Hidayatullah.com— Para ulama Betawi meski berpegang pada tasawwuf akhlaki dan cenderung bersikap moderat (tawassuth dan al-tawazun) mereka dikenal tegas jika kepentingan agama diganggu.
Demikian disampaikan Dr. Saidun Derani, Lektor Kepala Sejarah Islam Asia Tenggara pada Departemen Sejarah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dr. Saidun menyontohkan sikap tegas KH.Abdullah Syafii menolak kebijakan Pemda DKI Jakarta, Ali Sadikin yang dinilai merugikan umat Islam.
Karena itu, Dr. Saidun memberi perhatian khusus terkait reklamasi Jakarta yang kebanyakan pembelinya jelas bukan orang Betawi dan bukan pula orang-orang pribumi.
“Kalau reklamasi terus berjalan, habislah Bangsa Betawi di Jakarta,” terangnya seminar dengan tema “Peran Ulama Betawi dalam Transmisi Keilmuan Islam di Jakarta Abad XX” hari Sabtu 18 Februari 2017, yang diselenggarakan Departemen Dakwah Rabithah Alawiyah yang dipimpin oleh Habib Ali al-Bahar.
Itulah sebabnya, menurut Saidun, para ulama Betawi dan umat Islam di Jakarta menolak dengan tegas calon gubernur yang mendukung reklamasi.
Dalam acara yang diadakan di Gedung Rabithah Alawiyah, Jl. TB Simatupang Jakarta Selatan dan dimulai pada pukul 10.00 dan berakhir sebelum waktu Ashar, ini Saidun banyak mengular peran ulama dan habaib Betawi.
Menurutnya, Tanah Betawi memiliki banyak ulama-ulama hebat seperti Guru Mughni, Guru Manshur, KH. Abdullah Syafii, KH. Thohir Rohili, KH. Noer Ali, dan KH.Mu’allim Syafii Hazdami.
Begitu pula dari kalangan habaib, diantaranya yang menonjol pada Abad ke-20 adalah Al-Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi Kwitang (w. 1968), Al-Habib Ali bin Husein al-Attas Bungur (w. 1976 M), dan Al-Habib Salim bin Ahmad bin Jindan (w. 1969 M) yang dikenal sebagai Tiga Serangkai Ulama Tanah Betawi. Banyak murid yang dating belajar kepada para ulama ini yang di antara mereka nantinya ada yang menjadi ulama besar pula.
Kegiatan ini dimoderatori oleh Habib Hamid al-Qadri juga menghadirkan Alwi Alatas, MHSc sebagai pembahas.
Alwi Alatas pada sesi berikutnya menjelaskan bahwa para ulama Betawi memang tidak meninggalkan artefak sejarah dan juga banyak yang tidak meninggalkan tulisan, terlebih tentang sejarah mereka sendiri.Namun mereka meninggalkan jejak sejarah yang agung berupa manusia-manusia yang berilmu dan berakhlak mulia.
“Para ulama ini menulis di dalam jiwa-jiwa manusia,” terang Alwi.
Mungkin juga karena keikhlasannya mereka tidak peduli jika nama dan kisah mereka tidak begitu tercatat di dalam lembaran sejarah. “Bagaimanapun juga,” lanjut kandidat doktor pada International Islamic University Malaysia ini.
“Kami para sejarawan memerlukan catatan sejarah tentang para ulama.”
Sayangnya sumber-sumber sejarah tentang ulama di masa lalu sangat sedikit dan sulit didapatkan.Karena itu menjadi tanggungjawab kaum Muslimin, khususnya mereka yang berguru kepada para ulama di Betawi,untuk menulis tentang guru-guru mereka. Agar orang-orang dari generasi berikutnya bisa mengetahui dan bisa mengambil pelajaran dari kiprah para ulama di masa lalu.
Dalam sambutannya saat membuka seminar, Ketua Umum Rabithah Alawiyah, Habib Zen Umar bin Smith, mengingatkan para akademisi dan doktor agar jangan hanya mengejar ilmu tetapi mengabaikan akhlak.
Perpaduan ilmu dan akhlak merupakan hal yang telah lama dicontohkan oleh para ulama dan habaib, tetapi tampaknya belakangan ini semakin kurang diperhatikan.
Dr. Saidun membenarkan apa yang disampaikan oleh ketua umum Rabithah tersebut. Ia menyayangkan semakin banyak intelektual dan akademisi, khususnya yang belajar di Barat, yang tidak menghargai ulama dan mengabaikan akhlak yang mulia. Dr. Saidun merasakan betapa santun adab yang diajarkan dan dicontohkan para ulama di Betawi.
Saidun mengakui, mesli berasal dari Bangka, tetapi sejak tahun 1977 pindahke Jakarta dan banyak berguru pada para ulama Betawi.
Seminar tentang ulama Betawi ini berjalan dengan baik hingga sekitar pukul 15.00, dengan diselingi shalat Dzuhur dan makan siang di tengah-tengahnya.
Ruang yang cukup besar itu hampir penuh diisi oleh peserta seminar. Sambutan para peserta terhadap kegiatan ini juga sangat baik dan mereka berharap Rabithah Alawiyah dapat menyelenggarakan kembali seminar semacam itu.*/kiriman Abu Abdillah (Jakarta)