Hidayatullah.com– Masyarakat agar tidak terlalu khawatir terhadap rumor yang memunculkan stigma dan penolakan terkait pemulasaran jenazah Covid-19 sejak meninggal dunia, sampai dikuburkan.
Demikian diingatkan oleh Direktur Utama Rumah Sakit (RS) Jakarta Sukapura – Muhammadiyah Covid-19 Command Center, Dr. Umi Sjadqiah, Sp. KFR, MKM.
Dr. Umi menjelaskan, pemulasaran jenazah Covid-19 selalu dilakukan sesuai standar protokol kesehatan oleh pihak-pihak yang berwenang.
Selain itu, pedoman pengurusan jenazah juga selalu dilakukan dengan menerapkan pedoman-pedoman yang telah diatur dalam Fatwa Majelis Ulama Indones (MUI) Nomor 18 Tahun 2020, dalam rangka menghindarkan tenaga penyelenggaraan jenazah dari paparan Covid-19, yang pertimbangan asas-asas hukum syariah.
“Kita tahu di rumah sakit sudah melakukan sesuai standar isolasi. Baik untuk petugas, untuk pasien, dan untuk keluarga, dan apabila dipandang darurat, atau mendesak jenazah juga dapat dimakamkan tanpa dimandikan, atau dikafani sesuai Fatwa MUI,” jelas Dr. Umi di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Jakarta, Sabtu (04/04/2020) dalam keterangan yang disampaikan bersama Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
Perlu diketahui juga, jenazah yang telah dilakukan penanganan dengan baik, aman untuk dikuburkan. Sebab, virus hanya hidup di sel hidup, dan jenazah yang telah dikubur tidak menularkan virus.
“Sekali lagi, jenazah yang sudah dikubur tidak menularkan virus,” ungkap Dr. Umi.
Walau begitu, hal yang harus tetap dilakukan yaitu menghindari cairan tubuh jenazah dari mulut, hidung, mata, anus, kemaluan, maupun luka-luka di kulit, meskipun disinfeksi telah dilakukan.
“Desinfeksi pasti sudah dilakukan seluruh tubuh jenazah, dan harus diingat, bahwa kita semua harus mewaspadai apa-apa yang ada di sekitar jenazah dengan prinsip-prinsip desinfeksi yang sudah kita ketahui,” katanya.
Untuk metode pembungkusan jenazah, Dr. Umi juga menjelaskan bahwa ada susunan yang harus diterapkan menggunakan plastik, kafan, plastik, kantong jenazah kemudian peti. Kemudian petugas pengelola juga harus dilengkapi dengan Alat Pelindung Diri (APD) dan didisinfeksi setelah penanganan.
“Bungkus jenazah menggunakan plastik, kafan, plastik lagi, kantong jenazah, lalu peti. Begitu susunannya dan ini harus diketahui oleh masyarakat. Semua perlindungan diri yang benar bagi petugas pengelola jenazah desinfeksi diri dan APD setelah selesai penanganan. Jadi, bapak/ibu nggak usah khawatir kalau seluruh hal itu sudah dilakukan. Insya Allah aman,” jelasnya.
Jika dipandang darurat dan mendesak, jenazah bisa dimakamkan tanpa dimandikan dan dikafani dalam rangka menghindarkan petugas penyelenggara jenazah dari paparan Covid-19.
Meminimalkan kontak jenazah dengan lingkungan, baik kendaraan transportasi yang lain, ruangan, dan lain-lain sebagai bentuk kehati-hatian, dan harus segera dikuburkan setidaknya 4 jam setelah meninggal.
Baca: Ketum Muhammadiyah: Jangan Tolak Jenazah Korban Covid-19
Penyelenggaraan shalat jenazah dapat diganti shalat gaib di rumah masing-masing. Sedangkan takziah dilakukan secara terbatas dengan memperhatikan hal-hal yang terkait dengan penanggulangan Covid-19 atau dilakukan secara daring.
“Ada hal yang harus diketahui tentang para penyelenggara jenazah atau petugas yang melakukan proses penyelenggaraan jenazah.
Tujuannya adalah untuk penyelenggara supaya tidak tertular keluarga dan kerabat takziah juga harus terlindungi. Tidak mengkontaminasi peralatan rumah, lantai, ataupun lingkungan tempat jenazah,” jelasnya.
Kemudian, yang juga harus masyarakat ketahui dan pahami, bahwa penyakit menular bukan hanya pada Covid-19.
Prosedur penanganan jenazah yang serupa juga banyak sekali dilakukan untuk pencegahan penularan berbagai penyakit lain, seperti mikroba yang di dalam cairan tubuh jenazah, yaitu dahak bisa terjadi pada kasus TBC, atau tuberkulosa.
Begitu pula kasus-kasus pada penyakit infeksi saluran nafas yang lain. Cairan hidung dan ludah bisa terjadi pada kasus Difteri pertusis coccus influenza, juga penyakit-penyakit yang lain cairan kelamin bisa juga pada penyakit gonore dan sipilis. Nanah pada herpes, ataupun radang radang kulit, serta pada asi juga bisa terjadi pada pasien-pasien HIV/AIDS.
“Karena itu, jangan khawatir dan jangan panik, apalagi sampai melakukan penolakan untuk pemakaman. Lakukan perlindungan yang benar, lakukan juga APD yang baik. Terus siarkan tentang edukasi ini kepada masyarakat,” pungkasnya.*