulama dalam menyikapi kemunculan Imam Mahdi sangat jelas. Yaitu diawali dengan munculnya beberapa tanda, dan di antara tanda-tanda tersebut ialah tegaknya khilafah di Baitul Maqdis.
Maka oleh karenanya, sungguh tidak beribawa jika mengatakan kemunculan Imam Mahdi tanpa menyebutkan semua tanda-tanda tersebut, atau sangat tidak menjaga amanah ilmiah dengan hanya mengambil sepotong-sepotong hadits saja. Hamam bin Abdurrrahim dan Muhammad Hamam menyebutkan, mengkaji hadits-hadits akhir zaman haruslah dikomparasikan terlebih dahulu sebelum mengambil kesimpulan. Karena hal itu akan menimbulkan kesalahan.
Bahkan bukan itu saja, tanpa merujuk ke hadits-hadits nabi dan pemahaman ulama bisa saja menyebabkan pemahaman keliru yang kemudian menimbulkan kesesatan.
Ahli hikmah pernah berkata, man ana, Lau laa kum, siapalah saya ini kalau bukan karena mereka. Maksudnya, siapalah kita kalau bukan karena ilmu para ulama terdahulu.*
Penulis alumni Al Azhar, Mesir dan Asatidz Tafaqquh Study Club