Hidayatullah.com—Hidup jauh di pedalaman Kalimantan Timur, tepatnya di Kabupaten Kutai Barat, masyarakat Kampung Intu Lingau ibarat hidup di Papua.
Akses jalan 20 KM yang rusak tanpa pengerasan ditambah ketiadaan perhatian pemerintah terhadap kaum Muslimin setempat semakin menambah sunyinya rasa ukhuwah dan syiar keislaman.
Kampung Intu Lingau yang berada di Kecamatan Nyuatan dengan jumlah lebih 500 KK hidup di bawah dominasi masyarakat berpenduduk Kristen.
Hanya 100 KK yang muslimin. Sekalipun sedikit, Muslimin setempat bahu-membahu membangun masjid dengan dana patungan bersama dari usaha masing-masing Muslimin.
Uniknya, kepala Kampung dan Camat yang beragama Kristen kompak tidak memasukkan Masjid Lingau dalam data kecamatan sehingga tidak ada bantuan dari pemerintah setempat yang mayoritas dijabat masyarakat Dayak – Kristen.
Di wilayah ini terdapat sekolah SD dan SLTP namun tidak ada guru agama Islam. Sehingga murid-murid Muslim terpaksa belajar agama Kristen.
Sebelumnya sempat dibuka Taman Pendidikan al-Quran (TPA) hasil swadaya. Namun tatkala ada beban biaya Rp 5.000,- per anak, mereka pun berhenti belajar dan beralih belajar ke warga Kristen yang gratis.
Akhirnya pengurus pun menggratiskan demi mengajari anak-anak al-Quran sementara tidak ada sumber nafkah dan operasional kegiatan Islam.
Di saat yang sama, dana komunitas Kristen begitu kencang menjadikan Kutai Barat. Sudah begitu, sangat minim perhatian umat Islam Kutai Barat untuk bahu-membahu membangun syiar Islam.
Ketika saya mencoba meminta bantuan ke Departemen Agama (Depag) tidak ada respon positif. Bahkan ketika saya sampaikan kepada pengurus Masjid Raya Barongtongkok dan Masjid Raya Melak yang menyimpan saldo puluhan juta rupiah, tidak ada semangat untuk membantu bahkan melemparkan usulan ke tempat lain.
Saya berharap Pesantren Hidayatullah, Ikatan Da’i Indonesia (Ikadi), Muhammadiyah, NU bisa turun tangan. Namun faktanya, tidak ada lagi program-program pengiriman dai mereka di pedalaman ini. Sungguh mengenaskan ukhuwah Muslimin Kutai Barat.
Dana Bansos APBD yang dipegang Ormas-ormas dengan label Islam entah kemana, sementara dana kegiatan keislaman untuk minoritas Muslim tak terperhatikan.
Sesungguhnya masih banyak kampung-kampung lain di pedalaman Kalimantan tanpa perhatian dan sentuhan kepedulian dan dakwah dari masyarakat Muslim yang hidup di kota-kota besar di pesisir Kalimantan.
Semoga terbetik kepedulian umat Islam baik sebagai pribadi maupun lembaga yang memiliki saldo keuangan berlebih untuk membantu operasional dakwah di pedalaman Kalimantan.*/Kiriman Abu Fatah Putra, mualaf di Kutai Barat*