Hidayatullah.com– Komisioner Komnas HAM periode 2012-2017 Maneger Nasution mengatakan, kembali diaturnya pasal tentang Penghinaan Presiden dalam RKUHP yang baru merupakan sebuah bentuk kemunduran demokrasi.
“Terbukti pengalaman kita penghinaan terhadap presiden menjadi pasal karet,” ujar Direktur Pusdikham UHAMKA ini di AQL Islamic Center, Jakarta, Selasa (13/02/2018).
Menurutnya, soal pengaturan pidana penghinaan sudah ada payung hukum bagi semua orang. Sehingga, kata dia, tidak perlu lagi bicara soal presiden punya pasal sendiri mengenai nama baik.
Baca: Pers Akan Menjadi Korban Pertama Pasal Penghinaan Presiden
“Indonesia rasanya sudah paham mana mengkritik mana yang menghina, demokrasi kita masuk ke titik nadir,” ungkapnya.
Sebelumnya, pasal penghinaan terhadap presiden dalam KUHP yang lama, yakni Pasal 134, Pasal 136, dan Pasal 137, telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006.
Baca: Hendropriyono Dukung Hidupkan Pasal Penghinaan Presiden, Jokowi Setuju
Namun disebutkan bahwa pasal penghinaan presiden dalam RKUHP yang sedang digodok di DPR ini berbeda dengan pasal di KUHP sebelumnya. Perbedaan signifikan yakni terdapat di delik. Jika pada KUHP sebelumnya adalah delik umum, maka dalam RKUHP menjadi delik aduan.
Untuk diketahui, pasal tentang penghinaan presiden dalam RKUHP saat ini mengatur setiap orang yang di muka umum menghina presiden atau wakil presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak kategori IV.*