Hidayatullah.com– Para pelayat, hari Rabu (1/2/2023), memberikan penghormatan terakhir kepada Kardinal George Pell, rohaniwan Katolik paling senior yang pernah menjadi terpidana kasus pedofilia, sementara kelompok pendukung LGBT menggelar aksi protes dan meneriakkan yel-yel “Pell go to Hell”.
Pell, yang meninggal dunia di Vatikan dalam usia 81 tahun, mendekam lebih dari satu tahun di jeruji besi sebelum pidananya dicabut pengadilan Australia pada 2020.
Ketika menjabat bendahara Vatikan, jabatan tertinggi ketiga di hirarki Gereja Katolik, dia kembali ke Australia pada 2017 untuk menghadapi sejumlah dakwaan berkaitan dengan kasus pelanggaran seksual puluhan tahun silam ketika dia masih menjadi rohaniwan di negara bagian Victoria. Dari sekian banyak tuduhan, hanya kasus pencabulan dua anak anggota paduan suara gereja yang berhasil naik ke pengadilan dan sampai divonis. Kasus tersebut terjadi di bulan-bulan awal aketika Pell menjabat uskup agung Melbourne pada akhir 1990-an. Akibat kasus tersebut dia menghabiskan 404 hari di sebagian besar sel isolasi sebelum akhirnya dibebaskan. Namun, kariernya di Vatikan saat itu telah berakhir.
Peti mati dan jasad Pell akan diberkati di St. Mary’s Cathedral sebelum ditempatkan di ruang bawah tanah katedral sebagai tempat peristirahatannya terakhir pada hari Kamis besok.
Hari ini, kelompok pro-LGBT berbasis di Sydney Community Action for Rainbow Rights memyeru agar masyarakat bergabung dengan mereka dalam aksi protes “Pell go to Hell!” di dekat katedral.
Pell dibenci oleh kaum pecinta sesama jenis karena pandangan yang anti-LGBT dan berkata, “Aktivitas homoseksual memiliki bahaya kesehatan yang jauh kebih besar daripada merokok.”
New South Wales Police Force sudah meminta Mahkamah Agung New South Wales agar melarang aksi protes tersebut. Namun, permohonan itu ditarik Rabu ini setelah panitia LGBT setuju untuk tidak berkumpul di jalan di sekitar katedral. Aksi mereka dimulai di seberang jalan dari katedral di Hyde Park.
Hakim Peter Garling memuji baik pihak kepolisian maupun demonstran karena bersedia berkompromi.
Rabu pagi ini para pengunjuk rasa mengikatkan pita-pita untuk mengenang para korban kejahatan seksual oleh rohaniwan gereja di pagar katedral.
Para pejabat Gereja melepas pita-pita semacam itu dalam beberapa hari terakhir, sehingga menimbulkan tuduhan bahwa Gereja tidak menghormati para korban pencabulan. Namun, seorang pejabat katedral mengatakan kepada pengunjuk rasa pada hari Rabu di mana pita dapat ditempatkan dan di mana pita tidak bisa dipasang, lapor Australian Broadcasting Corp.
Pell menjabat uskup agung Sydney dari tahun 2001 sampai 2014 ketika Paus Fransiskus mengangkatnya menjadi ketua dari Sekretariat Ekonomi yang baru dibentuk dengan tugas mereformasi tata kelola keuangan Vatikan yang terkenal suram karena marak korupsi dan praktik ilegal.
Pell menjabat uskup agung Melbourne dari tahun 1996 hingga 2001, masa di mana dia diduga melakukan pelecehan seksual terhadap dua anggota paduan suara di St. Patrick’s Cathedral. Dia divonis bersalah dan dihukum penjara, tetapi dibebaskan dalam upaya banding kedua.
Ketika menjadi petinggi gereja di Melbourne dan Sydney, Pell berulang kali menolak memberikan Komuni kepada para aktivis gay yang mengenakan ikat pinggang berwarna pelangi khas homoseksual.
“Tuhan menciptakan Adam dan Eve, bukan Adam dan Steve, dan dari sana muncul konsekuensi-konsekuensi penting,” kata Pell kepada para jemaat dalam suatu kebaktian di St. Mary’s pada tahun 2002 setelah dia pertama kali menolak Komuni seorang gay di Sydney.
Pell juga dengan tegas menolak tuduhan yang menyebut Gereja kurang bertanggung jawab dalam mengatasi kasus-kasus pencabulan anak di masa lalu.
Hasil penyelidikan nasional terhadap institusi-institusi terkait kasus-kasus pencabulan anak tahun 2017 mendapati bahwa Pell mengetahui perihal pencabulan anak oleh rohaniwan gereja pada tahun 1970-an dan tidak mengambil tindakan yang memadai guna mengatasi masalah tersebut.
Pell kemudian mengatakan bahwa dirinya “terkejut” dengan temuan penyelidikan nasional itu. “Pandangan-pandangan ini tidak didukung dengan bukti-bukti,” kata Pell dalam sebuah pernyataan.
Pell dan para pendukungnya meyakini bahwa dia dijadikan kambing hitam atas semua kejahatan Gereja Katolik Australia yang gagal menanggulangi pelanggaran seksual oleh para pendeta.
George Pell meninggal dunia pada 10 Januari 2023 di Roma akibat komplikasi jantung usai menjalani operasi bedah di bagian pinggul.
Paus Fransiskus menggelar misa abu bagi Pell di St. Peter’s Basilica pada 14 Januari.
Pontifical Requiem Mass bagi Pell di Sydney besok akan disiarkan secara langsung lewat sebuah kanal YouTube dan ditayangkan di layar besar di halaman katedral agar para jemaat dapat mengikuti prosesi pemakamannya, kata para pejabat gereja.*