Hidayatullah.com— Begal adalah sesuatu yang sangat asing bagi masyarakat Aceh. Karenanya sulit dipercaya hal semacam sudah mulai muncul di Bumi Serambi Makkah.
Keluhan ini disampaikan Kepala Dinas Syariat Islam (DSI) Aceh, Zahrol Fajri SAg MH baru-baru ini kepada media. Ia berharp munculnya fenomena ini melahirkan warga Aceh kehilangan kesabaran dan main hakim sendiri akibat ketidaknyamanan ini.
“Sebelum itu terjadi, mari kita berusaha memperbaiki keadaan dan menyelamatkan anak-anak kita, generasi muda kita dan Aceh dari jurang kehancuran,” ungkap Zahorl Fajri terkait pembunuhan dan pembegalan yang terjadi belakangan ini di Aceh, Selasa, (30/1/2024).
Ia mengingatkan, masyarakat Aceh hafal dengan karakter dirinya sendiri, sehingga akan sangat peka jika ada fenomena kejahatan baru yang di luar batas kewajaran. Ini akan dapat menimbulkan respon beragam dari masyarakat dan ditakutkan kembali menyeret Aceh ke dalam situasi yang tidak diinginkan.
Zahrol menambahkan, terlepas dari berbagai spekulasi tentang motif adanya kasus pembegalan, tawuran, dan pembunuhan di Aceh yang terkesan “dadakan”, tentu semua pihak harus selalu berupaya menyikapi fenomena sosial apapun itu secara positif dan bijak.
Berbagai kasus yang terjadi di Aceh akhir-akhir ini seharusnya kembali mengingatkan masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya, bahwa ada persoalan sosial serius yang memerlukan atensi dan aksi bersama, karena apa yang terjadi adalah konsekuensi dari keteledoran kolektif masyarakat Aceh sendiri selama ini.
Menurut Zahrol, ada dua arah perbaikan yang harus kita sasar, pembenahan hulu dan hilir. Pada tataran hulu kita harus kembali mengatur strategi dan langkah untuk menyelesaikan permasalahan kenakalan remaja melalui pendidikan terutama pendidikan agama dan juga peningkatan peran orang tua dan keluarga.
“Pelanggaran etika dan moral di kalangan remaja sering terjadi karena gagalnya proses internalisasi nilai-nilai budi pekerti dan nilai agama pada fase hulu ini,” ujarnya.
Semakin besar ketidakpedulian orang tua terhadap anaknya atau guru terhadap anak didiknya, maka ke depan akan semakin banyak generasi yang tersesat. Dampaknya terjerumus ke dalam jurang kehancuran akibat salah pergaulan.
Pada tataran hilir, kata Zahrol, ada tindakan serius yang harus segera dieksekusi pemerintah bersama dengan masyarakat.
Penindakan di lapangan untuk mempersempit ruang gerak dan peluang terjadinya kejahatan pembegalan atau bentuk premanisme lainnya perlu segera dilakukan oleh aparat penegak hukum.
“Jenis tindakan yang dilakukan hendaknya yang dapat memberi efek jera, deterrent effect, yang dapat membuat calon pelaku lain menghentikan niatnya melakukan kesalahan yang sama,” ungkapnya.
Mantan Kepala Dinas Pendidikan Dayah Aceh ini menawarkan, pada unit pemeritahan terbawah yaitu gampong juga dapat dilakukan suatu upaya pencegahan atau pengawasan bersama, yaitu dengan menghidupkan sistem pageu gampong (pagar kampung).
“Aparatur kampung tertentu dapat melakukan pengawasan dan penindakan awal di wilayah mereka masing-masing, tentunya sesuai aturan hukum. Secara kolektif, ini akan sangat efektif untuk mempersempit ruang terjadinya kejahatan,” pungkasnya.*/Sayed M. Husen