Hidayatullah.com–Pejabat Amerika Serikat mengatakan bahwa Presiden Barack Obama akan menyampaikan program bantuan ekonomi untuk Mesir dan Tunisia senilai dua miliar dolar. Program ini juga terkait dengan kebijakan pemerintahan Amerika di Timur Tengah dan Afrika Utara.
Penasihat Presiden Amerika Serikat menambahkan bahwa Obama akan mengusulkan untuk mengkonversi utang Amerika kepada Mesir senilai satu miliar dolar ke investasi di Mesir yang bertujuan untuk meningkatkan kesempatan kerja bagi kaum muda dan sebagai dukungan bagi pengusaha.
Pemerintah Amerika juga akan memberikan pinjaman atau jaminan kredit kepada Mesir untuk membiayai pembangunan infrastruktur dan meningkatkan jumlah pekerja, melalui investor swasta dengan izin pemerintah.
Menurut salah seorang pejabat Amerika, Mesir memiliki peluang yang baik untuk mengambil keuntungan dari pasar modal swasta.
Apakah bantuan Amerika ini sebagai langkah pendekatan baru pada Mesir pada saat terdapat perubahan besar peta politik di Timur Tengah, bersatunya kembali Fatah-Hamas di Palestina, dan munculnya kekuatan Islam di Mesir? Dari pengalaman lebih dari 30 tahun dapat dilihat, pada tahun 1979 Mesir menjadi negara Arab pertama yang berdamai dengan Israel. Setelah Israel, Mesir adalah penerima kedua terbesar bantuan Amerika, disusul oleh Irak setelah Saddam Hussein digulingkan.
Amerika Serikat dilaporkan telah menggelontorkan bantuan kepada Mesir total lebih dari $ 50 miliar selama bertahun-tahun. Dana itu telah menjaga rezim Mubarak untuk tetap berkuasa.
Kompensasinya, Mesir ditunjuk menjadi broker dan fasilitator untuk perdamaian antara Israel dan Palestina.
Amir Qatar pernah berpendapat bahwa Mesir lebih tertarik dalam mempertahankan perannya sebagai perantara perdamaian (agar bantuan AS tetap mengalir) dibandingkan benar-benar mencapai perdamaian.
Amir juga mengatakan, tujuan Mesir adalah untuk terus berada dalam zona permainan dan menjaga hubungan mereka dengan Amerika Serikat, selama mungkin. Dengan cara misalnya, Mesir dikabarkan melakukan sabotase nota kesepahaman antara Fatah dan Hamas.
Menurut Hamad bin Jassim al-Thani, perdana menteri Qatar, posisi Mesir persis sama dengan seorang dokter yang menyarankan pasiennya untuk tetap terus berobat di rumah sakit selama mungkin. “Dokter akan menjaga pasien tetap hidup selama mungkin, namun harus tetap tinggal di rumah sakit.” *
Keterangan foto: Menlu AS dan Menlu Mesir.