Hidayatullah.com–Baru-baru ini saya berkunjung ke salah satu Pondok Pesantren Sulaimaniyah di Istanbul Turki. Lembaga di bawah Yayasan Sulaimaniyah di asaskan oleh Syeikh Sulaiman Hilmi Tunahan (1988-1959), salah satu keturunan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam.
Syeikh Sulaiman lahir di desa Hezegrad, daerah Ferhatlar, tepatnya di Propinsi Silistra yang sekarang berada di daerah perbatasan Bulgaria.
Garis keturunan Syeikh Süleyman Hilmi dapat mengarah kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassallam, dari Hasan dan Hussein (Keduanya adalah cucu Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassallam), sehingga Syeikh Süleyman Hilmi Efendi (kakek Syeikh Sulaiaman) memiliki gelar “Sayyid”.

Saat ini Pesantren Sulaimaniyah yang berasaskan Ahlus Sunnah wal jamaah memiliki ribuan anak cabang di seluruh Turki dan sangat banyak cabang lain di berbagai negara Eropa, Afrika, Amerika, Australia maupun Asia. Termasuk ada 30 cabang di negara kita Indonesia .
Sirr (rahasia ilahi) dari Assayid Sulaiman Rahimahullah sangat nampak di setiap cabang Pesantren Sulaimaniyah.
Metode belajar-mengajarnya yang cukup menarik, termasuk mengajar kesopanan, kebersihan serta ketertiban yang sangat luar biasa. Khususnya masalah kebersihan, bisa dibilang pesantren rasa hotel berbintang.
Dalam satu tahun saja bila mengikuti sistem yang diajarkan Assayid Sulaiman Rahimahullah, para santri bisa menghafalkan Al-Quran secara penuh 30 juz dan ini benar-benar berhasil.
Barulah di tahun kedua masuk ke tadris, baru dimulai pengajaran ilmu-ilmu alat Bahasa Arab dilanjutkan ilmu hadist, ushul, tafsir dan lain sebagainnya.
Kesultanan Islam
Sejarah Pesantren Sulaimaniyah dan Assayid Sulaiman Rahimahullah tidak bisa dilepaskan dari sejarah masa lalu Turki di saat Khilafah Islam hingga jatuh menjadi negeri sekuler.
Diceritakan, ketika Sultan Muhammad Al Fatih rahimahullah berhasil Menaklukan Kota Kostatinopel sebagaimana yang dijanjikan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam dalam sebuah hadist yang masyhur.
Maka Syeikh Aksamsettin rahimahulllah, guru dari Sultan Muhammad Al Fatih meminta agar Sultan Muhammad Al Fatih mendatangkan para ulama khususnya keturunan Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wassallam ke Kostatinopel yang telah diubah oleh Sultan Muhammad Al Fatih menjadi Kota Islambol (Pusat Islam).
Sultan Al Fatih mendatangkan para ulama dari kalangan keturunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam, diantaranya adalah Syeikh Idris al Husaini dari Yaman. Karena kecintaan Sultan Muhammad Al Fatih terhadap ahlulbait, maka Sultan Muhammad Al Fatih menikahkan Sayyid Idris dengan salah seorang saudara perempuanya dari keturunan inilah pada akhirnya lahir Syeikh Sulaiman Rahimahullah.
Tepat di saat runtuhnya Khilafah Usmaniyah tahun 1924, Kemal Attarturk ‘agen Yahudi’ yang berkuasa dengan kekuasaan dan kediktatoranya berusaha menghapuskan Islam dari Turki.
Segala sesuatu yang berbau Islam dihilangkan, termasuk Bahasa Osmaniah, bahasa resmi Turki sejak ratusan tahun silam yang huruf hurufnya sama dengan huruf Arab digantikan dengan huruf Latin.
Segala sesuatu yang dianggap berbau arab dilarang keras, bahkan siapapun yang menyebut Kalimat Allah Akbar langsung dihukum gantung di depan masjid. Perempuan dilarang keras memakai jilbab dan pakaian tertutup. Bahkan tentara akan mencabut paksa orang yang berjilbab di jalan jalan. Adzan dilarang dan pada akhirnya diganti dalam Bahasa Turki. Peristiwa ini berjalan sampai 19 tahun. Barulah kemudian adzan dikembalikan ke Bahasa Arab setelah kematian Kemal Attarturk, semua lembaga pendidikan agama Islam ditutup, madrasah pengaajaran Al-Quran dilarang keras karena dianggap ke arab-araban dan barangsiapa yang melanggar akan dihukum berat bahkan langsung digantung.
Maka dengan cepat Turki mengalami degradasi drastis dalam segala hal dari segi spiritual, kesejahteraan ekonomi dll.
Turki yang dulunya adalah Pusat Kekuasaan Islam dengan kehidupan yang sangat islami dan syar’i berubah. Kota Islambol yang bermakna pusat Islam diganti dan diplesetkan menjadi Istanbul. Anak-anak Turki yang dahulunya ahli quran dan ilmu agama menjadi buta terhadap Al-Quran dan ilmu agama karena tidak ada tempat lagi untuk mempelajarinya.
Saat itulah muncul keprihatinan yang mendalam dari Syeikh Sulaiman Rahimahullah. Maka beliau mengumpulkan 50 orang pemuka agama dari rekan-rekan belajarnya dulu di Madrasah Otsmaniyah untuk membuaat sebuah gerakan penyelamatan Islam di Turki. Namun karena resiko yang sangat besar dan tekanan dari pemerintah sekuler yang kejam, banyak yang memilih mundur.
Baca: Jejak Sekularisme Turki dan Kisah Sakaratul Maut Attaturk
Sejak itu, Sayyid Sulaiman mengajarkan Al-Quran dan Islam. Bahkan dari taksi ke taksi tanpa mengenal lelah. Kenapa taksi? Karena hanya taksilah salah satu tempat di mana beliau bisa bertemu masyarakat dam aman dari tekanan penguasa sekuler, yang kerap memeriksa dan mengawasi semua tempat.
Lama-kelamaan rezim sekuler mulai mencium perjuangan dakwah yang dilakukan Assayid Sulaiman. Akhirnya, rezim memperketat pengawasan taksi di Kota Istanbul.

Tak mengenal lelah dan pantang menyerah, Syeikh Sulaiman berpindah dakwah dengan cara menyewa gerbong kereta api dan mendakwahkan Islam serta mengajarkan Al-Quran. Hal ini, juga diketahui pihak rezim. Beliau lari ke daerah-daerah pegunungan dan kembali mengajarkan Islam dan Al-Quran. Bahkan di gua-gua. Bahkan sampai kepada tahapan bagaimana sebagai guru, ia harus membayar para petani dua kali lipat upah petani dalam sehari, agar para petani mau belajar agama.
Dalam perjalanan mulia ini, berkali-kali Syeikh Sulaiman harus merasakan pahitnya ditangkap dan dipenjara.
Syeikh Sulaiman pernah mengalami penganiayaan selama tiga hari di markas besar polisi Istanbul. Tahun 1939 menghadapi tuntutan di depan sidang di pengadilan tinggi Istanbul, tahun 1944 kembali ditangkap dan disidangkan di Pengadilan Negeri Istanbul. Beliau kembali dipenjara selama 8 hari. Tahun 1957 beliau dikaitkan dengan kasus ‘Mahdi Palsu’ yang terjadi di Masjid Agung di Kota Bursa, menyebabkan kembali ditangkap bersama menantunya dan kemudian diadili di pengadilan tinggi Kütahya. Syeikh Sulaiman dimasukkan sel penjara Kütahya selama sekitar dua bulan.
Akhirnya dibebaskan atas segala tuntutan yang ditimpakan pada dirinya. Namun di atas semua pengawasan, penangkapan, interogasi dan tuntutan-tuntutan yang dituduhkan atas dirinya, tidak pernah terbukti.
Lambat-laun perjuangannya semakin membuahkan hasil. Pada akhirnya Syeikh Sulaiman berhasil mengkader pemuda-pemuda qurani dan menempati posisi penting di masyarakat sampai pada akhirnya beliau dapat mendirikan lembaga madrasah pencetak al-Quran (Pondok Pesantren) di Turki yang mampu mencetak ratusan ribu huffadz (orang-orang penghafal Al-Quran).
Meski menganut Mazhab Hanafi, spirit Syeikh Sulaiman dianggap cocok dengan kalangan muslim Indonesia yang menganut Mahzab Syafi’i.
Kini, dengan pusat pesantrennya di Istanbul, lembaga al-Quran yang sudah dirintis sejak tahun 1936, sudah tersebar di 130 negara dengan 7.000 cabang. Termasuk di Indonesia.*/kiriman Zein bin Abdullah Baabud (Malang)