Hidayatullah.com — Untuk menghasilkan sumberdaya manusia pengelola masjid profesional, tiga instusi yang terdiri dari Universitas Malaysia Sabah (UMS), Jabatan
Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM) dan Masjid Al-Ghufran Kuala Lumpur menyelenggarakan Diploma Eksekutif Pengurusan Masjid (DePim).
Diploma ini terbuka bagi pengelola, pengurus, imam, bilal dan individu yang berminat dari manapun, baik dalam maupun luar Malaysia.
Diploma ini berlangsung sepanjang hari selama enam minggu. Setiap peserta diploma diinapkan di Hotel milik Masjid Al-Ghufran Balai Islam Pinggir Taman Tun Dr Ismail Kuala Lumpur.
”Masjid-masjid kita mesti dikelola secara profesional. Dua tahun kami (pihak USM, JAKIM dan Pengelola Masjid Al-Ghufran, red) untuk menyiapkan diploma ini,”
ujar Ketua Umum Pengurus Masjid Al-Ghufran Dato’ Hassanuddin bin Ali, Selasa (28/06/2011) malam di depan rombongan Jamaah Masjid Agung Annur Pekanbaru Riau di Kuala Lumpur.
Rombongan jamaah dari Pekanbaru adalah jamaah tetap kajian Tafsir dan Kuliah Subuh di Masjid Annur Pekanbaru yang diasuh oleh Ustadz Dr Musthafa Umar. Doktor
tafsir dari Universitas Malaya Malaysia itu juga mengasuh pengajian di Masjid Al-Ghufran sejak 2003 lalu. Ia setiap bulan pulang pergi berdakwah di Riau dan Malaysia.
Modul pelajaran terdiri dari sejarah masjid dan pengenalan masjid-masjid di dunia, fiqh masjid, peraturan perundang-undangan keislaman, pengelolaan komunitas,
pengelolaan institusi masjid, pengelolaan keuangan, pemasaran produk masjid, pembangunan dan pengimarahan masjid, pemanfaatkan teknologi informasi dan praktek
lapangan.
Untuk mengikuti diploma ini pihak penyelenggara menetapkan bayaran lima ribu lima ratus ringgit. Biaya tersebut termasuk biaya kuliah, penginapan dan konsumsi.
Sementara itu Dr Musthafa Umar mengatakan Diploma ini sangat baik, sebab dengan SDM profesional maka masjid dapat dikelola secara profesional pula.
”Untuk melakukan perbaikan masyarakat bermula dari masjid. Jika masjid dikelola dengan profesional, maka perbaikan masyarakat akan semakin cepat dirasakan,”
ujarnya.
Hingga saat ini, Masjid Al-Ghufran dikelola secara profesional. Bangunan kompleks masjid ini terdiri dari lima lantai. Dua lantai telah ditetapkan oleh Mufti setempat
sebagai masjid, termasuk ruang i’tikaf. Sementara tiga lantai lainnya dimanfaatkan sebagai kamar musafir dengan fasilitas layanan layaknya hotel, ruang pertemuan, ruang rapat serta kantor pengelola masjid. Selain itu masjid ini memiliki kafe, kedai serta sekolah. Sementara itu kegiatan masjid melibatkan komunitas di sekitar masjid, remaja dan para orangtua bahkan pengurus masjid menyelenggarakan berbagai turnamen olahraga yang juga diikuti oleh non muslim. ”Saat perlombaan berlangsung ketika masuk waktu shalat, kegiatan dihentikan. Di sinilah syiarnya,” ungkap Dato’ Hassanuddin.
Ditambahkannya, selain itu masjid juga memberi santuan dan layanan bagi dhuafa, muallaf dan suku-suku terasing di Malaysia.
Kepada hidayatullah.com, ia mengemukakan pula untuk operasional masjid, pihaknya setiap bulan mengeluarkan anggaran belanja sekitar tiga puluh lima ribu ringgit.*/idris
Foto: Ketua Umum Pengurus Masjid Al-Ghufran Kuala Lumpur Dato’ Hassanuddin bin Ali saat mempresentasikan profil dan kegiatan masjid di depan rombongan Jamaah Masjid Agung Annur Pekanbaru di Kuala Lumpur, Selasa (28/06/2011) malam. foto:idrisahmad