Hidayatullah.com– Menteri Luar Negeri Turki dan Suriah pada hari Selasa (13/10) menandatangani kesepakatan untuk menghapuskan visa kunjungan di antara kedua negara. Perjanjian ditandatangai di pintu gerbang perbatasan Öncüp?nar. Sebagai simbol kesepakatan itu, keduanya bersama dengan rekan-rekan mereka mengangkat palang pembatas perbatasan dan melepaskan burung-burung dara berwarna putih.
Dengan ditandatanganinya kesepakatan tersebut oleh Menlu Turki Ahmet Davutoglu dan Menlu Suriah Walid Muallem, maka warga Suriah dapat berkunjung ke Turki tanpa visa dan demikian pula sebaliknya. Mereka dapat tinggal di negara tetangganya itu tanpa visa selama hingga 90 hari dalam kurun waktu enam bulan.
Perjanjian yang diberi nama “Kesepakatan Dewan Kerjasama Strategis Tingkat Tinggi” itu sama seperti perjanjian antara Turki dan Iraq yang ditandatangani baru-baru ini. Perjanjian pencabutan visa merupakan salah satu aspek saja dari hubungan bilateral di berbagai bidang antara Turki dan Suriah. Tujuan utamanya, sebagaimana disebutkan oleh Devutoglu adalah “integrasi maksimum.”
“Saya menganggap hari ini adalah hari raya ketiga bagi rakyat kedua negara,” kata Davutoglu merujuk pada dua hari raya Islam, Idul Fitri dan Idul Adha.
“Dua negara kami ini sekarang bekerja seperti satu delegasi,” tambahnya. Ia berharap kerjasama strategis kedua negara itu akan menjadi model bagi negara-negara di wilayah regional mereka.
Sementara itu Muallem mengatakan, “Hari ini adalah hari yang sangat bersejarah. Kami menyiapkan hal ini sebagai contoh untuk persaudaraan antar negara. Kami berharap negara-negara lain dapat juga membangun hubungan kerjasama strategis yang meliputi semua bidang.”
Davutoglu menegaskan bahwa hubungan Turki-Suriah itu tidak menentang negara lain dan bukanlah alternatif dari bentuk hubungan lain. Menurutnya, Suriah akan menjadi tetangga Uni Eropa — mengingat Turki akan bergabung dengan perkumpulan tersebut. Ini berarti Timur Tengah akan menjadi tetangga Uni Eropa. Kondsi seperti itu menurut Davutoglu merupakan kesempatan baik bagi pihak-pihak yang peduli.
Keeratan hubungan Turki-Suriah ini cukup unik mengingat satu dekade lalu, tepatnya pada musim gugur 1998, Turki dan Suriah sempat tegang dan bersiaga untuk perang karena kasus tokoh suku Kurdi Abdullah Ocalan yang juga pemimpin Partai Pekerja Kurdi (PKK). Saat itu tentara Turki bergerak menuju Suriah dengan tujuan menuntut agar Ocalan diserahkan dan meminta Suriah agar berhenti mendukung separatis Kurdi. Presiden Suriah Hafez Al-Assad akhirnya menyetujui dan mendeportasi Ocalan–yang kemudian ditangkap oleh pasukan khusus Turki di Kenya. Setelah itu kamp pelatihan PKK di Suriah dan Libanon ditutup.[di/wb/tz/hidayatullah.com]