Hidayatullah.com— Rancangan Undang-Undang (RUU) Amandemen Wakaf tahun 2024 yang dipresentasikan di Parlemen India baru-baru ini digambarkan oleh Dr Zakir Naik sebagai “upaya untuk merampas tanah milik umat Islam”, lapor 5Pillars UK.
RUU tersebut diajukan pada bulan Agustus oleh Menteri Urusan Minoritas Persatuan India Kiren Rijiju dan dikecam oleh pihak oposisi sebagai RUU yang “memecah belah”, “anti-minoritas”, dan “inkonstitusional”.
Singkatnya, hal ini membatasi kewenangan Badan Wakaf Islam (sebagai pemilik utama tanah) dalam mengelola harta bendanya dan bertujuan untuk meningkatkan peraturan pemerintah terhadapnya.
Partai-partai oposisi India mengklaim bahwa amandemen tersebut bertujuan untuk merampas tanah, aset, dan hak komunitas Muslim yang dijamin berdasarkan Pasal 26 Konstitusi India, yang mencakup kebebasan mengelola urusan agama.
Sebagai tanggapan, pemerintah Partai Bharatiya Janata (BJP) yang berkuasa berpandangan bahwa tuntutan terhadap peraturan properti wakaf datang dari komunitas Muslim itu sendiri dan bertujuan untuk memerangi salah urus dan menciptakan lebih banyak transparansi.
RUU tersebut bermaksud untuk membatasi kekuasaan dewan wakaf dalam pengelolaan properti mereka dan meningkatkan intervensi pemerintah.
Disarankan bahwa pendaftaran pada Kantor Pejabat Distrik harus diwajibkan untuk setiap properti Wakaf, sehingga memungkinkan penilaian yang tepat.
Selain itu, RUU tersebut menyatakan bahwa setiap harta milik negara yang diidentifikasi atau dinyatakan sebagai harta wakaf, sebelum atau sesudah dimulainya pemberlakuan undang-undang tersebut, tidak akan dianggap sebagai harta wakaf.
Pejabat daerah akan bertanggung jawab untuk menentukan apakah suatu properti merupakan properti wakaf atau tanah pemerintah dan keputusannya bersifat final.*