Hidayatullah.com—Setiap pagi sebelum jam sibuk di Kuala Lumpur (KL) Sentral, Amiruddin Ahmad Abdul Jalil terlihat mengisi mesin penjual otomatis merah dengan kotak makanan seperti epok-epok, kue lapis dan ketayap. Mesin tersebut terletak hanya beberapa meter dari restoran McDonald’s.
Pria berusia 28 tahun yang tinggal di Kuala Lumpur itu telah melakukannya selama hampir tiga bulan, sebelum bekerja di sebuah perusahaan swasta. Setiap boks makanan hanya dijual dengan harga RM2 (sekitar Rp 7.000), dengan puncak penjualan saat KL Sentral dipadati pengguna komuter yang ingin pergi bekerja.
Sore harinya, Amiruddin kembali ke KL Sentral untuk mengisi kembali mesin merah dengan kotak sosis gulung dan nasi campur, masing-masing dijual RM3 (setara Rp 10.000) dan RM5 ( setara Rp 16.000).
Sebagai hasil dari usahanya, Amiruddin – yang menyiapkan makanan bersama istrinya – menghasilkan pendapatan tambahan sebesar RM4,000 (Rp 13.500.000) setiap bulan dari program yang disebut Prakarsa Pendapatan Rakyat (IPR). IPR disusun oleh unit perencanaan ekonomi Kementerian Ekonomi Malaysia.
“Kesempatan ini sangat membantu mengurangi beban keuangan keluarga saya,” katanya kepada Mediacorp.
Diluncurkan Februari lalu, prakarsa ini merupakan upaya untuk membantu orang miskin di Malaysia meningkatkan pendapatan mereka setidaknya RM2.000 (Rp 7.000.000) setiap bulan.
Sebanyak RM750 juta (Rp 2.479.000.000) dialokasikan untuk program di bawah Anggaran 2023.
Di tengah upaya peningkatan kemampuan keluarga berpenghasilan rendah untuk menghidupi diri sendiri, program tersebut mendapat respon yang menggembirakan dari masyarakat yang mendambakan kehidupan yang lebih baik.
Ditanggung Pemerintah
Dalam peluncuran proyek IPR pada Februari lalu, Menteri Perekonomian Rafizi Ramli menggambarkan program tersebut sebagai “pancing” bagi rakyat untuk mencapai swasembada.
Ada tiga core di bawah proyek tersebut, yaitu Inisiatif Wirausaha Pangan (INSAN), Inisiatif Wirausaha Pertanian (INTAN), dan Inisiatif Operator Jasa (IKHSAN).
Amiruddin adalah peserta inisiatif Insan, yang menyediakan mesin swalayan kepada pedagang makanan untuk menjual makanan dan minuman di tempat-tempat strategis di seluruh negeri, seperti pusat transportasi dan rumah sakit.
Amiruddin mengatakan kepada Mediacorp bahwa dia melamar untuk bergabung dengan inisiatif tersebut segera setelah diluncurkan pemerintah.
Sebagai bagian dari prakarsa tersebut, pemerintah membayar sewa bulanan mesin tersebut selama dua tahun. Dengan model seperti ini, pedagang dapat menyimpan keuntungan yang dihasilkan dari penjualan.
Untuk memastikan harga yang wajar bagi pembeli, setiap kotak makanan tidak boleh dijual lebih dari RM5. Amiruddin memperkirakan hampir 90 persen makanannya dijual setiap hari, selebihnya diberikan kepada gelandangan atau untuk konsumsi sendiri.
Terdapat aplikasi mobile untuk memantau dan mencatat semua transaksi. Hal ini memudahkan pedagang untuk mengetahui kapan waktu terbaik untuk menambah stok.

Hingga Juni, lebih dari 10.000 orang telah mendaftar program Insan. Sebanyak 100 mesin beroperasi, dengan target 5.000 mesin dari pemerintah hingga akhir tahun ini.
Dalam sebuah pertemuan di Negeri Sembilan awal bulan ini, Rafizi menyinggung topik mesin penjual otomatis, dengan mengatakan bahwa kelompok oposisi sempat menentang gagasan tersebut.
Rafizi mengatakan bahwa pada tahun 1970-an dan 1980-an, pemerintah membuka ruang, menyediakan warung atau toko untuk disewakan.
“Masalahnya sekarang biaya sewa mahal dan ruang terbatas. Jadi dekade demi dekade, bisnis perlu diubah. Mereka yang berjuang butuh tempat untuk berbisnis,” tegasnya.
Rafizi menambahkan bahwa biaya pengembangan kios bisa mencapai RM20.000 (setara Rp. 67.640.000) sedangkan ruang seperti itu awalnya sulit didapat. “Makanya kami putuskan tidak perlu gedung. Kami hanya butuh tempat untuk berjualan asalkan nyaman untuk masyarakat,” ujarnya.
“Lebih penting lagi, kami ingin memastikan bahwa mereka tidak perlu mempekerjakan siapa pun, membayar tagihan listrik, dan menunggu di sana sepanjang hari. Dari sudut pandang ekonomi, cara terbaik untuk membantu mereka adalah dengan menyediakan mesin swalayan,” kata dia.
Dia menambahkan bahwa jumlah minimum yang diperoleh pedagang adalah antara RM150 (setara Rp 500 ribu) hingga RM200 (setara Rp 661) per hari. “Bahkan ada yang membawa pulang RM600 (Rp 2 juta) sehari. Ada juga yang membawa pulang RM800 (Rp 2.600.000) sehari,” tambahnya.*/(cna, mediacorp)