Hidayatullah.com—Para pejabat senior negara-negara Dewan Kerjasama Teluk (GCC) hari Kamis (4/7/2013) bertemu di Riyadh, Arab Saudi, untuk membahas sanksi yang diberlakukan di enam negara GCC terhadap pihak-pihak yang terkait dengan Hizbullah.
Pertemuan itu dimaksudkan untuk “membangun mekanisme guna memantau gerakan, transaksi dan operasi bisnis Hizbullah,” kata Bahraini, wakil Menteri Dalam Negeri Saudi Khalid al-Absi.
GCC memutuskan untuk menjatuhkan sanksi terhadap Hizbullah pada 10 Juni, memeriksa izin tinggal, aktivitas finansial dan bisnis mereka, karena keterlibatan kelompok Syiah bersenjata itu dalam pembantaian rakyat Suriah dengan membantu pasukan rezim Bashar al-Assad.
Absi kepada para wartawan mengatakan, dua tim pakar akan dibentuk.Satu tim untuk berkoordinasi dengan bank-bank sentral dan satu tim lain untuk mereview “masalah-masalah legal, administrasi dan finansial” terkait sanksi tersebut.
Bulan lalu GCC mengambil tindakan, setelah ditemukannya beberapa sel teroris yang terkait dengan Hizbullah di negara-negara anggota, kata Absi dilansir AFP.
Namun, Absi tidak mengatakan berapa orang anggota Hizbullah yang menjadi tersangka, berapa nilai aset dan operasi finansial dan komersial mereka.
Sekretaris Jenderal GCC Abdullatif al-Zayani mengatakan, sanksi akan dilakukan dalam koordinasi antara kementerian perdagangan dan bank-bank sentral negara-negara anggota.
Anggota GCC terdiri dari Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
Qatar mengusir 18 warga negara Libanon dari wilayahnya pada 20 Juni lalu, kata sumber pemerintah Beirut kepada AFP.
Libanon merupakan negara asal organisasi Syiah bersenjata, Hizbullah.
Menurut harian Libanon An-Nahar, sekitar 360.000 warga Libanon berkerja di negara-negara Teluk, dan sekitar US$4 milyar dirimkan ke keluarga mereka di negara asal setiap tahun.
Populasi Libanon hanya 4,1 juta jiwa.*