Hidayatullah.com—Kasus sifilis melonjak di Eropa dengan kenaikan mencapai 70% sejak 2010, menurut laporan terbaru.
Dilansir Reuters Jumat (12/7/2019), para pakar dari European Centre for Disease Prevention and Control (ECDC) mengatakan antara tahun 2010 dan 2017 kasus penyakit menular seksual itu naik lebih dari dua kali lipat di Islandia, Irlandia, Inggris, Jerman dan Malta.
Sifilis, yang disebabkan oleh bakteri, dapat menyebabkan komplikasi serius. Gejala penyakit itu biasanya dimulai dengan rasa sakit di bagian tenggorokan yang kemudian menghilang. Setelah mengalami gejala awal, penderita biasanya mengalami gejala seperti flu dan ruam di kulit.
Infeksi penyakit bisa berlangsung selama puluhan tahun, meskipun gejalanya sudah berlalu.
Sifilis meningkatkan risiko penularan HIV penyebab AIDS, dan di kalangan wanita hamil bisa mengakibatkan keguguran atau kematian janin dalam kandungan.
Pada tahun 2010 dilaporkan terjadi 18.829 kasus sifilis di negara anggota Uni Eropa ditambah Islandia dan Norwegia.
Pada tahun 2017, jumlah itu naik menjadi 33.193 kasus meskipun Yunani dan Austria tidak menyerahkan datanya.
Inggris memiliki kasus sifilis yang tinggi. Pada tahun 2007, di sana terdapat 3.561 kasus dan di tahun 2017 terdapat 7.798 kasus sifilis. Tahun 2018, data yang dirilis Public Health England menunjukkan kenaikan kasus sifilis 2% pada tahun 2017 dibanding tahun 2016.
Hanya Malta dan Islandia yang memiliki kasus sifilis lebih tinggi per 100.000 orang dibanding Inggris.
Kenaikan jumlah kasus sifilis itu kebanyakan didongkrak oleh kaum pria, kata ECDC yang berbasis di Stockholm.
Pertambahan kasus sifilis di kalangan pasangan heteroseksual antara lain disebabkan hubungan seks tanpa pengaman (kondom), pasangan seks yang berganti-ganti, serta akibat pemakaian narkoba.
Faktor pendukung lain termasuk status sosial penderita seperti kemiskinan, ketunawismaan, etnis minoritas, serta imigran atau pengungsi.
“Kenaikan infeksi sifilis yang kita lihat di seantero Eropa … merupakan akibat dari beberapa faktor seperti orang tidak menggunakan kondom saat berhubungan seks, memiliki pasangan seks lebih dari satu, ditambah kurangnya kekhawatiran akan tertular HIV,” kata Andrew Amato-Gauci, pakar penyakit menular seksual di ECDC kepada Reuters.*