Hidayatullah.com—Libya Timur melarang pria dan wanita berusia 18 sampai 45 tahun bepergian ke luar negeri tanpa izin.
Kepala militer setempat, Abdelrazzak Al-Naduri, mengatakan bahwa tujuan dari kebijakan itu untuk mencegah orang bergabung dengan kelompok-kelompok teroris di luar negeri, lapor BBC Jumat (24/2/2017).
Libya saat ini mengalami perpecahan pemerintahan di barat dan timur, dan sebagian besar wilayah negara itu dikuasai kelompok-kelompok bersenjata.
Larangan bepergian itu muncul beberapa hari setelah larangan bepergian untuk wanita diberlakukan, tetapi segera dibatalkan.
Larangan wanita bepergian itu, yang juga dikeluarkan oleh pemerintahan Libya Timur, melarang perempuan berusia di bawah 60 tahun bepergian tanpa pendamping pria.
Orang Libya di bagian lain negara itu tidak terpengaruh dengan larangan tersebut, sebab kedua pemerintahan yang bersaing memperebutkan kekuasaan saling tidak mengakui otoritas lawannya.
Berdasarkan larangan itu, intelijen militer dan kementerian Libya Timur berwenang untuk mengeluarkan izin bagi mereka yang ingin bepergian.
Sebuah sumber di kantor kepala staf militer mengatakan kepada BBC bahwa larangan itu sepertinya hanya akan berlaku sementara, dan kebanyakan orang akan bisa mendapatkan izin tersebut hanya dalam satu hari. Namun, orang tersebut tidak menjelaskan kriteria izin bepergian itu.
Larangan bepergian bagi wanita, yang sempat berlaku sebentar, juga dibuat dengan alasan keamanan, kata pihak militer.
Penguasa militer di Libya Timur mengatakan bahwa sebagian wanita melakukan komunikasi dengan dinas-dinas intelijen luar negeri.
Libya Timur berada di bawah kontrol bekas jenderal angkatan bersanjata Libya, Khalifa Haftar, yang memimpin peperangan melawan kelompok-kelompok bersenjata Muslim. Pemerintahannya tidak diakui oleh masyarakat internasional.
Sementara itu, pemerintahan rivalnya berbasis di ibukota Tripoli.
Libya, negeri di Afrika yang paling makmur selama pemerintahan Muammar Qadhafi, berubah dalam sekejap menjadi sebuah negara tanpa pemerintahan, hukum dan aturan yang jelas, setelah kelompok-kelompok yang mendongkel kekuasaan Qaddafi justru bertikai dan bersaing memperebutkan kekuasaan di negeri kaya minyak itu.*