Hidayatullah.com–Pada Silaturrahim Nasional (Silatnas) pertamanya di Bandung 2012 silam, Akmal Sjafril, salah seorang pegiat #IndonesiaTanpaJIL (ITJ) yang telah membersamai komunitas ini sejak awal, mengatakan bahwa ITJ adalah sebuah gerakan kepeloporan. Berdirinya sebuah chapter baru tidaklah berawal ‘dari atas’. Sebuah chapter dapat berdiri jika ada sekelompok pemuda yang siap menggawanginya.
Karena sejak awal tabiat ITJ memang demikian, maka tidaklah mengherankan jika kemudian komunitas ini melahirkan banyak tokoh baru dalam perjalanannya. “Kami bukan event organizer yang kerjanya hanya mengadakan kegiatan dan mengundang para ustadz sebagai narasumber. Dalam perkembangannya, banyak pemuda yang bergabung dengan gerakan ini dan kemudian merekapun sanggup menjadi narasumber sesuai dengan keahliannya masing-masing,” ungkap Randy Iqbal, Koordinator Pusat (Korpus) ITJ, dalam sebuah wawancara yang dilakukan via Whatsapp pada Kamis (07/08) silam.
Bahkan pandemi pun tidak membuat chapter-chapter ITJ urung berkegiatan. Sebaliknya, kegiatan-kegiatan ITJ semakin gencar dilakukan di berbagai platform media sosial. “Berdasarkan data yang kami miliki, sejak Maret 2020, yaitu selepas Silatnas keempat di Yogyakarta pada bulan Februarinya, sudah ada hampir tujuh puluh kegiatan yang dilakukan oleh chapter-chapter ITJ,” ujar Randy lagi.
Dalam kegiatan-kegiatan itu, sebagian kader (kader) ITJ telah tampil sebagai narasumbernya. Selain Akmal Sjafril yang sudah dikenal sebagai penggagas gerakan anti liberal sejak 2010.
Randy Iqbal juga telah dikenal luas di berbagai komunitas hijrah. Sejumlah muslimah tampil sebagai penentang feminisme, antara lain Anila Gusfani dan Yan Mirai dari Jakarta, dan juga Lewinda Jotari dari Bandung.
Ada pula Muhammad Fadhila Azka yang banyak membahas persoalan seputar pemikiran Islam, filsafat hingga tasawuf. Juga Andri Oktavianas yang namanya telah cukup dikenal dalam pergerakan dakwah di Bandung.
Selain banyak membahas seputar masalah-masalah yang berkaitan dengan pemikiran seperti Islam liberal, feminisme, sejarah Islam dan semacamnya, kajian-kajian ITJ juga menyentuh banyak bidang lainnya. “Karena kader ITJ memiliki keahlian yang macam-macam, maka ada banyak ‘pilihan menu’ di ITJ, “ ujar Randi.
Bulan Juni lalu, ITJ Jakarta menggelar kajian online tentang RUU HIP yang kontroversial itu. Tak lama kembali mengadakan kajian tentang kampanye Black Lives Matter yang sedang marak di Amerika Serikat.
ITJ Samarinda juga pernah mengkaji RUU HIP, dan ITJ Depok mengangkat bahasan seputar cyber security awareness (kesadaran keamanan dunia maya). “ITJ Bandung malah mengadakan acara belajar Bahasa Inggris bersama salah seorang kader yang memang sehari-harinya berprofesi sebagai Guru Bahasa Inggris,” ujar Randy.
Dinamika di ITJ juga terlihat dari kegiatan-kegiatannya yang tidak hanya berupa kajian. Sebelum status pandemi diumumkan, pada bulan Maret 2020, ITJ Bogor mengadakan kegiatan bersepeda bareng di Kebun Raya Bogor (KRB), dan ITJ Bandung mengajak anggotanya untuk menjajal olah raga memanah.
“Jika dianalogikan dengan berlari, maka dakwah ini adalah maraton, bukan sprint. Karena itu, untuk menjaga stamina, kesolidan kader memang harus dijaga dengan kegiatan-kegiatan yang rileks namun tetap bermanfaat,” pungkas Randy.*/kiriman Gatot Prasetyo