Hidayatullah.com—Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar menyatakan saat ini terjadi fenomena perceraian pada pasangan suami-istri usia perkawinan muda dengan jumlah mencapai 80 persen.
“Jadi, tampak pasangan perkawinan muda mereka harmonis, tapi sangat rentan perceraian,” ujarnya di sela-sela Rakernas Badan Pengawas Penasihat, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan (BP4), di Jakarta, Selasa (22/4/2025).
Menag menyebut, usia perkawinan muda tersebut di bawah lima tahun. Dan, fenomena perceraian saat ini meningkat, sementara angka perkawinan turun.
Lebih jauh Nasaruddin mengatakan, penyebab angka perceraian terbesar karena faktor ekonomi. Selain itu juga disebabkan oleh perbedaan pandangan politik.
“Sebanyak 3.000 kasus perceraian disebabkan karena murtad (pindah agama), 500 kasus disebabkan perbedaan politik,” kata Menag dikutip laman rri.
Penyebab lain misalnya karena terjerat kasus narkoba, perbedaan status sosial, dan perbedaan suku etnis. Dari kasus perceraian, dikatakan Menag, akan menyebabkan dua orang menjadi miskin, yakni istri dan anak-anak.
Menurut Nasaruddin, tidak sedikit kasus kriminalitas dilakukan oleh anak-anak korban perceraian.
“BP4 mengusulkan undang-undang (UU) untuk menyelematkan rumah tangga. Apalagi, fenomena yang muncul sekarang 65 persen perceraian dilakukan oleh perempuan,” ujarnya.
“Kami akan perkuat BP4, karena dampak sosial perceraian itu besar. Kami juga akan rekomendasi sertifikat pranikah guna menyelamatkan rumah tangga,” kata Menag menandaskan.
11 Strategi Kemenag
Untuk menekan angka perceraian, Menag Nasaruddin Umar merekomendasikan 11 strategi mediasi yang dapat dijalankan Badan Penasihatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan (BP4).
“Kita perlu lebih fokus pada mediasi. BP4 menjadi pihak yang paling tepat dalam merespons dan mencegah meningkatnya angka perceraian,” ujar Menag Umar di Jakarta, dikutip rri, Selasa (22/4/2025).
Ia menyebut 11 langkah strategis tersebut, pertama, memperluas peran mediasi kepada pasangan pra-nikah dan usia matang yang belum menikah.
Kedua, proaktif mendorong pasangan muda untuk menikah. Ketiga, berperan sebagai “makcomblang” atau perantara jodoh, keempat, melakukan mediasi pascaperceraian untuk mencegah anak terlantar.
Damm kelima, menjadi mediator dalam konflik antara menantu dan mertua. Keenam, bekerja sama dengan peradilan agama agar tidak mudah memutus perkara cerai.
Ketujuh, memediasi pasangan nikah siri untuk melakukan isbat nikah. Kedelapan, menjadi penengah dalam permasalahan yang menghambat proses pernikahan di KUA.
Kesembilan, melakukan mediasi terhadap individu yang berpotensi selingkuh. Kesepuluh, menginisiasi program nikah massal agar masyarakat tidak terbebani biaya.
Terakhir, menjalin koordinasi dengan lembaga pemerintah yang mengelola program gizi dan pendidikan. Agar anak-anak mendapat perhatian yang layak.
Sementara itu, Dirjen Bimas Islam Kemenag, Abu Rokhmad mengatakan mengakui, bahwa tantangan dalam pembinaan dan pelestarian perkawinan di era sekarang semakin kompleks. “Tingginya angka perceraian, rendahnya literasi perkawinan, hingga tantangan budaya digital terhadap ketahanan keluarga merupakan masalah nyata yang harus kita hadapi dan sikapi bersama,” katanya. Abu menyatakan kesiapan jajaran Ditjen Bimas Islam untuk mendukung pengembangan kelembagaan dan program strategis BP4. “BP4 adalah mitra strategis Direktorat Jenderal Bimas Islam,” katanya.*