Hidayatullah.com–Sejarawan Tiar Anwar Bachtiar menyampaikan ada tiga hal yang menjadi tantangan dakwah umat Islam dari dulu hingga sekarang. Tiga hal tersebut ia kutip dari pernyataan Muhammad Natsir dan disampaikan dalam materi Sekolah Pemikiran Islam (SPI) angkatan ke-6 yang bertajuk nativisasi pada Kamis (10/9) lalu.
“Muhammad Natsir menjelaskan ada tiga tantangan dakwah yang dihadapi umat Islam di antaranya Kristenisasi, Sekularisasi, dan Nativisasi” ucapnya.
Menurut Tiar, kristenisasi menjadi misi awal yang dilaksanakan di salah satu wilayah Kristenisasi di Indonesia salah satu daerahnya yaitu Merapi Merbabu. Langkah selanjutnya adalah Sekularisasi yang nyatanya lebih berat karena selain datang dari Barat, pihak dalam pun ikut menyebarkannya bahkan diantaranya ada yang menyebarkan secara tidak sadar.
Tantangan dakwah yang terakhir adalah nativisasi. Tiar menegaskan bahwa nativisasi erat kaitannya dengan kebudayaan asli suatu daerah. Aksi ini dilakukan dengan cara membenturkan ajaran Islam dengan budaya kelompok masyarakat sehingga Barat tidak merasa perlu untuk langsung turun tangan.
Peneliti INSISTS ini menambahkan bahwa nativisasi dilakukan melalui gerakan historiografi dengan melemparkan isu bahwa Islam di Nusantara adalah sesuatu yang asing. Pihak-pihak yang hendak menghidupkan Islam dianggap membawa Indonesia bukan kepada bentuk aslinya. Lebih jauh, pemateri yang sekaligus dosen di STAI Persis Garut ini menjelaskan, gerakan menolak arabisasi adalah salah satu bentuk untuk menyukseskan nativisasi.
Ia juga menilai adanya istilah kadal gurun (kadrun) yang disematkan kepada kelompok yang memperjuangkan Islam di Indonesia. “Ada tiga cara yang bisa dilakukan untuk menghadapi nativisasi ini yaitu melalui pendekatan agama, budaya, dan sejarah. Pertama pendekatan agama dengan mengajarkan agama Islam kepada masyarakat yang memegang kebudayaan tersebut. Kedua, dengan melakukan akulturasi budaya yaitu menggabungkan kebudayaan setempat dengan sentuhan Islam sehingga menjadikan satu kebudayaan yang baru. Terakhir, dengan cara sejarah (historiografi) membuat narasi dan sejarah tandingan yang sesuai fakta dan data sejarah,” jelas Tiar.
Pentingnya mempelajari nativisasi pun dirasakan oleh salah seorang peserta perkuliahan, Faris Ghilmani. “Nativisasi adalah hal yang baru bagi saya, sehingga dilihat dari pematerian kemarin, nativisasi sangat berbahaya bagi umat Islam. Karena dengan adanya gerakan nativisasi, umat Islam harus lebih berusaha untuk mengembalikan nilai Islam”, pungkas Faris Ghilmani.
Pertemuan ke-12 ini ditutup dengan sesi tanya jawab dari para peserta kepada pemateri. Perkuliahan pun ditutup pada pukul 21.10 WIB.*/kiriman Japar Sidik