Hidayatullah.com–Studi agama sudah berkembang sejak lama di Barat. Ada beberapa istilah yang kerap dipakai untuk menyebutnya, yaitu: Study of Religion, Religious Studies, Religionswissenschaft, Comparative Religion, Études Religieuses dan Science des Religions.
“Banyaknya istilah yang dipakai ini menunjukkan bahwa kajian ini cukup banyak diminati oleh orang Barat,” demikian disampaikan peneliti senior Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS), Dr. Syamsudin Arif yang berkesempatan menyampaikan hasil penelitiannya dari Oxford mengenai tema Islam dan studi agama pada hari Ahad (08/04/2018) di Jakarta.
Selain itu, yang tidak kalah penting disampaiakan oleh Dr. Syams adalah dua tipologi orang dalam studi agama di Barat: Pertama, confessional (yaitu: mengkaji agama tanpa meninggalkan iman dan untuk diamalkan).
“Bisa dikatakan ini misalnya adalah orang yang mengkaji Islam di pesantren.”
Kedua, academic (yaitu: mengkaji agama dari berbagai sisinya tanpa meyakininya).
“Jadi, studi sekadar studi, tanpa harus terikat untuk mengamalkan,” ujarnya.
Acara diskusi dibagi menjadi tiga sesi: Pertama, tentang prolog mengenai studi agama, framework dan macam-macamnya. Kedua, hasil penelitian tentang kritik Fakhruddin Al-Razi atas agama Kristen. Ketiga, interfaith dialogue dan hubungan antaragama dalam perspektif Islam.
Setelah membahas model pengkaji agama, Dr. Syams menjelaskan delapan pendekatan dalam studi agama di Barat: Pertama, teologis. Kedua, filsafat. Ketiga, filologi (studi naskah). Keempat, sejarah. Kelima, komparatif (perbandingan). Keenam, fenomenologi. Ketujuh, antropologi. Kedelapan, sosioligi. Kesembilan, psikologi.
Dengan mengetahui beberapa pendekatan ini, orang akan mengetahui bagaimana corak studi agama yang dilakukan oleh peneliti.
Setelah istirahat sejenak, pada sesi kedua, dijaki tentang buku Fakhruddin ar-Razi yang berjudul Munâzarah fi ar-Radd ala al-Nashâra.
Menurut Syamsuddin, Fakhruddin al Razi bukanlah orang yang pertama kali menulis buku tentang bantahan atas agama Kristen. Tokoh sebelumnya yang menulis tema yang sejenis adalah sebagaimana catatan Ibnu Nadim dalam al-Fihris- : Abu Hudzail Al-Allaf, Al-Jahiz, Al-Qadhi Abdul Jabbar, Al-Qasim bin Ibrahim Al-Hasani, Al-Warraq, Ibnu Sahnun, Abu Al-Qasim Al-Balkhi, Al-Juwayni dan Al-Ghazali.
Studi yang dilakukan oleh Ar-Razi dalam bukunya ini adalah studi komparatif dan filosofis. Artinya, disamping ada usaha perbandingan, Imam Fakhruddin juga menganalisa dan mendekati studinya dengan pendekatan filsafat dengan mengkritisi konsep-konsep dalam agama Kristen.
Bagaimana untuk mengetahui keaslian buku yang ditulis oleh Fakhruddin Ar-Razi ini? tanyanya kepada para peserta.
Caranya ada dua: dengan cara internal (disebutkan apa tidak dalam karyanya yang lain) dan dengan cara eksternal (apa disebut oleh penulis lain pada masanya atau sesudahnya). Setelah menggunakan dua cara tersebut, memang buku ini secara internal disebutkan oleh Ar-Razi dalam Tafsir Kabir-nya dan secara eksternal disebut oleh Abu Ali al-Sakuni. Dengan demikian, keaslian buku ini diakui. Setelah itu beliau memaparkan biografi, studi Fakhruddin dan beberapa contoh bagaimana perdebatannya dengan orang Kristen.
Sebelum sesi ketiga dilanjutkan bakda shalat Dzuhur dan makan, tepat pukul 13.00 Dr. Syam melanjutkan tentang Fakhrudin Ar-Razi. Ia menyimpulkan; Pertama, cendekiawan kita sejak dulu melakukan perdebatan dan tukar pendapat, bukan sekadar menyerang tapi karena ikut anjuran al-Qur`an. Kedua, mereka dialog dengan framework (kerangka berpikir) yang jelas. Mengevaluasi pendapat lawan secara logis. Ketiga, debat seperti ini harus dilaksanakan dengan kejujuran dan niat baik untuk mencari kebenaran.
Pada sesi ketiga, penulis buku “Islam dan Diabolisme Intelektual” inu membahas tentang dialog antaragama dalam perspektif Islam. Menurutnya, gagasan ini baru muncul pasca Perang Dunia Kedua oleh Kristen yang sebelumnya eksklusif kemudian menjadi inklusif. Lalu ada gagasan pluralisme agama.
Ia juga memaparkan bagaimana hubungan antara Islam dan Kristen dalam sejarah yakni pada tiga poin: polemik-apologetik, konflik konfrontatif, dan irenik-persuasif.
Sebenarnya, dialog-dialog ini, kata Dr. Syams, pada akhirnya membawa kepada pluralisme kemudian relativisme yang pada gilirannya akan membuat orang Islam murtad dari agamanya.
Pada sesi kesimpulan ia mengatakan bahwa yang dilakukan umat Islam sejak abad pertama hijriah adalah kombinasi dari pelbagai strategi berikut: Pertama, dakwah secara bijak, rasional dan persuasif. Bukan menganggap semua agama benar. Kedua, debat secara santun dan tegas. Ketiga, aksi militer alis perang. Apabila semua jalan tersebut buntu.
Adapun dialog antaragama seperti yang digagas oleh kalangan tertentu belakangan ini hanya akan menggeser keyakinan umat Islam agar dekat kepada kekufuran. Ketika orang Islam mengakui bahwa semua agama benar, maka kemurtadannya hanya tinggal selangkah.
Acara ini begitu padat berisi dan peserta juga cukup kritis hal ini terbukti dari acara yang sedianya dijawal kan berakhir pukul 15.30, akhirnya berakhir pukul 16.10 WIB, karena pertanyaan-pertanyaan peserta dan jawaban pemateri yang begitu memukau.
Menurut Dr. Budi Handrianto, kajian ini adalah hasil studi Syamsuddin Arief di Oxford selama dua bulan setengah mengenai kerangka besar yang ditulis oleh Fakhruddin Ar-Razi, terutama mengenai kritik dan debatnya dengan orang Kristen.*