Oleh: Qosim Nurseha Zulhadi
“I have been Muslim now for 42 years, I can say with a great deal of conviction that Syed Naquib al-Attas is probably the greatest influence on my understanding on the crisis in the Muslim world and also, of what needs to be done in order to heal that crisis.” (Syekh Hamza Yusuf, Direktur Zaytuna College, Amerika Serikat, dalam Dr. Adian Husaini, Mengenal Sosok dan Pemikiran Syed Muhammad Naquib al-Attas dan Wan Mohd Nor Wan Daud (Depok-Jawa Barat: YPI Attaqwa, 2020), v, vi)
Hidayatullah.com | PROF . Dr. SMN al-Attas memang sangat fenomenal. Pemikiran dan idenya sangat fundamental. Dikenal sebagai pakar pendidikan, sejarawan, filsafat, sains, metafisika, peradaban, tasawuf, psikologi, tafsir Al-Qur’an hingga perbandingan agama dan lainnya. Sampai-sampai Fazlur Rahman (1919-1988) menyebutnya “a genius”, seperti dikutip oleh murid utamanya, Prof. Dr. Wan Mohd Nor Wan Daud dalam “The Educational Philosophy and Practice of Syed Muhammad Naquib al-Attas” (ISTAC, 1998).
Kata Prof. Mohd Nor Wan Daud, SMN Al-Attas adalah “A real reformer and thinker” dalam “Knowledge, Language, Thought and the Civilization of Islam” (UTM, 2010). Beliau pantas dan layak mendapatkan kehormatan setinggi itu karena kedalaman ilmunya dan kekuatan analisisnya.
Dengan ketinggian ilmunya, banyak masalah umat ditemukan “obat” dan “penawarnya” dalam pemikiran dan idenya yang brilian. Di antara masalah umat itu adalah masalah ilmu yang sekular, munculnya fenomena the loss of adab dan problem content (isi, kandungan) pendidikan Islam.
Pemikiran Prof. SMN al-Attas, kata Prof. Wan Daud, sejatinya meneruskan dan melanjutkan ‘tradisi pembaruan tulen’. Beliau menyebut Penyandang Pertama Kursi Kehormatan Abū Hāmid Al-Ghazālī dalam Pemikiran Islam (Abū Hāmid al-Ghazālī Chair of Islamic Thought) pada 1993 sebagai mujaddid dan pengislah tulen.
Jika pernah ramai yang berpendapat bahwa Badiuzzaman Said Nursi (w. 1960) merupakan salah seorang mujaddid pada abad yang berlalu sebelum ini, maka gerakan pembaharuan seperti yang dibawa oleh Said Nursi telah disambung dan diangkat pula oleh al-Attas, kata Prof. Wan. (Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud, “Al-Attas: Ilmuwan Penyambung Tradisi Pembaruan Tulen”, dalam Mohd Zaidi Ismail & Wan Suhaimi Wan Abdullah, Adab dan Peradaban: Karya Pengi‘tirafan untuk Syed Muhammad Naquib al-Attas (Selangor-Malaysia: MPH Group Publishing, 2012), 30).
Jika Syekh Hamza Yusuf dari Zaytuna College (AS) menyatakan bahwa Prof. al-Attas menyadarkan umat tentang krisis dalam tubuhnya, maka seyognya umat ini menyambut pAndangan ini. Karena Prof. al-Attas tidak hanya bicara “penyakit” umat ini, tetapi membincang obat dan penawarnya, yaitu islamic worldview (pAndangan hidup Islam).
Dan yang paling mendasar adalah: memahami ulang konsep wahyu, hakikat Islam sebagai dīn, islamisasi ilmu pengetahuan kontemporer, fenomena kerancuan dan korupsi ilmu, dan masalah pendidikan Islam.
Maka, amat mendesak kiranya bagi para tokoh umat, pemikir dan intelektualnya ramai-ramai “mengaji” dan “mengkaji” beberapa karya penting Prof. al-Attas. Di antaranya adalah: Prolegomena to the Metaphysics of Islam, Risalah untuk Kaum Muslimin, Islam and Secularism, dan The Concept of Education in Islam.
Karya-karya beliau ini harus dijadikan sebagai buku daras wajib di berbagai instansi pendidikan Islam, seperti Perguruan Tinggi Islam. Karena di dalam karya-karya beliau ini tersimpan “mutiara yang hilang” bagi umat Islam.
Jika dahulu kita mengenal Hujjatu’l-Islām Abū Hāmid al-Ghazālī yang mengembalikan umat kepada kebangkitan, kemudian dilanjutkan oleh Badiuzzaman Said Nursi (w. 1960), maka sekarang Prof. al-Attas melakukan hal yang sama. Dimana beliau telah mampu mendiagnosa “penyakit dan krisis” umat Islam sekaligus memberikan “obatnya” secara tepat, jitu dan mujarab.
Untuk itu, sekali lagi, sudah sepatutnya umat Islam merujuk pemikiran beliau jika ingin “sembuh” dari penyakit ketertinggalan dan keterpurukan seperti saat ini.*
Pengasuh di Pondok Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah, Medan. Penulis buku “Membongkar Kedok Liberalisme di Indonesia”