Hidayatullah.com—Presiden Sudan Umar Bashir hari Senin (15/6/2016) tiba di ibukota Khartoum dari Johannesburg, meskipun sebelumnya pengadilan di ibukota Afrika Selatan mengeluarkan perintah agar dia tidak meninggalkan negara tersebut, terkait tuduhan kejahatan perang yang dilayangkan pengadilan PBB.
Bashir menjadi target Mahkamah Kejahatan Internasional (ICC), lembaga peradilan di bawah PBB, dalam tuduhan kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusian dan genosida di Darfur. Dia kembali dari Afrika Selatan usai menghadiri konferensi tingkat tinggi Uni Afrika. ICC berharap Bashir bisa ditangkap saat berada di negeri di ujung selatan benua Afrika itu.
Berpakaian tradisional berupa jubah putih yang sering dikenakannya, sambil membawa tongkat yang menjadi ciri khasnya, Bashir turun dari pesawat seraya berteriak “Allahu Akbar!”
Berjalan di atas karpet merah, Bashir disambut kedatangannya oleh para menteri dan kerumuman wartawan serta fotografer, lapor koresponden AFP.
Bashir, 71, didakwa terkait tuduhan atas perannya dalam konflik berdarah di Darfur.
Kelompok oposisi bersenjata di bagian barat Sudan, menentang pemerintahan Bashir yang berlatar belakang partai Islam pada tahun 2003. Mereka mengklaim dimarjinalkan oleh pemerintahan Bashir.
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan 300.000 orang telah meninggal dunia dalam konflik di Sudan. Sementara 2,5 juta orang lainnya terpaksa meninggalkan rumah-rumah mereka.
Khartoum mengatakan 10.000 meninggal di kawasan itu sejak 2003.*