Hidayatullah.com—Jika umat Islam mempraktekkan Islam dengan sebaik-baiknya maka yang lahir adalah kegemilangan peradaban yang sulit dikalahkan oleh siapapun. Hal itu dibuktikan oleh generasi awal Islam yang mampu menguasai kawasan seluas sepertiga dunia dan terbentang di 3 Benua.
Pernyataan ini disampaikan oleh peneliti Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS), Asep Sobari, LC dalam acara Kajian dan Launching Sirah Community Indonesia (SCI) untuk wilayah Jawa Timur di masjid Aqshol Madinah, Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya pada Sabtu (08/10/2016).
“Di usia 39 tahun, Umar bin Abdul Aziz tampil sebagai pemimpin dunia Islam yang saat itu sudah mencakup 1/3 dunia. Kekuasaannya terbentang di antara 3 benua, Eropa, Afrika, dan Asia. Dari Spanyol sampai perbatasan China. Kalau kita terapkan di masa sekarang yang ada dalam peta, maka kekuasan beliau sama dengan lebih dari 35 negara,” katanya.
Tidak cukup di situ, lanjutnya, pada zaman pemerintahan Umar bin Abdul Aziz kesejahteraan masyarakat benar-benar terpenuhi. Orang yang paling miskin adalah seorang muslim yang memiliki 1 rumah, 1 kendaraan, dan 1 pembantu.
“Umar bin Abdul Aziz berhasil membawa dunia Islam pada level yang sulit ditandingi oleh siapapun. Orang miskin yang indikatornya adalah mustahiq zakat (yang berhak menerima zakat) adalah orang yang rumahnya cuma satu, kendaraanya satu, pembantunya satu orang saja. Itu adalah orang paling miskin di zaman Umar bin Abdul Aziz,” tegas pendiri Sirah Community Indonesia (SCI) ini.
“Pemimpin mana di dunia saat ini yang bisa menandingi cicit Umar bin Khattab ini, hatta, termasuk Amerika?”
Sebelum Umar bin Abdul Aziz, kakeknya, Khalifah Umar bin Khattab juga dikenal pemimpin dengan prestasi gemilang. Saat itu Umar bukan dibuat bingung oleh kurangnya devisa negara sehingga harus berhutang ke luar negeri dan memaksa masyarakat membayar pajak.
Umar bin Khattab justru kebingungan karena devisa negara masih melimpah ruah, padahal kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat sudah terpenuhi. Di era Umar, infrastruktur sudah dibangun dan jalan-jalan sudah dibuat dengan sangat bagus dan ada hotel transit untuk orang yang bepergian.
“Umar Kebingungan. Membangun kota sudah, infrastruktur sudah, jalan sudah dibuat bagus, sepanjang jalan protokol negara Islam di Makkah dan Madinah bahkan ada tempat-tempat persinggahan (rest area), di mana semua orang yang beristirahat bebas mengambil dan mengkonsumsi bahkan boleh membawa perbekalan. Semua gratis. Itu sudah dilakukan itu semua, tapi kas negara masih sangat melimpah. Baitul Baal surplus. Umar kemudian berinisiatif untuk membagi-bagikan uang negara kepada masyarakat,” paparnya.
Menurut alumni PP Darussalam Gontor Ponorogo ini, mengutip sumber Kitab al-Khilafah ar-Rasyidah karya Dr Akram Al-Umari, kelebihan devisa di era Umar hingga membuat rakyat harus menerima tunjangan dari negara. Untuk tunjangan paling rendah, satu anak yang sudah berusia baligh mendapat jatah tunjangan dari Negara sebesar 50 Dinar (atau setara Rp 100 juta dalam setahun). Sedang tunjangan untuk Muhajirin sebesar 400 Dinar/tahun, untuk Keluarga dan Isteri Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam sebesar 1200 Dinar/pertahun.
Inisiator Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) ini mengajak para peserta kajian umum agar mengambil ibrah (pelajaran) dari kegemilangan yang dicapai generasi terdahulu yang mempraktekkan iman dan Islam serta menjadikan wahyu sebagai pegangan.
Sirah Community
Selain kajian umum, dalam acara ini juga diadakan launching Sirah Community Indonesia (SCI) wilayah Jawa Timur bekerjasama dengan Syabab Hidayatullah Jawa Timur.
Setelah launching akan diadakan agenda lanjutan berupa kajian sirah baik berupa kajian umum maupun dengan sistem klasikal.
“Kita akan adakan kajian umum yang bersifat reguler selama 3 bulan. Kemudian setelah 3 bulan akan diadakan kajian secara lebih intensif dan dibuat sistem klasikal”, kata Muhammad Idris, selaku Ketua Syabab Hidayatullah Jawa Timur.*/kiriman Luqman Hakim (Surabaya)