Hidayatullah.com–“Kami telah berhubungan dengan sejumlah anggota Liga Arab. Kami telah pula erat berhubungan dengan pemerintahan-pemerintahan Arab di saat mereka juga mengamati masalah ini,” kata jurubicara Deplu AS, Richard Boucher.
Boucher, yang mengatakan “adalah penting bagi masyarakat internasional untuk bekerja dengan dewan pemerintahan tersebut,” menyambut baik pembentukan kelompok Iraq dalam Dewan Keamanan PBB.
Sedangkan di Kairo, sehari menjelang dimulainya pertemuan para menlu Liga Arab, seorang pejabat organisasi tersebut mengungkapkan Liga hampir menyetujui izin bagi sebuah delegasi Iraq untuk menghadiri pertemuan tersebut dengan status sebagai peninjau.
Meski demikian, pejabat Liga Arab itu menandaskan izin sebagai peninjau itu bukan berati pengakuan formal oleh Liga beranggotakan 22 negara tersebut terhadap dewan pemerintahan Iraq.
Kesepakatan internal yang sedangkan dipertimbangkan Liga ialah pemberian izin status peninjau dan izin bagi “menlu Iraq” Hoshyar Zebari untuk menghadiri acara-acara pembukaan dan penutupan pertemuan, namun bukan sidang-sidang tertutup.
Zebari sendiri sudah tiba sejak Minggu di Kairo namun terus mendapat sambutan dingin pihak tuan rumah dan Liga, sesuatu yang membuat penasehat keamanan AS Condoleezza menyatakan Liga harus menerima wakil Baghdad tersebut sebagai “mitra sejajar”.
“Saya sungguh berharap, dan terus terang tak bisa mengerti, mengapa Liga Arab tak bersedia mengakui wakil sebuah dewan perwakilan Iraq yang baru, yang tengah berada di jalan untuk membangun sebuah Iraq yang bebas,” katanya.
Negara-negara Arab menunjukkan tetap enggan mengakui secara resmi Dewan Pemerintahan Iraq, yang ditunjuk pada 13 Juli oleh pasukan koalisi AS yang menumbangkan presiden Iraq Saddam Hussein pada bulan April lalu.
Sementara itu, 32 anggota parlemen Yordania telah menyampaikan petisi kepada pemerintahnya agar menghambat para wakil Iraq untuk menghadiri pertemuan Liga Arab
“Kami menolak partisipasi Dewan Pemerintahan Iraq dalam pertemuan Liga Arab karena lembaga itu dibentuk oleh pasukan pendudukan dan tidak mewakili rakyat Iraq,” kata Ali Abu Sukkar, salah seorang anggota parlemen itu.
Kendati petisi itu diperkirakan tidak akan membuahkan hasil, majelis melontarkan frustrasi masyarakat di negara itu karena pendudukan pasukan penyerbu pimpinan AS yang terus berlanjut di Iraq.
Dewan Pemerintahan Iraq yang dibentuk oleh koalisi pimpinan AS Juli lalu menunjuk 25 anggota kabinet pada 1 September yang diharap akan mampu penyelenggaraan pemilihan umum tetap dianggap berbagai pihak sebagai tangan kanan AS.
Tak terkecuali rakyat Iraq sendiri, beberapa negara tetangganya di wilayah Timur Tengah menganggap dewan pemerintahan Iraq adalah lembaga ‘boneka AS”. [Ant/cha]