Hidayatullah.com–Beberapa bulan lalu, tidak terbayangkan kalau Muhammad Mursy akan menjadi pemimpin Mesir yang pertama pasca-revolusi. Tetapi di desa kelahirannya, desa kecil Edwa, tak seorang pun meragukan anak dusun itu akan muncul sebagai orang nomor satu.
Mursy dibesarkan secara sederhana bersama orang-orang di desa itu. Ia mengatakan, dirinya tidak dilahirkan di tengah kalangan keluarga yang berada. Ayahnya harus bekerja keras setiap hari dan sering membawa Mursy kecil ke tempat kerjanya dengan menunggang keledai.
Menurut para penentang Mursy, Presiden dari kelompok Al Ikhwan al Muslimun itu haruslah diwaspadai. Mursy yang mengepalai sayap politik Ikhwan yang inklusif dianggap tidak berbuat banyak untuk mengurangi kekhawatiran di kalangan warga Kristen dan perempuan Mesir.
Namun Nagla Ali, isteri Mursy menampik semua kekhawatiran itu. Nagla mengatakan, Islam sejati merangkul orang dari berbagai agama lain, dan ia juga tidak sependapat bahwa perempuan harus selalu patuh kepada lelaki.
Nagla ingat ketika suaminya menghormati keputusannya untuk masuk menjadi anggota Ikhwanul Muslimin 30 tahun lalu. Ia mengatakan kepada suaminya, hal itu tidak akan jadi masalah. Menurutnya, semuanya akan ditunjukkan jalan keluar oleh Allah.
Itulah nasihat dan kerja sama yang menurut para sekutu Mursy dibutuhkan olehnya apabila ia ingin berhasil. Mantan calon presiden Abdullah al Ashaal mengatakan, “Ia sebagai presiden harus memayungi lainnya yang bukan anggota Ikhwanul Muslimin,” dikutip BBC.
Tetapi, sebagian pihak yakin apa pun janji Mursy, Ikhwanul Muslimin, pada intinya, bukan organisasi yang merangkul semua unsur. Pakar sosiologi politik Said Sadek menunjuk kepada lambang bendera kelompok itu.
Ia mengatakan, “Di bendera mereka ada gambar pedang. Saya rasa pedang yang mereka miliki itu tidak untuk main-main.”
Najla Ali atau dikenal dengan panggilan Ummu Ahmad, mengatakan cara berpikir seperti itu salah menurut Islam. Ia mengatakan, suaminya akan menjadi pelayan semua warga Mesir. Ia menunjuk kepada kalifah pertama yang terkenal dengan sikapnya yang adil terhadap semua.
Ia mengatakan Kalifah Umar bin Khattab suka mengatakan ‘jika seekor unta tersandung di Levant, saya (sebagai pemimpin) yang akan bertanggung jawab.’
Namun, tanpa konstitusi dan peran seorang Presiden yang masih belum ditetapkan, mungkin tantangan besar pertama yang dihadapi Mursy adalah mencari tahu tanggung jawab apa yang akan diembannya.*